Mohon tunggu...
Suryokoco Suryoputro
Suryokoco Suryoputro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Desa - Kopi - Tembakau - Perantauan

Berbagi pandangan tentang Desa, Kopi dan Tembakau untuk Indonesia. Aktif di Organisasi Relawan Pemberdayaan Desa Nusantara, Koperasi Komunitas Desa Indonesia, Komunitas Perokok Bijak, Komuitas Moblie Journalis Indonesia dan beberapa organisasi komunitas perantau

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Implementasi Ketahanan Pangan 2022 - 2024 di Desa Dampingan Cuplis @KompasiaaDESA

27 Januari 2025   23:15 Diperbarui: 28 Januari 2025   14:00 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Budi Imam Santosa  ( Cuplis ) PLD kec. Pamotan ,  Rembang.

Dalam sebuah diskusi tentang pelaksanaan ketahanan pangan 2022 -- 2024, Budi Imam Santosa  ( Cuplis ) PLD kec. Pamotan - kab. Rembang. membuka diskusi dengan penjelasan mengenai program ketahanan pangan (Ketapang) yang telah diimplementasikan sejak 2023. Dalam pelaksanaannya, program ini diarahkan untuk fokus pada ketahanan pangan nabati dan hewani. Ia menekankan bahwa sejak 2023 hingga 2024, program ketahanan pangan desa telah diatur lebih spesifik dan tidak lagi mencakup pembangunan fisik, seperti jalan usaha tani atau penyediaan alat mesin pertanian (alsintan).

Program ini bertujuan untuk memberdayakan desa dengan pendekatan berkelanjutan. Implementasi disesuaikan dengan potensi masing-masing desa, melibatkan pertanian, peternakan, perikanan, dan perkebunan sebagai sub-bidang prioritas.

Strategi Pelaksanaan

  1. Musyawarah Desa (Musdes)
    Cuplis menekankan pentingnya musyawarah desa sebagai langkah awal dalam menentukan arah program. Dalam musyawarah ini, kepala desa, perangkat desa, dan masyarakat mendiskusikan potensi yang sesuai dengan visi misi desa. Program harus selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) agar terintegrasi dengan kebijakan yang ada.
  2. Pemberdayaan Kelompok
    • Kelompok Wanita Tani (KWT): Semua desa diwajibkan membentuk KWT sebagai salah satu subjek pelaksanaan program. KWT ini diberdayakan melalui kegiatan-kegiatan kecil seperti penanaman sayuran, rempah, atau hortikultura di pekarangan.
    • Kelompok Pengelola Ketahanan Pangan: Dibentuk secara legal untuk mengelola dan mempertanggungjawabkan program secara kolektif, dengan tujuan menjaga keberlanjutan program.
  3. Dana Desa
    Pengalokasian dana desa digunakan untuk program Ketapang. Penggunaannya diarahkan untuk kegiatan produktif seperti:
    • Pelatihan bagi penerima manfaat (KPM).
    • Penyediaan barang dan fasilitas (bibit, ternak, kolam, kandang, dll.).
    • Pembentukan sistem pengelolaan secara individual, komunal, atau demplot (percontohan).

Produk Hukum dan Kesepakatan Lokal

Cuplis menekankan perlunya produk hukum berbasis kearifan lokal yang disepakati oleh masyarakat desa. Beberapa bentuknya adalah:

  1. Akad Kesepakatan: Perjanjian bermaterai antara penerima manfaat dan kelompok pengelola untuk menjaga aset program (seperti ternak atau peralatan).
  2. Notulen dan Berita Acara Musdes: Sebagai dasar pelaksanaan program dan bukti administrasi untuk keperluan audit.

Ia menyebutkan bahwa akad kesepakatan ini mencegah aset program dikelola oleh pihak luar desa dan memastikan tanggung jawab kolektif.

Evaluasi dan Monitoring

Cuplis menyoroti pentingnya pembentukan tim monitoring untuk mengevaluasi progres program. Evaluasi dilakukan secara berkala (triwulan atau semesteran) dengan melibatkan:

  • Perangkat desa.
  • Dinas terkait (seperti Dinas Pertanian).
  • Kelompok masyarakat yang telah diberdayakan.

Hal ini bertujuan memastikan program berjalan sesuai rencana dan menciptakan sistem yang berkelanjutan.

Kritik dan Tantangan yang Diungkapkan Cuplis

  1. Mindset Masyarakat
    Cuplis menyebut bahwa banyak masyarakat masih memiliki pola pikir bahwa program Ketapang hanya bantuan sekali pakai. Ia menyoroti pentingnya merubah persepsi masyarakat agar lebih optimis terhadap keberlanjutan program.
  2. Koordinasi dengan Dinas Terkait
    Cuplis mengungkapkan bahwa koordinasi dengan dinas pertanian dan inspektorat sering kali lambat dan kurang responsif. Hal ini menyulitkan pelaksanaan program di lapangan.
  3. Keterbatasan Pedoman Resmi
    Ia menyebutkan belum ada pedoman lengkap dari kementerian terkait mengenai implementasi program Ketapang secara teknis. Ini membuat pendamping desa sering kali harus membuat inisiatif sendiri dalam menjalankan program.
  4. Peran BUMDes
    Cuplis menyarankan agar pengelolaan program ke depan lebih melibatkan BUMDes, terutama dalam mengelola aset dan hasil program agar lebih profesional dan berkelanjutan.

Penutup 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun