Mohon tunggu...
Muhammad Surya Abadi
Muhammad Surya Abadi Mohon Tunggu... Lainnya - Konstultan Media

Tulisan mengenai fenomena sosial politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi dalam Perspektif liberalisme : High Political Cost

23 April 2014   17:33 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:18 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang sangat terkenal di kebanyakan Negara-negara di dunia.Demokrasi memang berasal dari Yunani, yang kala itu menggunakan sistem partisipasi langsung warganya untuk menyumbangkan aspirasinya, kemudia konsepsi demokrasi pun berubah seiring dengan berjalannya waktu.Hari ini demokrasi yang berkembang di dunia berkiblat pada negara-negara barat seperti Eropa dan Amerika.Kiblatisasi Negara-negara barat ini diakibatkan model demokrasi pada negara mereka dan majunya negara negara barat dalam era 1950-2010.

Perlu dipahami bahwa negara-negara barat yang menggunakan model demokrasi barat tentu elah memodifikasi model demokrasi untuk negaranya masing-masing.Hal ini kemudian yang menjadi penting untuk dipahami bahwa terdapat banyak pergeseran konsepsi antara demokrasi di Yunani dan demokrasi di negara-negara barat.Terdapat penyesuaian model yang diperlukan sesuai dengan peradaban dunia hari ini.Oleh sebab itu berikutnya akan dibahas tentang bagaimana demokrasi khas barat telah dimodifikasi.

Modifikasi yang dilakukan oleh barat tentu sesuai dengan perspektif pemerintahan dan masyarakat yang disetujui.Perspektif Negara-negara barat adalah bagaimana setiap orang mendapatkan kebebasan, kompetisi, kesetaraan, benefit-oriented, dan individualisme, hal semacam ini yang kemudia diklaim oleh orang-orang barat sebagai keadilan.demikian pula yang ada dalam prinsip-prinsip demokrasi dan teraktualisasikan dalam praktek-praktek demokrasi hari ini.Kemudian lebih jauh nilai-nilai demokrasi yang ada ditiru oleh banyak negara-negara di dunia dalam rangka memeroleh kesuksesan seperti negara-negara barat.

Hal serupa kemudian terjadi di Indonesia, demokrasi dipraktekkan sesuai dengan demokrasi yang ada di Amerika atau di Inggris.Hari ini kita dapat melihat banyak praktek-praktek demokrasi di Indonesia yang berdasarkan ketiga nilai tadi.Lebih jauh demokrasi juga diterapkan di dalam kehidupan politik dan pemerintahan.Pada akhirnya ada semacam inflitrasi kebudayaan barat ke dalam Indonesia yang dalam beberapa kasus belum tentu sesuai dengan kebudayaan di Indonesia.Secara sederhana dapat dikatakan demokrasi hari ini yang berada di negara-negara berkembang memiliki perspektif barat, liberalismee.

Essay kali ini akan berfokus pada terapan demokrasi dalam perspekif liberalismee di Indonesia.Tidak dapat dipungkiri bahwa demokrasi di Indonesia hari memang menganut banyak nilai-nilai liberalisme di dalam penerapan demokrasi.Kita bisa melihat hari ini semua instansi pemerintah melakukan perekrutan dengan cara yang sangat kompetitif dan mensyaratkan keterampilan.Atau hari ini kita bisa melihat bagaimana pemerintah hari ini membebaskan masyarakatnya untuk memberikan aspirasinya, bahkan secara berlebihan.Contoh lain adalah bagaimana pemerintah menempatkan segala komponen pemerintahan dalam kesetaraan, mulai dari setara dalam otoritas, fasilitas, dan hukum yang berlaku.Kita bisa melihat bagaimana sistem demokrasi dalam perspektif liberalisme di Indonesia bekerja dengan segala kebaikannya, namun fokus essay ini akan berada pada bagaimana perspektif liberalisme dalam sisi buruknya.

Memang benar hari ini demokrasi di Indonesia, yang dalam perspektif liberalisme, memiliki banyak kelebihan yang menguntungkan kehidupan politik, pemerintahan, dan social.Namun disatu sisi penulis ingin mendeskripsikan bagaimana perspektif ini merubah banyak nilai-nilai autentik khas masyarakat Indonesia.Pada akhirnya demokrasi dalam perspektif liberalisme justru membawa Indonesia ada permainan politik kotor, perubahan makna politik, dan kerugian Negara.

Essay ini cukup memberikan satu contoh perspektif liberalisme bekerja dan memberikan dampak, pada sistem pemilu.Sistem pemilu hari ini menggunakan prinsip-prinsip demokrasi dalam perspektif liberalisme, tentu lebih jauh ini menimbulkan pada terapan-terapan komponen pemilu yang berkiblat pada liberalisme.Peraturan kemudian di desain oleh sistem pemilu untuk menimbulkan high political cost pada masa kampanye ataupun sistem pemilu.

Proses pemilihan hari ini di Indonesia, terutama pada masa reformasi menggunakan pemilihan langsung.Hal ini berarti rakya yang menentukan pemimpin mereka seperti presiden, anggota DPR, DPRD, atau DPD, gubernur, dan bupati.Artinya untuk menjadi seorang menjabat seseorang membutuhkan basis dukungan dari masyarakat.

Hari ini pemilihan umum di Indonesia didesain untuk menciptakan seorang pemimpin dari kalangan mereka yang tidak mengenal masyarakat dengan baik.Artinya mereka yang tidak mengenal masyarakat dengan baik tidak dikenal dikalangan masyarakat. Sayangnya pula hari ini banyak pemimpin yang akan maju dalam pemilihan umum tidak dikenal dengan baik oleh masyarakat.Dengan demikian berarti calon pemimpin tersebut membutuhkan proses pengenalan secara luas kepada masyarakat agar terpilih.

Berangkat dari hal ini maka permasalahan high political cost kemudian muncul.Mereka yang ingin menjadi seorang yang berada dalam jabatan pemerintah, terutama eksekutif diharuskan untuk mengenalkan diri mereka, bagaimana caranya ? dengan serangkaian media promosi dan kunjungan ke daerah pemilih.Logika sederhananya adalah apakah seorang yang tidak mengenal daerah tersebut dan perlu mengenal dirinya kepada daerah tersebut dengan begitu saja ? tentu tidak.Oleh karena itu diperlukan dana yang sangat besat untuk mengenalkan diri kepada masyarakat luas.Data menunjukan bahwa hari ini untuk menjadi seorang lurah memerlukan biaya sekurang-kurangnya 500 juta rupiah, untuk menjadi seorang anggota DPR RI diperlukan biaya 1-3 milyar rupiah.Bukankah hari ini metode kampanye kita telah menggunakan perspektif liberalisme ?

High political cost juga terjadi di dalam tataran pemerintahan yaitu komisi pemilihan umum (KPU).KPU kemudian menjadikan pemilihan umum sebagai ajang seremonial yang membutuhkan triliyunan rupiah untuk anggaran surat suara, logistik, dan keamanan.Seperi pilkada jawa timur yang menghabiskan biaya triliyunan rupiah untuk dua kali putaran kemenangan.Hampir disetiap pilkada dan pemilu menghabiskan dana yang sangat besar, pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah ini harga yang pantas untuk mendapatkan pemimpin yang berkualitas ?

Faktanya hari ini sistem pemilu dan sistem kampanye yang demikian justru membawa pada banyak hal negatif.Contoh pertama adalah dampak dari anggaran pemilu yang sangat besar, Negara perlu menganggarkan anggaran yang sangat besar setiaplima tahunnya untuk mengadakan pilkada di 34 provinsi di Indonesia.Hal ini sangat disayangkan dengan high political cost yang sangat tinggi, menghabiskan anggaran Negara padahal banyak sector yang memerlukan anggaran, namun pemerintah, dengan semangat demokrasi liberalismenya, justru mementingkan pemilahan umum dan pilkada.

Contoh kedua adalah akibat dari high political cost yang dibebankan kepada para calon pemangku kekuasaan adalah motif untuk mengembalikan biaya yang digunakan untuk kampanye.Tidak dapat ditampik bahwa hari ini mereka menyalonkan diri sebagai anggota legislatif tidak seluruhnya berasal dari kemampuan ekonomi yang mapan.Kemudian dengan beban kampanye yang tinggi, ketika terpilih para wakil rakyat ini akan berpikiran untuk mengembalikan uang untuk kampanye bahkan lebih.Pada akhirnya high political cost berujung pada penyelewengan Negara yang jika dibahas kerugiannya akan sangat luas penjabarannya.

Pada akhirnya high political cost secara sederhana menyebabkan kerugian yaitu kerugian anggaran Negara, korupsi, dan degradasi moral dalam dunia politik.Hal ini kembali ditegaskan, diakibatkan Indonesia meniru demokrasi dalam perspektif liberalisme tanpa penyaringan terlebih dahulu.Tentu banyak nilai-nilai yang sangat bertentangan antara kebudayaan barat dan Indonesia, seperti nilai individualism dan benefit-oriented. Sehingga penulis merasa high political cost merupakan salah satu dampak dari penerapan demokrasi perspektif liberalisme di Indonesia.

Tawaran yang diberikan oleh penulis dalam esay ini adalah filterisasi terlebih dahulu saat pengadopsian “demokrasi khas barat”.Hal ini penting untuk dilakukan karena perbedaan nilai yang dipandang menjadi krusial untuk diperhatikan.Telah dibuktikan hari ini, pengadopsian demokrasi dari barat tanpa penyesuaian dengan nilai-nilai di Indonesia menjadikan demokrasi di Indonesia justru membawa keburukan dalam tata pemerintahan.Seperti halnya yang dilakukan oleh Negara-negara barat saat mengadopsi sistem demokrasi Athena, mereka pun sempat melakukan modifikasi sistem agar sesuai dengan budaya mereka.Pada akhirya adalah penulis berharap filterisasi nilai demokrasi yang berasal dari luar tidak menjadikan demokrasi di Indonesia berdasarkan perspektif liberalisme tapi dalam perspektif nilai Indonesia, yaitu pancasila.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun