Mohon tunggu...
Suryan Nuloh Al Raniri
Suryan Nuloh Al Raniri Mohon Tunggu... Guru - Pengawas Sekolah

Penulis dan Conten Creator

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar Kesabaran dari Penjaga Kantin Sekolah

16 Juli 2024   12:24 Diperbarui: 16 Juli 2024   12:27 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat jam istirahat, kang uyan membeli es teh dalam botol. Tanpa teras tenggorokan kering setelah mengajar dari jam pertama. Apalagi cuaca sedang terik-teriknya. Sambil minum es teh dalam botol, terlihat ada lontong yang dibungkus daun pisang. Langsung ditanyakan kepada penjaga kantin yang biasa dipanggil "emak" , isinya apa, Mak? Karena ada banyak variasi isian lontong, ada oncom dan sayuran. Tapi disini lontongnya diisi sambal, ditambah dengan seblak kering dicampur daun jeruk, tambah pedas saja. 

Penjaga kantin sekolah namanya Ibu Uka, biasa dipanggil "emak" oleh siswa, karena usianya lebih tua dari kang uyan. Beliau seorang janda yang ditinggal mati suaminya sejak 10 tahun yang lalu. Dari hasil perkawinannya memiliki 3 orang anak, terdiri dari 1 laki-laki dan 2 perempuan. Ngobrol di kantin sangat cair, ditemani putrinya yang cantik dan baru saja lulus SMK. Dari kisah ceritanya, terungkap bahwa putrinya baru saja tertipu dalam penerimaan kerja. Uang sejumlah 2 juta, raib entah kemana. Panggilan kerjapun tidak ada. 

Anak yang kedua, Alhamdulillah sudah bekerja disalah satu pabrik sepatu di Subang. Sedangkan anaknya yang laki-laki, ikut bekerja dengan orang lain sebagai buruh bangunan. 

Hasil dari berjualan di sekolah, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mak Uka menjual berbagai macam makanan ringan dan minuman. Ada juga gorengan tempe, tahu dan pisang. Juga minuman dingin yang disimpan dalam sebuah lemari es tinggi. Kalau libur sekolah pendapatannya dihasilkan dari buruh tani dan berkebun. 

Dari kegigihan dan kesabaran Mak Uka, saya bisa ambil pelajaran bahwa dengan sabar dan semangat yang membara untuk menghidupi keluarganya, anak-anaknya bisa lulus sekolah dan bekerja. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun