pangan 2022 -- 2024, Budi Imam Santosa  ( Cuplis ) PLD kec. Pamotan - kab. Rembang. membuka diskusi dengan penjelasan mengenai program ketahanan pangan (Ketapang) yang telah diimplementasikan sejak 2023. Dalam pelaksanaannya, program ini diarahkan untuk fokus pada ketahanan pangan nabati dan hewani. Ia menekankan bahwa sejak 2023 hingga 2024, program ketahanan pangan desa telah diatur lebih spesifik dan tidak lagi mencakup pembangunan fisik, seperti jalan usaha tani atau penyediaan alat mesin pertanian (alsintan).
Dalam sebuah diskusi tentang pelaksanaan ketahananProgram ini bertujuan untuk memberdayakan desa dengan pendekatan berkelanjutan. Implementasi disesuaikan dengan potensi masing-masing desa, melibatkan pertanian, peternakan, perikanan, dan perkebunan sebagai sub-bidang prioritas.
Strategi Pelaksanaan
- Musyawarah Desa (Musdes)
Cuplis menekankan pentingnya musyawarah desa sebagai langkah awal dalam menentukan arah program. Dalam musyawarah ini, kepala desa, perangkat desa, dan masyarakat mendiskusikan potensi yang sesuai dengan visi misi desa. Program harus selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) agar terintegrasi dengan kebijakan yang ada. - Pemberdayaan Kelompok
- Kelompok Wanita Tani (KWT): Semua desa diwajibkan membentuk KWT sebagai salah satu subjek pelaksanaan program. KWT ini diberdayakan melalui kegiatan-kegiatan kecil seperti penanaman sayuran, rempah, atau hortikultura di pekarangan.
- Kelompok Pengelola Ketahanan Pangan: Dibentuk secara legal untuk mengelola dan mempertanggungjawabkan program secara kolektif, dengan tujuan menjaga keberlanjutan program.
- Dana Desa
Pengalokasian dana desa digunakan untuk program Ketapang. Penggunaannya diarahkan untuk kegiatan produktif seperti:- Pelatihan bagi penerima manfaat (KPM).
- Penyediaan barang dan fasilitas (bibit, ternak, kolam, kandang, dll.).
- Pembentukan sistem pengelolaan secara individual, komunal, atau demplot (percontohan).
Produk Hukum dan Kesepakatan Lokal
Cuplis menekankan perlunya produk hukum berbasis kearifan lokal yang disepakati oleh masyarakat desa. Beberapa bentuknya adalah:
- Akad Kesepakatan: Perjanjian bermaterai antara penerima manfaat dan kelompok pengelola untuk menjaga aset program (seperti ternak atau peralatan).
- Notulen dan Berita Acara Musdes: Sebagai dasar pelaksanaan program dan bukti administrasi untuk keperluan audit.
Ia menyebutkan bahwa akad kesepakatan ini mencegah aset program dikelola oleh pihak luar desa dan memastikan tanggung jawab kolektif.
Evaluasi dan Monitoring
Cuplis menyoroti pentingnya pembentukan tim monitoring untuk mengevaluasi progres program. Evaluasi dilakukan secara berkala (triwulan atau semesteran) dengan melibatkan:
- Perangkat desa.
- Dinas terkait (seperti Dinas Pertanian).
- Kelompok masyarakat yang telah diberdayakan.
Hal ini bertujuan memastikan program berjalan sesuai rencana dan menciptakan sistem yang berkelanjutan.
Kritik dan Tantangan yang Diungkapkan Cuplis
- Mindset Masyarakat
Cuplis menyebut bahwa banyak masyarakat masih memiliki pola pikir bahwa program Ketapang hanya bantuan sekali pakai. Ia menyoroti pentingnya merubah persepsi masyarakat agar lebih optimis terhadap keberlanjutan program. - Koordinasi dengan Dinas Terkait
Cuplis mengungkapkan bahwa koordinasi dengan dinas pertanian dan inspektorat sering kali lambat dan kurang responsif. Hal ini menyulitkan pelaksanaan program di lapangan. - Keterbatasan Pedoman Resmi
Ia menyebutkan belum ada pedoman lengkap dari kementerian terkait mengenai implementasi program Ketapang secara teknis. Ini membuat pendamping desa sering kali harus membuat inisiatif sendiri dalam menjalankan program. - Peran BUMDes
Cuplis menyarankan agar pengelolaan program ke depan lebih melibatkan BUMDes, terutama dalam mengelola aset dan hasil program agar lebih profesional dan berkelanjutan.
PenutupÂ