Mahkamah Agung telah mengumumkan keputusannya dalam perkara persaingan usaha antara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melawan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera (Bringin Life) dan PT Heksa Eka Life.
Putusan Mahkamah Agung dalam perkara kasasi nomor 703 K/Pdt.Sus-KPPU/2015 tersebut, menganulir dan membatalkan Putusan KPPU No. 05/KPPU-I/2014. BRI dkk pun lepas dari kewajiban untuk membayar denda yang jika ditotal mencapai 57 milyar rupiah (BRI tercatat memperoleh denda terbesar 25 milyar rupiah).
Meskipun demikian, putusan ini tidak dihasilkan melalui suara bulat. Salah seorang Anggota Majelis Hakim, Bpk. Syamsul Maarif berpendapat lain (dissenting opinion). Menurutnya, tindakan yang dilakukan BRI dkk termasuk kedalam praktek persaingan usaha tidak sehat (unfair business practices), sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Tying Agreement (Perjanjian Tertutup)
Dua tahun yang lalu, KPPU memutus bersalah BRI dkk melanggar Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 19 huruf a UU No. 5 Tahun 1999, dengan melakukan perjanjian ekslusif yang mewajibkan debitur KPR (Kredit Perumahan Rakyat) yang menggunakan pembiayaan kredit dari BRI, untuk menggunakan produk asuransi jiwa dari 2 (dua) perusahaan asuransi yaitu konsorsium Bringin Life dan Heksa. KPPU mensinyalir Bringin Life terafiliasi dengan BRI sehingga mempengaruhi keputusannya untuk memberikan “hak eksklusif” kepada perusahaan tersebut.
Menurut KPPU, tindakan ini telah merugikan konsumen yang pada dasarnya memiliki hak untuk memilih produk asuransi jiwa mana yang ingin digunakan. Di sisi lain, tindakan ini juga menutup peluang perusahaan asuransi lainnya untuk berkompetisi dengan konsorsium Bringin Life-Heksa. Peraturan Bank Indonesia sendiri sudah memerintahkan agar bank menawarkan minimal 3 (tiga) produk asuransi jiwa, sehingga kebebasan konsumen terjamin.
Prinsip hukum persaingan menghendaki adanya persaingan usaha sehat antar pelaku usaha sehingga menciptakan pilihan produk yang beragam dan mengatrol inovasi dan kualitas produk yang ditawarkan kepada konsumen.
Pasal 15 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999 mengatur adanya larangan tying agreement yang dapat menyebabkan efek anti persaingan, sebagai berikut:
Pasal 15
(2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.”