Kepada para mahasiswa
Yang merindukan kejayaan
Kepada rakyat yang kebingungan
Di persimpang jalan
Kepada pewaris peradaban
Yang telah menggoreskan
Sebuah catatan kebanggaan
Di lembar sejarah manusia
Wahai kalian yang rindu kemenangan
Wahai kalian yang turun ke jalan
Demi mempersembahkan jiwa dan raga
Untuk negeri tercinta
Lirik lagu diatas menyimbolkan betapa mahasiswa “sangat bisa” untuk dihadapkan pada permasalahan bangsa dan mahasiswa juga diharapkan bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang menyebabkan bangsa ini terpuruk. Tak akan pernah lekang oleh waktu idealisme para mahasiswa di seluruh dunia ini, walau disuap dengan segepok uang dan dijanjikan posisi paling tinggi. Siapa yang berani bertaruh idealisme mahasiswa bisa disuap, maka akan dijawab dengan nyawa oleh mereka.
Siapa yang berani menyangkal kalau titik tertinggi idealisme seseorang adalah pada saat dia menjadi mahasiswa. Saat seseorang menjadi mahasiswa, orang tersebut mau atau tidak, pasti akan memikirkan suatu pergerakan yang nantinya bisa sedikit maupun banyak untuk merubah bangsa ini menjadi lebih baik. Ketika masih menyandang status mahasiswa seseorang akan dihadapkan pada hidup yang serba ingin tahu, dihadapkan pada hidup anti mainstream pada umumnya kebanyakan orang. Makan, tidur, belajar, diskusi, traveling (dengan uang ngepres), merokok, dll. Mungkin sebagian orang berpendapat bahwa hal itu sangat tidak produktif, tapi hal tersebutlah yang nantinya akan membuat bangsa ini maju, yaitu dangan “PEMIKIRAN LIAR MAHASISWA”.
Siapa yang menyangka Soe Hok Gie, Ahmad Wahib, cak Nur, Lafran Pane, dan lainnya bukan aktivis? mereka tidak akan terkenal jika mereka tidak melakukan hal-hal di luar kebiasaan para orang umum biasanya, mereka pasti pernah diskusi sampai jam 4 subuh, pasti pernah turun kejalan, pernah dikeroyok polisi, dll. Apakah tanpa orang-orang seperti mereka kita bisa seperti sekarang? Yang tiap pemikiran kita cenderung hanya mementingkan kita sendiri tanpa memikirkan orang lain yang nasibnya mungkin lebih buruk dari kita? mereka adalah sosok aktivis yang dirindukan kelahirannya kembali dijaman ini, seorang aktivis yang hanya mengharap kerido’an ibu, bapak, serta tuhan dan ibu pertiwi mereka.
Tak ada yang mereka harapkan, bahkan pemikiran-pemikiran mereka terkenal ketika mereka sudah tiada. Lalu apa yang mereka harapkan di liang kubur mereka kecuali hanya keribaan yang maha kuasa?. Bahkan Soe Hok Gie bangga karena dia mati muda, dan berharap tak pernah dilahirkan karena sama saja dengan menyiksa diri di dunia karena orang-orang yang hidup di dunia ini siapa yang tidak mau dengan barang yang bernama ketenaran dan royalty yang dihasilkan saat terkenal. Begitu tulus pengabdian mereka sampai Lafran Pane tak ada yang mengenal sebagai bapak pencetus pergerakan besar yang pernah “dikatai” oleh pak Soekarno “Go Ahead” saat timbul banyak pergolakan. Siapa yang kenal Ahmad Wahib yang sebagai tokoh pemikir yang karyanya banyak menyerukan tentang perdamaian dan persatuan umat serta anti dengan yang bernama uang.sebuah kutipan yang patut kita renungkan darinya adalah. “Aku bukan nasionalis, bukan katolik, bukan sosialis. Aku bukan buddha, bukan protestan, bukan westernis. Aku bukan komunis. Aku bukan humanis. Aku adalah semuanya. Mudah-mudahan inilah yang disebut muslim. Aku ingin orang menilai dan memandangku sebagai suatu kemutlakan (absolute entity) tanpa menghubung-hubungkan dari kelompok mana saya termasuk serta dari aliran apa saya berangkat.”. siapa yang tidak kenal cak Nurcholis Madjid dengan pemikiran indonesianya, budayanya, dan persatuan umatnya? Pemikiran dari seorang aktivis yang anti kejayaan dan pemersatu ummat.
Tapi sekarang? Idealisme mahasiswa sudah terbeli dengan yang namanya uang, poltik, kekuasaan, dan barang busuk yang lainnya. Bangsa ini sudah rindu dengan seorang seperti Gie, Wahib, Nur, Pane, dan aktivis idealis lainnya. Semoga muncul Gie yang baru, semoga lahir Wahib yang baru, semoga muncul Nurcholis majid yang baru, semoga lahir Pane yang baru. Bangsa ini sudah rindu dengan kelahiran mereka dengan wajah baru yang mampu menggerakan Indonesia dan menyembuhkan luka Indonesia karena terlalu berfikiran individualis.
Sebingkis do’a dari seorang aktivis abal-abal yang mencoba berfikir seperti para aktivis diatas mungkin tidak perlu, karena mereka sudah nyaman berada di surga atas pemikiran mereka yang berguna bagi nusa bangsa ini. Justru do’a mereka yang diperlukan untuk mendo’akan agar para mahasiswa setidaknya bisa memengaruhi 1 atau 2 orang disekitarnya untuk maju, dan tak mengharap imbalan barang secuil dari yang dia bantu.
Semoga tenang disurga wahai para aktivis yang anti kejayaan, do’akan kami yang masih mahasiswa ini untuk peduli terhadap bangsa dan Negara ini tanpa campur tangan para politikus busuk yang hidup di Senayan, yang bersekutukan dengan uang, setan, serta birahi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H