Assalamualaikum dan selamat pagi buat para pembaca kompasiana, semoga hari ini bisa menjadi hari yang baik dan berkualitas bagi kita semua. Saya Surya Syaputra Sabir pencinta klub tertua di tanah air yaitu PSM Makasaar.. saya berdomisili di Makassar sejak lahir dan sejak saya berumur 6 tahun saya sudah jatuh cinta dengan tim yang satu ini.. kurang lebih 16 tahun saya “menikmati” suka dan duka mengenai tim kebanggan saya ini. Saya tertarik ingin berbagi cerita mengenai tim yang satu ini kepada sahabat kompasiana karena ada kegelisahan dari saya untuk tim yang satu ini.. Mungkin bisa disimak dan dipahami inilah kebanggan masyarakat Makassar dan nasibnya sampai hari ini.
Persatuan Sepakbola Makassar atau lebih populer dengan sebutan PSM Makassar, adalah sebuah tim sepakbola Indonesia yang berbasis di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Tim berjuluk Juku Eja yang juga biasa dijuluki Ayam Jantan dari Timurataupun Pasukan Ramang. Kami salah satu tim terkuat di pentas sepakbola nasional.Kisah terbentuknya PSM Makasar dimulai pada 2 November 1915 yang dinyatakan sebagai berdirinya sebuah perkumpulan sepakbola bernama Makassar Voetbal Bond [MVB] yang di kemudian tercatat sebagai embrio PSM. Singkat cerita setelah melewati masa penjajahan dan gerilya MVB pun berubah menjadi Persatuan Sepakbola Makassar [PSM].Pada dekade 1950, PSM mulai melakukan ekspansi ke Pulau Jawa untuk menjalin hubungan dengan PSSI. Bintang-bintang PSM pun bermunculan. Salah satunya yang paling fenomenal tentunya adalah Ramang. Bahkan kehebatan Ramang yang menjadi ikon PSM dan tercatat dalam sejarah sepakbola nasional sebagai legenda itu tetap dikenang hingga saat ini. Mungkin itu pula yang membuat tim ini terkadang dijuluki Pasukan Ramang sampai detik ini.PSM pertama kali menjadi juara perserikatan pada 1957 dengan mengalahkan PSMS Medan di partai final yang digelar di Medan. Sejak saat itu PSM menjadi kekuatan baru di jagad sepakbola Indonesia. Lima kali gelar juara perserikatan mereka raih serta beberapa kali runner-up.
Saat diera sepakbola profesional, tim ini pernah mencatat prestasi mengesankan dengan menjadi The Dream Team ketika mengumpulkan sejumlah pilar tim nasional seperti Hendro Kartiko, Bima Sakti, Aji Santoso, Miro Baldo Bento, Kurniawan Dwi Julianto, yang dikombinasikan dengan pemain asli Makasar seperti Ronny Ririn, Syamsudin Batola, Yusrifar Djafar, dan Rachman Usman, ditambah Carlos de Mello, Jcksen F Tiago, Luciano Leandro dan Yosep Lewono pemain ini ibarat masa “keemasan” dari sepak bola Makassar saat itu LIGINA 1999/2000. Hebatnya, PSM kala itu hanya dua kali menelan kekalahan dari 31 pertandingan yang mereka mainkan. Diibaratkan sepak bola Eropa. PSM kala itu sebagai Barcelonanya Indonesia. Saat itu PSM mampu tembus perempat final Champions Asia dan pada tahun 2004 PSM kembali bermain di Champions Asia namun hanya sampai babak pertama alias penyisihan. Namun pada tahun 2005 kami mampu tembus ke semifinal Champions Asia kala itu saya juga lupa nama timnya yang pastinya tim tersebut berasal dari Qatar dan yang membuat saya bangga hingga hari ini belum ada tim di Indonesia yang bisa menyamai PSM sebagai semifinalis Champions Asia. Selepas Juara Ligina PSM Makassar praktis hanya menjadi spesialis runner up kala itu yaitu tahun 2001, 2003, dan 2004.
Salah satu yang menjadi ciri kami sehingga selalu menjadi tim papan atas adalah permainan keras dan cepat yang diperagakan pemaindan dipadu dengan teknik tinggi. Kami juga melahirkan pelatih dengan nama yang besar yang mungkin pencinta sepakbola Indonesia juga mengenalnya sebut saja Henk Wullems, M. Basri, alm. Miroslav Janu, dan Syamsuddin Umar. Untuk era millenium ini mengenai stok pemain asli Makasaar yang mampu tampil buat tim nasional mungkin banyak yang sudah tau sebut saja Zulkifli Syukur, Hamka Hamzah, Rasyid Bakri, Syamsul Chaeruddin dan yang mungkin menjadi masa depan tim ini yaitu Maldini Palli.
Saya rasa mengenai talenta, sejarah dan prestasi tidak perlu di ragukan buat tim kebanggan saya ini. Mungkin satu-satunya aib PSM dan kota saya ini yaitu Makassar ialah tidak adanya stadion bertaraf internasional. Apa yang kurang dari kota ini ? pembangunan serba megah berkelas internasional telah dan sedang dibangun. Lihat saja bandara Internasional Sultan Hasanuddin yang megah, Trans Studio Makassar yang merupakan indoor theme park terbesar kedua di dunia, Masjid Al Markas Al Islami yang agung yang menaranya tertinggi ke-3 di dunia, Karebosi sebuah lapangan luas yang dipadukan dengan tempat perbelanjaan bawah tanah pertama di Indonesia, pembangunan monorail yang katanya akan rampung di tahun 2016 mendatang, pembangunan wisma negara/kepresidenan dan sederet gedung-gedung tinggi lainnya yang berlomba-lomba mencakar langit Makassar. Tapi yah itu tadi.. Stadion yang layak untuk tim sebesar dan punya sejarah yaitu PSM Makassar. Saya pribadi tidak terlalu bermimpi setinggi langit untuk stadion bertaraf Inrernasional, paling tidak atau minimal bertaraf Nasional dan bisa membuat kami bangga. Namun dibalik itu semua, Makassar yang merupakan kota keempat terbesar di Indonesia ini tidak memiliki stadion yang membanggakan seperti stadion Palaran di Kaltim, Perjiwa di Tenggarong, Harapan bangsa di Aceh atau Jaka Baring di Palembang. Bahakan untuk wilayah Jawa yang notabene hanya kota kecil dan kabupaten memiliki stadion yang bertaraf Internasional, sebut saja Kanjuruhan, singaperbangsa, Gelora Bung Tomo, Maguwoharjo bahkan tim yang bermain di divisi utama Persis Solo punya Manahan Solo. Lalu, Bagaimana dengan Kota Makassar yang notabene Ibukota Provinsi? Yang ada hanya sebuah stadion tua yang dibangun tahun 1957 silam, yakni stadion Gelora Andi Mattalatta yang dulunya bernama Mattoanging. Stadion ini merupakan saksi bagi tim kami menjadi salah satu klub tersukses di Indonesia, PSM MAKASSAR. Lokasi stadion ini dulunya merupakan area perkebunan milik Pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1957, area perkebunan tersebut kemudian diubah menjadi stadion olahraga atas prakarsa Andi Mattalata, mantan Panglima Kodam XIV/Hasanuddin.Pada Masanya, stadion ini pernah menjadi tuan rumah PON ke-4 di Makassar, pernah juga menjadi tuan rumah Piala Champions Asia dibabak 8 besar (semua pertandingan di grup Asia Timur termasuk PSM dihelat di stadion ini) tahun 1999, dan sebelum Stadion utama Gelora Bung Karno dibangun tahun 1962, stadion ini termasuk salah satu stadion terbesar di Indonesia dan sering dipakai untuk menggelar pertandingan sepakbola internasional. Dengan kapasitas penonton hanya 15 ribu, tribun penonton yang tua dan kusam, fasilitas stadion yang ketinggalan zaman serta kondisi lapangan yang rusak menambah kekumuhan stadion Mattoanging. Kalau dulu, tepatnya 50 tahun yang lalu stadion ini masih kelihatan cantik, maka sekarang Mattoanging layaknya nenek tua yang rentah dimakan zaman. Bisa di bayangkan betapa mirisnya “Rumah” dari tim yang tak terbantahkan prestasinya.
Di era Modern saat ini fasilitas stadion dan pendanaan dalam artian budget buat tim sepakbola bagaikan dua mata uang yang tak terpisahkan. Suksesnya sebuah tim tak terlepas dari Fasilitas yang memadai. Salah satunya ialah Stadion.. Praktis untuk renovasi dalam kurun waktu 56 tahun hanya sekali renovasi yang signifikan yaitu tahun 2001 selepas itu hanya “polesan” yang sampai detik ini tak ada artinya. Entahlah siapa yang harus disalahkan. Dalam hal ini apakah pemerintah atau menpora yang tidak melakukan pemerataan pembangunan ataukah pemprov sulsel yang tidak peka akan “kekumuhan” rumah dari PSM Makassar. Kami juga punya orang-orang dengan nama besar di Pemerintahan entah itu di PSSI ataupun di KONI. Tapi, sama saja tidak ada perubahan. Lalu memasuki tahun 2014 saya dibuat jengkel oleh manajemen dan pihak-pihak petinggi yang katanya ingin melihat PSM lebih baik namun buktinya hanya berdebat dengan ego dan arogansi. Hasilnya? Yah.. hasilnya PSM harus menjadi musafir di tanah Jawa. Anda bisa bayangkan satu-satunya tim Sulawesi yang bermain di Indonesian Super League harus mencari tanah sebesar 2 hektar untuk bertanding, dengan meninggalkan rumahnya yang merupakan kota keempat terbesar di Indonesia. Miris, memalukan, memilukan dan memprihatinkan. Itulah ungkapan kegelisahan dan kekecewaan saya terhadap perlakuan orang-orang yang katanya bangga Sulawesi Selatan punya PSM namun tidak ada wujud timbal balik yang benar. Saat ini pihak pemerintah Sul-Sel telah melaksanakan pembangunan stadion barombong yang katanya akan bertaraf Internasional di ujung kota Makassar. Stadion yang sejatinya di harapkan dalam 2 tahun rampung namun molor hingga 3 tahun. Tahun 2008/2009 sempat ada wacana stadion di daerah sudiang tapi urung terjadi karena penyakit politik dari pemerintah yaitu korupsi.
Terakhir dari saya mungkin sudah lama saya menjadi pencinta dan bisa di bilang sudah menjadi darah daging saya mencintai klub lokal yang notabene kebanggan bagi kami pencinta sepakbola Makassar. Kami rindu dengan masa atau era PM Makassar yang dulu kami pun iri dengan tim-tim di kalimantan dan daerah Jawa yang masyarakatnya berbaur dalam suatu venue yang layak dan mampu memberikan loyalitas terhadap tim kebanggaannya. Mungkin yang bisa diingat bahwa tim ini punya sejarah, punya nama, punya kualitas dan punya harga diri. Jangan karena hanya stadion yang layak saja kami tidak memilikinya dan layak melihatnya. Tolonglah, Bung Karno pun pernah bilang “Jangan sekali-sekali melupakan sejarah.. Kita ada hari ini karena sejarah” EWAKO PSM.. Jaya selalu sepak bola Indonesia..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H