Mohon tunggu...
Prasetyo Wardoyo
Prasetyo Wardoyo Mohon Tunggu... -

mahasiswa yang lagi belajar

Selanjutnya

Tutup

Money

Ngga Punya Skill, Pengalaman, Apalagi Jaminan, Tapi Mau dapet Pembiayaan dari Bank Syariah? Bisa Ngga Ya?

16 Desember 2010   14:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:40 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Berbagi dari sedikit pengalaman..

Masih teringat dibenak saya setelah lulus SMA dan berlanjut ke jenjang pendidikan di perguruan tinggi. Saya saat itu kebingungan mencari perguruan tinggi yang cocok dengan saya, berbagai ujian telah saya jalani mulai dari SPMB sampai UM di beberapa perguruan tinggi di Jakarta pun tidak ada yang diterima. Padahal orang tua saya sudah bersusah payah untuk menyisihkan uangnya supaya saya bisa mengikuti bimbel, berharap anaknya bisa masuk Universitas Negeri yang terbaik, tetapi ya sudahlah, mungkin ini sudah nasib. Binggung juga ketika keinginan masuk perguruan tinggi swasta dibayangi oleh ketakutan yang nantinya malah membebani orang tua karena biayanya rata-rata lebih besar ketimbang di perguruan tinggi negeri, akhirnya saya memutuskan untuk tidak kuliah dulu. Mencari kegiatan dan belajar seadanya untuk SPMB tahun depan.

Setahun berlalu, SPMB pun sudah berganti nama menjadi SNMPTN dan ada pula UMB telah didepan mata. Saya pun sudah menyiapkan sedikit strategi untuk menghadapi ujian tersebut. Walaupun saya dulunya jurusan IPA, kesadaran akan kemampuan yang terbatas (kelabakan dengan pelajaran IPA) saya memutuskan untuk mengambil IPC untuk memperbesar peluang saya diterima, karena diberikan tiga pilihan Universitas yang dituju. Di awali dengan UMB yang berakhir tetap gagal juga, saya tidak menyerah dan terus mencoba ikut ujian SNMPTN. Dengan sedikit saran dari teman, saya memutuskan untuk memilih jurusan Ekonomi Islam di Universitas Islam Negeri yang dulunya IAIN di Jakarta pada pilihan ketiga saya.

Alhamdulillah.. di sebuah koran nama saya terpampang dengan kode yang menunjukkan bahwa saya diterima di Universitas tersebut. Senang bercampur heran, karena benar-benar dengan persiapan belajar yang minim.

Setelah daftar ulang di Universitas tersebut, saya baru tahu ternyata jurusan Ekonomi Islam masih di bagi lagi menjadi jurusan Perbankan Syariah, Asuransi Syariah, dan ZISWAF. Dikarenakan jalur yang saya tempuh adalah SNMPTN, secara otomatis (mungkin) saya langsung masuk ke jurusan Perbankan Syariah, masih binggung entah nanti saya akan belajar apa.

Awalnya saya sedikit ragu untuk masuk ke jurusan ini, namun seiring ilmu yang saya dapat, lama-kelamaan saya menikmatinya. Sungguh hebat sebuah konsep ekonomi yang diajarkan agama Islam, mengedepankan maslahah demi tercapainya keadilan dan juga menyeimbangkan antara kepentingan/kebutuhan dunia dan akhirat. Tidak kapitalis dan tidak sosialis, konsep ekonomi Islam memiliki ciri tersendiri dengan mengakui adanya kebebasan memperoleh harta dengan adanya peran Khalifah (pemerintah) sebagai penentu kebijakan supaya tidak terjadi distorsi pasar.

Selama perkuliahan, berbagai mata kuliah terkait Perbankan Syariah saya dapat. Memang saya bukanlah mahasiswa yang pandai, tetapi bisa dibilang pengetahuan saya cukup-lah.. mengenai bank syariah. Saya sendiri belum yakin 100% bahwa bunga bank sekarang ini termasuk riba yang terdapat dalam ayat Al-Qur’an. Namun saya yakin, bahwa sistem bunga telah memperburuk perekonomian karena dengan mudah bisa menyebabkan inflasi, menyebabkan uang tidak berputar di sektor rill dan menjadi ladang bagi spekulan. Yah.. pokoknya sistem bunga lebih banyak buruknya ketimbang baiknya. Heran kenapa sistem ini masih bertahan, padahal dilihat dari pengalaman, banyak Negara-negara di dunia ini yang mengalami krisis ekonomi akibat sistem bunga.

Konsep bagi hasil yang digunakan bank syariah adalah konsep yang tepat, berbagi hasil dari keuntungan dengan prosentase nisbah yang ditentukan diawal, mengedepankan keadilan, apabila untung ya sama-sama untung, kalau rugi ya sama-sama rugi. Nasabah (penabung) berdoa supaya bank bisa mengelola dana yang dititipkan dengan baik sehingga keuntungan yang di dapat meningkat, pihak bank syariah pun berdoa supaya dana yang disalurkan ke nasabah (peminjam)bisadimanfaatkan dengan baik dan usaha yang dijalankan lancar sehingga keuntungan meningkat, nasabah (peminjam) berdoa pula supaya nasabah (penabung) semakin banyak menabung sehingga peluang investasi (menambah stok barang modal) lebih besar. Sebuah konsep yang saling mendoakan dan sungguh terasa indah apabila diterapkan, begitulah dosen saya menerangkan.

Lebih indah lagi apabila bank syariah tidak hanya mensiasati akad-akad dalam ekonomi Islam hanya untuk mencari keuntungan semata dan tidak mau mengambil resiko. Memang tidak salah apabila dalam usaha kita berupaya untuk mendapatkan keuntungan, tapi dari sekian banyak akad tabaru (social oriented), mengapa sebagian besar hanya digunakan sebagai akad pelengkap.Bank syariah terlihat terlalu mengedepankan profit oriented ketimbang kemaslahatan ummat.

Bagaimana nasib, misalkan, bang somad seorang pemulung yang ingin mengubah peruntungan dengan membuka usaha tetapi tidak punya pengalaman dan agunan (jaminan) untuk memperoleh pembiayaan dari bank syariah. Untuk memperoleh pembiayaan mudharabah bang somad dipersyaratkan telah menjalankan usaha selama minimal dua tahun dan ada pula yang mempesyaratkan adanya jaminan. Untuk memperoleh pembiayaan musyarakah paling tidak bang somad telah memiliki sebagian modal (modal dari mana?? Mau mencari saja susah) sebagai penyertaan dalam penggabungan modal, sehingga tidak cocok untuk dirinya. Dan saya heran, koq ada bank syariah yang menggunakan akad murabahah dalam menyalurkan pembiayaan ke sektor UMKM yang notabene-nya membutuhkan dana untuk kegiatan produktif. Akad murabahah merupakan akad jual beli dengan menyebutkan keuntungan dan harga perolehan (harga beli dari supplier) yang digunakan untuk pembiayaan konsumtif (seperti kredit kendaraan bermotor) dan pelunasannya dilakukan secara cicilan dengan jumlah yang tetap per periodenya, lantas bagaimana bila digunakan untuk usaha yang keuntungannya tidak pasti?? Sama saja seperti bank konvensional yang menerapkan bunga, terserah usaha itu mau untung berapa, yang penting membayar cicilan yang besarannya tetap. Tidak mungkin bang somad menggunakan pembiayaan ini.

Sayang sekali.. orang-orang seperti bang somad hanya bisa bertepuk tangan dengan perkembangan bank syariah yang dibilang sangat pesat, tapi tidak bisa merasakan manfaatnya. Memang tidak tepat juga menyalahkan sepenuhnya kepada Bank Syariah dikarenakan orang seperti bang somad kesulitan untuk memperoleh pembiayaan. Penyebab bang somad dan orang-orang yang senasib dengan dirinya masuk ke jurang kemiskinan dikarenakan pula karena memang mereka tidak memiliki skill, pendidikan yang memadai, dan modal yang cukup. Lantas pantaskah pula Bank Syariah, terlebih Pemerintah membiarkannya dan tidak fokus untuk memberdayakan orang-orang seperti bang somad.

Sebenarnya Pemerintah telah berinisiatif dengan mengadakan program KUR (Kredit Usaha Rakyat), tapi sampai saat ini sepengetahuan saya baru ada satu Bank Syariah yang sudah menyalurkannya. Perlu dicermati disini adalah bahwa apakah KUR di bank syariah ini bisa dimanfaatkan oleh orang-orang seperti bang somad?, bagaimana persyaratannya?, bagaimana pula penetapan nisbahnya?, bagaimana kalau bang somad nantinya dalam menjalankan usaha rugi?? Saya rasa KUR tetap tidak bisa membantu bang somad, KUR mungkin hanya menjadi kabar gembira bagi pengusaha-pengusaha kecil yang baru tumbuh dalam menjalankan usaha dan butuh tambahan modal, bukan untuk orang yang baru memulai usaha dan tidak punya modal.

Insya Allah bisa dijadikan solusi..

Didalam Ekonomi Islam terdapat bentuk akad tolong menolong (tabarru’), salah satunya adalah Qardh. Qardh adalah perjanjian pinjam meminjam (dalam hal ini uang) antara dua pihak, dimana peminjam memperoleh hak untuk menggunakan uang tersebut dan berkewajiban mengembalikan pokok pinjamannya saja dan tidak boleh memberikan imbalan yang ditetapkan di muka. Di bank syariah pun akad ini telah diterapkan, namun sebagian besar hanya sebagai akad pelengkap dari akad-akad komersil lainnya. Pembiayaan dengan Qardh murni pun biasanya (pendapat saya dan sepertinya memang begitu) hanya diberikan oleh karyawan-karyawan bank tersebut yang sedang mengalami kesulitan keuangan.

Seharusnya Bank Syariah dengan dukungan Pemerintah dapat membuat produk pembiayaan qardh murni (tanpa disertai akad komersil lain) yang nasabahnya diorientasikan kepada orang-orang seperti bang somad. Modal dari pembiayaan ini sendiri dapat diperoleh dari kumpulan dana zakat, infaq, sadaqah dan wakaf yang dikelola oleh bank tersebut. Apabila modal tersebut masih kurang, pendapat saya dari pada pemerintah memberikan dana semacam BLT yang hanya membuat masyarakat berperilaku konsumtif, ada baiknya dana BLT tersebut digabungkan dengan dana ziswaf untuk produk pembiayaan qardh tersebut. Disinilah diperlukan kerjasama antara Pemerintah dan Bank Syariah.

Memang dana BLT tersebut bersumber dari pajak, dan ada kemungkinan diperoleh dari pengenaan pajak dari kegiatan atau barang-barang yang dilarang oleh syariat Islam. Namun, saya rasa karena kita tidak bisa terlepas dari sistem yang telah mendominasi, Insya Allah untuk keadaan dharurah penggunaan dana pajak untuk modal pembiayaan qardh diperbolehkan. Apakah misalkan dibangun sebuah puskesmas yang dananya bersumber dari pajak, lantas segala kegiatan yang didalamnya menjadi haram??. Selain itu dengan direalisasikannya pembiayaan ini mudah-mudahan memberikan dampak yang luar biasa dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia, jadi ada aspek maslahah-nya.

Dalam implementasinya, nasabah seperti bang somad yang memperoleh pembiayaan ini dapat mengelolanya tanpa harus mengembalikan secara penuh apabila mengalami kerugian, dikarenakan dana tersebut memang harusnya telah diikhlaskan, dikarenakan pula bank syariah tidak ada kewajiban untuk mengembalikan kepada penyetor ziswaf maupun kepada pihak pemerintah sebagai pemberi subsidi. Lain hal apabila nasabah mendapatkan keuntungan, nasabah wajib mengembalikan modal pokok tanpa harus memberikan imbalan kepada pihak bank syariah, dan modal pokok tersebut akan disalurkan kembali kepada nasabah lain oleh bank syariah. Ketentuan lainnya, bahwa dalam pembiayaan ini tidak diperkenankan mempersyaratkan adanya jaminan. Apabila bang somad telah sukses dalam kurun waktu tertentu maka bank syariah dapat memberi kebijakan dengan mengganti perjanjian yang sebelumnya menggunakan pembiayaan qardh menjadi pembiayaan mudharabah atau pembiayaan yang lain. Dari sini lah nantinya Bank Syariah dapat diuntungkan karena sebelumnya telah terjadi ikatan dengan nasabah dan mengganti dengan pembiayaan lain yang dapat menguntungkan pihak bank syariah pula. Jadi produk pembiayaan ini hanya bersifat sementara dalam rangka memberdayakan orang-orang seperti bang somad.

Perlu di ingat pula, Bank Syariah dan Pemerintah tidak boleh hanya memberikan pembiayaan tersebut tanpa adanya pendampingan dalam bentuk pelatihan kewirausahaan. Seperti halnya bayi yang baru tumbuh, maka dibutuhkan bimbingan sampai terus berkembang dan mandiri.

Mudah-mudahan Pemerintah maupun Bank Syariah dapat iklhas menyalurkan produk ini dan mudah-mudahan pula bang somad dapat mengubah nasibnya sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya menjadi lebih baik.

Tema : Bank Syariah Idaman Saya

Artikel juga diposting di http://susahcarinamana.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun