Mohon tunggu...
Suryati
Suryati Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Pendidikan Mandalika

Dosen Pendidikan Kimia Undikma & Mahasiswa Program Doktoral S3 Undiksha

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengajarkan Pancasila di Era AI: Mampukah Filsafat Mengalahkan Algoritma?

12 Desember 2024   19:21 Diperbarui: 12 Desember 2024   19:21 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Google Image

Di era dominasi teknologi dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), peran pendidikan Pancasila menjadi semakin relevan. Tantangan era digital menempatkan manusia dalam tekanan antara nilai-nilai kemanusiaan yang universal dan kecenderungan mekanistis dari algoritma. Dalam situasi ini, Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia sekaligus landasan etika global, dapat menjadi jawaban atas krisis pendidikan nilai yang dirasakan tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di berbagai belahan dunia (Hilmatunnisa, 2024).

Teknologi, terutama AI, telah mengubah cara manusia hidup, bekerja, dan berinteraksi. Namun, perubahan ini sering kali mengabaikan dimensi etika dan nilai-nilai kebajikan. Algoritma cenderung mengedepankan efisiensi, produktivitas, dan profitabilitas, sementara Pancasila menawarkan panduan etis yang melibatkan religiusitas, gotong-royong, dan keadilan sosial. Nilai-nilai ini tidak hanya penting untuk Indonesia, tetapi juga dapat menjadi kerangka etika global yang relevan dalam menjawab tantangan moralitas di tengah perkembangan teknologi yang pesat (Indra & Budimansyah, 2020).

Pancasila juga memiliki nilai praktis yang mampu membentuk karakter generasi muda melalui pendidikan. Nilai-nilai seperti nasionalisme, integritas, dan kemandirian dapat diinternalisasi melalui proses pembelajaran yang berpusat pada siswa. Implementasi pendidikan Pancasila dapat dilakukan melalui pendekatan pembelajaran aktif, pembelajaran berbasis proyek, dan pembelajaran berbasis masalah, yang telah terbukti efektif dalam meningkatkan pemahaman siswa terhadap nilai-nilai Pancasila (Wasino et al., 2019; Nayla et al., 2022).

Integrasi pendidikan Pancasila dengan mata pelajaran lain, seperti Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama, juga memungkinkan siswa menghubungkan nilai-nilai Pancasila dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini memperkuat relevansi nilai-nilai tersebut dalam berbagai konteks, baik akademis maupun sosial (Usmi & Murdiono, 2021).

Namun, di tengah revolusi digital, pendidikan Pancasila harus mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Penggunaan media pembelajaran interaktif seperti permainan digital, komik, dan media digital lainnya dapat menjadi solusi inovatif untuk menarik minat siswa. Media pembelajaran ini tidak hanya meningkatkan motivasi, tetapi juga membantu siswa memahami bagaimana nilai-nilai Pancasila dapat diterapkan dalam dunia yang semakin terhubung secara digital (Kusdarini et al., 2020).

Selain itu, penguatan profil pelajar Pancasila melalui kegiatan ekstrakurikuler dan ko-kurikuler juga penting. Aktivitas seperti simulasi pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai Pancasila dapat menjadi cara efektif untuk mengembangkan karakter siswa. Dengan keterlibatan aktif dalam kegiatan ini, siswa tidak hanya memahami nilai-nilai Pancasila, tetapi juga mempraktikkannya dalam kehidupan nyata (Fadillah et al., 2023).

Namun, pendidikan nilai tidak akan berhasil tanpa peran guru dan kepemimpinan kepala sekolah. Guru dan kepala sekolah harus mampu menjadi teladan yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Mereka juga perlu menciptakan lingkungan belajar yang mendukung pengembangan karakter siswa, baik melalui interaksi sehari-hari maupun kebijakan pendidikan yang mereka terapkan (Sulistyarini et al., 2020).

Dalam konteks global, pendidikan Pancasila dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap upaya mengatasi krisis pendidikan nilai. Dunia saat ini membutuhkan kerangka etika yang dapat menjembatani keberagaman budaya, agama, dan ideologi. Nilai-nilai seperti pluralisme, keadilan sosial, dan gotong-royong yang terkandung dalam Pancasila dapat diadaptasi untuk membangun etika global yang lebih inklusif dan humanis (Hilmatunnisa, 2024).

Dengan demikian, meskipun algoritma AI mampu memberikan solusi teknis yang canggih, ia tidak dapat menggantikan filsafat sebagai panduan moral dan etika manusia. Pendidikan Pancasila, dengan pendekatan yang relevan dan adaptif, tetap mampu menjawab tantangan global sekaligus menjaga identitas bangsa. Algoritma mungkin mampu mengolah data, tetapi hanya filsafat yang mampu menanamkan kebijaksanaan dalam kehidupan manusia. Pancasila, sebagai falsafah bangsa Indonesia, memiliki potensi besar untuk menjadi jawaban atas krisis nilai di era AI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun