Mohon tunggu...
Suryono Brandoi Siringoringo
Suryono Brandoi Siringoringo Mohon Tunggu... Jurnalis -

Aku bukan seorang optimis yg naif yg mnghrapkan harapan-harapanku yg dkecewakan akan dpnuhi dan dpuaskan di masa dpan. Aku juga bukan seorang pesimis yg hdupnya getir, yg trus menerus brkata bhw masa lampau tlh mnunjukan bhw tdk ada sesuatu pun yg bru dbwah matahari. Aku hanya ingin tmpil sbg manusia yg membwa harapan. Aku hdup dgn kyakinan teguh bhw skrng aku bru mlhat pantulan lembut pd sbuah kaca, akan tetapi pd suatu hari aku akan brhdpan dgn masa dpn itu, muka dgn muka.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Yang Salah Memang Kita Sendiri. Kenapa Mereka Kita Pilih?

6 Maret 2012   05:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:27 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_175148" align="alignnone" width="480" caption="logo HUT RI ke 66 (lpmpsulsel.net)"][/caption] Sejarah telah memperlihatkan bahwa tidak semua reformasi, revolusi dan perubahan sosial secara otomatis dapat berjalan dengan mulus dan senantiasa menghasilkan kehidupan yang lebih baik. Kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945, ternyata juga bukanlah sebuah jaminan bahwa manusia Indonesia akan selamanya terbebas dari penindasan dan keterbelakangan. Buktinya 66 Tahun sudah terlewati sebagai Negara berdaulat. Namun fenomena yang terjadi bahwa penjajahan itu bukan lagi didasari oleh keinginan menguasai dari bangsa lain, melainkan dilakukan bangsa sendiri terhadap saudara-saudara sebangsanya. Kasus korupsi, kasus perebutan lahan dan masih banyak lagi kasus-kasus lainnya yang membuat dada kita sesak,sebagai bukti bahwa lawan kita saat ini bukan penjajahan dari bangsa lain melainkan dari bangsa sendiri.ini membuktikan bahwa ternyata, kezaliman dan kesewenang-wenangan bukan cuma watak khas dari imperialisme Belanda, Portugis atau Jepang saja. Akan tetapi, ia adalah watak dasar dari semua orang yang hatinya tidak tergantung pada nilai-nilai moral, keimanan, dan keadilan. [caption id="attachment_175149" align="alignnone" width="450" caption="tikus-tikus kantor (geosya.blogspot.com)"]

133101003618276321
133101003618276321
[/caption] Berbicara tentang korupsi, DiNegeri ini Sesungguhnya korupsi itu telah mengakar dan menjadi bagian dari budaya kita sehari-hari. Hari ini korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum,melainkan sekedar suatu kebiasaan. Meski Indonesia memiliki undang-undang pemberlakuan hukuman seberat mungkin terhadap koruptor namun nyatanya koruptor tak mampu dihentikan, para koruptor dengan bebasnya berinovasi,membangun jaringan untuk mengamankan hasil rampokannnya. Dimana jaringan korupsi sudah begitu kuat,melibatkan petinggi hingga bawahan,bahkan dilindungi orang-orang ‘’kuat’’ negeri ini sudah terbiasa menyelesaikan berbagai pelanggaran di meja,bahkan diatas meja alias terang-terangan. Pemberian hukuman hukuman ringan,pengurangan masa kurungan penjara,dibiarkannya tersangka koruptor berkelana di mancanegara,sudah hal biasa.. Coba kita lihat pemberian remisi kepada koruptor pada dua hari besar di Negara kita. Setelah Proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 2011 para koruptor memperoleh remisi, Idul Fitri 1432 H mereka kembali mendapatkan Remisi. Kalau saya menyatakan ini adalah bentuk legalitas terselubung terhadap praktek korupsi. Perilaku para pejabat Negara kita saat ini memang sudah sangat kelewatan, legislatif dan eksekutif dari periode ke periode selalu menghasilkan kebohongan yang terekam jelas dibenak rakyat Indonesia. Pencitraan selalu hadir dari para pejabat kita ditengah kondisi memilukan yang tengah terjadi di masyarakat. Omongan kosong selalu diutarakan di media, sehingga rakyat semakin apatis. kalau kita mau jujur,coba sebutkan pejabat Negara dari tingkat pusat hingga pejabat Negara tingkat Daerah yang sejauh ini benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat.? Memang masih ada tapi jumlahnya hanya segelintir saja. Sayangnya, orang-orang seperti itu pula yang selalu dipinggirkan karena dianggap ''sok bersih'', ''cari muka'' dan sebagainya. Padahal yang kita butuhkan adalah orang-orang seperti itu,bukan seperti mayoritas anggota dewan yang sedang duduk di Gedung DPR sana saat ini. Tapi yang salah memang kita sendiri. Kenapa mereka kita pilih? Kalau kita sudah tahu bagaimana sifat dan kelakuannya sehari-hari, tapi kita tetap memilih hanya karena selembar amplop atau beberapa kilogram sembako menjelang pemilihan, tentunya salah kita sendiri. Kalau kelakuan para wakil rakyat demikian, tentunya kita sebagai rakyat umumnya demikian. Karena mereka merupakan representasi dari kita. Karena itu mulai dari sekarang perlu dipikirkan dan dilihat siapa sebenarnya yang paling cocok dan bisa diharapkan menjadi wakil rakyat yang benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat dan tidak hanya memikirkan diri dan kelompoknya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun