Mohon tunggu...
Suryokoco Suryoputro
Suryokoco Suryoputro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Desa - Kopi - Tembakau - Perantauan

Berbagi pandangan tentang Desa, Kopi dan Tembakau untuk Indonesia. Aktif di Organisasi Relawan Pemberdayaan Desa Nusantara, Koperasi Komunitas Desa Indonesia, Komunitas Perokok Bijak, Komuitas Moblie Journalis Indonesia dan beberapa organisasi komunitas perantau

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Polisi, Jaksa, Kepala Desa dalam Omongan Mantan Kades @KompasianaDESA

1 Februari 2025   15:36 Diperbarui: 1 Februari 2025   15:36 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi by ChatGPT

Di sebuah toko tembakau di sudut pasar desa, dua lelaki duduk di bangku panjang kayu yang sudah mulai usang. Di pojok toko, beberapa karung tembakau menumpuk, baunya menguar ke seluruh ruangan.

Pak Lurah Sutarjo, kepala desa yang masih aktif, sibuk memilah tembakau yang terbaik. Di sebelahnya, Mbah Manten, mantan kepala desa yang pernah menjabat delapan belas tahun, tiga periode, duduk santai sambil mengisap rokok lintingannya sendiri. Ia memperhatikan Sutarjo yang tampak gelisah.

“Kelihatan bingung, Jo?” tanya Mbah Manten sembari menghembuskan asap perlahan.

Sutarjo menghela napas. “Gimana nggak bingung, Mbah? Tahun ini aturan dana desa makin ketat. Sekarang diatur detail sama Kementerian Desa. Pengawasannya juga makin banyak. Ada kejaksaan, polisi, macam-macam. Rasanya kayak diawasi terus.”

Mbah Manten terkekeh. “Lha, nggak sekalian TNI juga? Sudah kayak teroris saja aparat desa ini,” selorohnya.

Sutarjo tertawa hambar. “Pokoknya sekarang semuanya harus sesuai prosedur. Salah dikit, bisa dipanggil aparat.”

Mbah Manten mengangguk paham. “Begitulah. Tapi justru kamu harus senang ada jaksa dan polisi ikut mendampingi. Jadi nggak perlu pusing menghadapi LSM dan wartawan Bodrex.”

Sutarjo mengernyit. “Tapi saya nggak pernah kasih uang ke LSM atau wartawan, Mbah.”

Mbah Manten tertawa lepas. “Kurang sedekah kamu ini!” katanya sambil menepuk pundak Sutarjo.

Setelah tembakau yang mereka pilih ditimbang dan dibungkus rapi oleh pemilik toko, mereka beranjak ke warung Mbok Darmi di seberang jalan. Warung kecil itu sederhana, dengan meja kayu panjang dan beberapa kursi plastik. Aroma gorengan dan kopi hitam menyeruak, mengundang siapa saja untuk duduk santai di sana.

Sutarjo mengambil beberapa gorengan dan memesan kopi. Mbah Manten sudah lebih dulu melinting rokok dari tembakau yang baru dibeli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun