Salah satu episode dalam Merdeka Belajar adalah Program Guru Penggerak (PGP) yang menjadi sebuah angin segar dalam dunia pendidikan, membawa harapan baru bagi siswa di seluruh Indonesia. Khususnya di sekolah-sekolah pinggiran kota, di mana siswa berasal dari berbagai latar belakang, seperti dari keluarga petani, nelayan, dan buruh. Merdeka belajar ini hadir sebagai pelukan hangat yang memberikan ruang bagi setiap anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai potensinya.
Salah satu materi dari PGP yaitu segitiga Restitusi, dalam setiap menghadapi siswa yang bermasalah selalu mendahulukan restitusi daripada sanksi. Artinya, ketika siswa melakukan kesalahan, fokus utama bukan pada hukuman, melainkan pada upaya memperbaiki dan belajar dari kesalahan tersebut. Apalagi bagi seorang guru penggerak yang sudah belajar segitiga Restitusi. Tentunya sudah paham, bagaana menerapkan segitiga Restitusi pada siswa dan rekan sejawat. Kalau guru penggerak masih menggunakan sanksi sebagai hukumannya, berarti label guru penggeraknya berubah jadi guru pengerek. Pada prinsipnya restitusi sejalan dengan kondisi sosial budaya di masyarakat pinggiran kota yang lebih mengedepankan nilai gotong royong dan saling membantu.
Di sekolah-sekolah pinggiran kota, penerapan prinsip restitusi ini terlihat dalam berbagai bentuk. Misalnya, ketika seorang siswa lupa membawa tugas, guru tidak langsung memberikan hukuman, melainkan mengajak siswa untuk berdiskusi tentang pentingnya tanggung jawab dan mencari solusi bersama. Atau, ketika terjadi konflik antar siswa, guru akan memfasilitasi mediasi agar siswa dapat saling memaafkan dan belajar dari pengalaman tersebut.
Dengan demikian, Kurikulum Merdeka tidak hanya mengajarkan siswa tentang materi pelajaran, tetapi juga menanamkan nilai-nilai karakter seperti kejujuran, tanggung jawab, dan empati. Hal ini sangat penting bagi siswa yang berasal dari keluarga dengan latar belakang ekonomi yang beragam, karena nilai-nilai inilah yang akan menuntun mereka untuk menjadi individu yang sukses dan bermanfaat bagi masyarakat.
Selain itu, Kurikulum Merdeka juga memberikan fleksibilitas bagi guru dalam merancang pembelajaran. Guru dapat menyesuaikan materi pembelajaran dengan minat dan kebutuhan siswa, serta memanfaatkan sumber daya yang ada di sekitar sekolah. Misalnya, guru di sekolah pinggiran kota dapat mengajak siswa untuk belajar tentang pertanian, perikanan, atau lingkungan hidup dengan cara yang lebih menyenangkan dan bermakna.
Dengan demikian, Kurikulum Merdeka hadir sebagai solusi yang tepat untuk mengatasi berbagai tantangan dalam dunia pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah pinggiran kota. Kurikulum ini tidak hanya memberikan kesempatan bagi siswa untuk meraih prestasi akademik, tetapi juga membantu mereka tumbuh menjadi manusia yang utuh dan berkarakter.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H