Mohon tunggu...
Surya Syaputra Sabir
Surya Syaputra Sabir Mohon Tunggu... lainnya -

Prasangka di ufuk rindu ~ Daarul Asnaan ~

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tv One “Overdosis” Prabowo-Hatta, Metro Tv “Kecanduan” Jokowi-JK

31 Mei 2014   05:08 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:55 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pembaca yang budiman ada yang mengatakan bahwa politik itu ngeri dan berbahaya. Tampaknya hal itu yang melanda negeri kita di saat pesta demokrasi untuk pemilihan capres dan cawapres akan dimulai. Dalam situasi ini, hal yang cukup naif bagi saya adalah stasiun TV yang “kesetrum” patrai tertentu. Namun hal itu bukan rahasia lagi, mari kita buka sedikit tentang kedua stasiun TV tersebut.

Ada cerita menarik di balik siaran langsung televisi beritadalam ajang Pilpres 2014. Dukungan berbeda antara pemilik kedua stasiun televisiberitatvOnedan MetroTV tampak pada pemberitaan.Kemarin, MetroTV menayangkan pendaftaran duet capres-cawapres Joko WidododanJusuf Kalla,tvOnememilih menyiarkan langsung deklarasi Prabowo-Hatta Rajasa. Kita pun tahu kalau TV One adalah milik Aburizal Bakrie alias bung ARB. Dia adalah bos Viva Group yang memiliki TV One, Anteve, dan juga Vivanews.com yang notabene ketum dari partai Golkar yang memutuskan berkoalisi dengan pasangan Prabowo-Hatta. Sementara itu setali tiga uang, Hary Tanosoedibjo yang saat ini berbelok pada kubu Prabowo, tak lain tak bukan adalah bos MNC Group yang menaungi Global TV, RCTI, MNC TV, Sindo TV, Koran Sindo, Okezone.com, dan Trijaya FM. Sementara Metro TV milik Surya Paloh dari partai no.urut 1 tersebut yang memutuskan berkoalisi dengan kubu PDIP dipastikan “kecanduan” Jokowi-JK bisa dilihat hampir dari pagi hingga pagi lagi hanya wajah Jokowi dan pak JK yang mondar mandir bahkan iklan Jokowi pun hanya ada di METRO TV.

Jika diperhatikan TV One lebih rajin mempublikasi kabar mengenai pasangan Prabowo-Hatta ketimbang Jokowi-JK. Sebaliknya, Metro TV rajin memberitakan Jokowi bahkan cenderung “anti” kubu Prabowo. Bagi stasiun TV ini mereka dilema besar. Sebelum ada kandidat capres dan cawapres kedua stasiun TV ini sangatlah netral bahkan keduanya sempat memberitakan hal yang sama terkait money politik dan kampanye hitam saat pemilu legislatif bulan lalu. Tapi hal itu berubah sejak adanya koalisi partai yang memastikan ada pemegang saham TV pada koalisi tersebut. Ibaratnya takut majikan, jadi berita untuk si pemilik TV yang bergabung dengan koalisi tersebut porsinya harus lebih banyak ketimbang kandidat capres lain. Keberpihakan media televisi ini semakin jelas setelah arah koalisi (kubu politik) diketahui publik.

Keberpihakan yang dimaksud adalah pemberitaan tentang capres tertentu yang diberitakan dalam porsi yang cukup “panjang”. Coba saja perhatikan TV One. Seperti “overdosis pemberitaan Prabowo”. Bahkan untuk deklarasi pendukung pun 2 jam sebelum acara mereka sudah melaporkan kondisi rumah polonia markas pemenangan Prabowo-Hatta. Tapi uniknya, mereka juga tidak bersikap “malu-malu kucing” terhadap lawan capres Prabowo. Soal porsi penayangan Jokowi, memang akan selalu ada tapi sepertinya sedikit. Maklumlah, stasiun televisi juga punya program lain sehingga bagaimanapun segala penayangan harus dibuat rasional.

Sementara itu Secara otomatis, pemberitaan untuk meningkatkan elektabilitas Prabowo dan Jokowi akan tayang di media-media tersebut. Soal seberapa gencar, silahkan nilai dan amati sendiri. Tetapi, secara tidak langsung “sentilan halus” pada masing-masing stasiun TV sangat terasa. Salah satu contohnya adalah getolnya Tempo.co membahas urusan kewarganegaraan “dobel” Prabowo. Selain itu Metro TV juga dalam beberapa acara menyinggung kasus HAM pada saat orde baru 1998 yang kembali menyeret nama Prabowo yang pada pemilu legislatif kemarin nyaris tidak dipermasalahakan. Begitupun okezone atau republika yang tak ragu “mengkritik” Jokowi. TV one bahkan kembali mengorek kerumetan kota Jakarta yang menurut mereka belum ada perubahan signifikan dan Ahok menjadi kambing hitam dalam hal ini. Tentunya dalam tulisan feature, tanpa opini, tapi porsi pemberitaan tentang kedua capres tersebut terlihat “sangat selektif”.

Yang jelas kita harus percaya bahwa media mainstream itu berusaha “sekuat tenaga” untuk menjaga netralitas dan independensi. Kalaupun ada “kepentingan” itu pun ada, tapi dilakukan secara halus. Orang-orang yang bekerja di dunia jurnalistik “pasti” paham akan “dilema” ini. Namun harus diketahui, masyarakat sekarang mulai cerdas dengan sendirinya karena situasi yang memaksa mereka untuk berpikir tentang mana yang baik dan yang buruk. Apapun pembelaan ataupun tuduhan ke setiap capres-cawapres pada masing-masing stasiun TV tersebut tak akan mempengaruhi pilihan mereka nantinya. Mungkin terakhir bagi saya, untuk beberapa stasiun TV yang memegang jarkom pemilu untuk lebih fair dalam memberi berita serta tidak hiperbola dalam menyajikan berita karena sangat lucu disaat kita sering “menelanjangi” diri kita sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun