Saya mengenal seorang pemimpin yang memiliki prinsip seperti diatas. Tidak ada anak buah yang boleh melebihi dirinya. Baik dari sisi prestasi kerja, kemampuan maupun hubungan dengan orang lain. Seakan-akan seorang pemimpin harus berkompetisi dengan anak buahnya. Dalam dirinya akan merasa malu jika memang orang lain lebih menghormati orang yang dia pimpin dan akhirnya tidak mngehormati dirinya sebagai pemimpin.
Prinsip tidak ada yang boleh mendahuluiku banyak dipegang oleh orang-orang di sekitar kita. Seorang yang pandai di kelasnya tidak mau ada orang lain yang lebih pandai. Bukankah kita melihat orang yang paling pandai tersebut cenderung menutupi rahasia kepandaiannya? Apakah dia membagikan buku apa yang menjadi pegangan dirinya bahkan maukah dia meminjamkan bukunya? Saya masih ingat ketika kuliah dulu, orang yang pandai tidak mau kerja kelompok dengan orang yang biasa saja seperti saya. Mereka cenderung menyendiri dan mengaku tidak tahu ketika ditanya suatu permasalahan tetapi bisa mengerjakan ketika keluar dalam ujian. Apakah Anda mengenal orang yang seperti itu?
Kita juga sama-sama tahu seorang pejabat tidak mau digantikan oleh pejabat lain. Bahkan saya juga menemukan seorang pemimpin yang tidak mau penggantinya memiliki prestasi lebih hebat dari dirinya. Bukankah presiden yang sudah turun cenderung mencari kelemahan kalau perlu menjatuhkan presiden yang sedang memerintah? Atau pejabat di departemen tertentu cenderung meninggalkan begitu saja tanpa memberikan jalan yang mulus supaya penggantinya bisa lebih berprestasi?
Apa yang terjadi jika setiap orang memegang prinsip tersebut? Contoh yang paling mudah dipahami adalah di dunia jalanan. Kita bisa melihat ketika ada mobil yang berjalan lambat tetapi tidak mau memberi kesempatan buat mobil di belakangnya melewatinya. Apa yang terjadi? Kemacetan ada di mana-mana. Satu menit dua menit, mobil di belakangnya masih sabar. Setelah itu? Mobil lain mulai meneriakkan klaksonnya. Bunyi keributan pun ada dimana-mana. Bagaimana jika sampai satu jam? Orang mulai stress. Mobil di belakangnya mulai memikirkan jalan lain atau tujuan lain. Mereka mulai keluar dari jalur. Ada yang masih bersabar mengantri di belakangnya tetapi tidak akan bertahan lama. Ada juga yang mulai terbiasa dengan kecepatan rendah sehingga dirinya tidak mampu lagi mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi.
Seperti itu juga yang terjadi di sebuah organisasi yang tidak membiarkan orang lain mendahului pemimpin. Beberapa orang akan membrontak, pembrontakan yang sangat kelihatan. Beberapa lagi akan keluar dan mencari organisasi lainnya. Sisanya hanya diam saja dan menikmati penderitaan mereka. Yang paling dirugikan adalah organisasi itu sendiri. Orang-orang yang memang bagus dan berprestasi akan pergi ke tempat lain atau mereka tidak peduli lagi terhadap organisasi tersebut. Kemacetan ada dimana-mana. Terkadang kita tidak lagi bisa melihat dimanakah penyebab kemacetan tersebut. Suasana yang damai mulai menghilang menjadi hiruk pikuk yang sulit dikendalikan. Si penyebab kemacetan menyalahkan ornag di belakangnya karena mengganggu dirinya.
Prinsip yang saya tawarkan adalah jika kita mulai melamban, menepilah dan beri kesempatan yang lain untuk mendahului. Dalam kehidupan ini, sebagai pemimpin ataupun orang yang berprestasi, kita tetap perlu waktu untuk bersantai. Melamban tidak selamanya berarti kita tidak mampu. Terkadang melamban berarti kita sedang mencari sesuatu yang lain. Misalnya saja ketika saya mencari suatu toko, maka saya akan melamban untuk memastikan saya berhenti di tempat yang tepat dan yang saya cari saya temukan. Dalam konteks kepemimpin bisa jadi si pemimpin melamban karena dia sedang fokus ke permasalahan yang lainnya. Atau sedang mencari potensi pasar yang baru. Bisa juga si pemimpin sedang beristirahat. Sehebat-hebatnya seorang pemimpin pastilah ada saatnya dia melamban.
Lalu apa yang harus pemimpin lakukan ketika dia melamban? Cara yang tepat adalah beri tanggung jawab orang di bawahnya untuk memimpin sementara waktu. Tanggung jawab berbeda dengan sekedar memberikan pekerjaan. Memberi tanggung jawab berarti memberikan wewenang kepada orang tersebut untuk memutuskan yang terbaik. Terkadang tanggung jawab yang diberikan memang sangat besar sehingga wewenang orang tersebut bisa jadi melebihi wewenang kita untuk masalah tersebut. Ketika kita memberikan wewenang ke seorang teman, kita pun siap pendapat kita tidak dipakai. Kita juga harus siap untuk kalah populer dari orang tersebut. Semua itu risiko yang layak kita tempuh demi kebaikan organisasi kita.
Sementara kita memberikan tanggung jawab kita juga harus terus melatih diri kita untuk menerima tanggung jawab yang lebih berat. Seandainya saya tidak ikut dalam pertandingan bulu tangkis (karena saya sedang melamban dan saya menepi) maka disaat itulah saya harus terus berlatih dan bisa fokus terhadat target berikutnya. Ini tetap harus kita lakukan supaya kita bisa mengemudi di bagian depan kembali.
Hanya pemimpin-pemimpin yang luar biasa yang bisa menepi ketika dia melamban. Seorang pemimpin yang tidak sekedar mengutamakan dirinya dan egonya. Seorang pemimpin yang lebih mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan dirinya sendiri. Apakah Anda termasuk di dalamnya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H