Mohon tunggu...
Suryan Nuloh Al Raniri
Suryan Nuloh Al Raniri Mohon Tunggu... Guru - Guru

Penulis dan Conten Creator

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menuntun bukan Menuntut

5 Juli 2024   07:18 Diperbarui: 5 Juli 2024   07:20 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah desa yang terpencil, jauh dari keramaian kota dan polusi. Hiduplah seorang anak yang berusia 13 tahun. Andi tinggal bersama neneknya di sebuah rumah kecil yang dindingnya dari bambu. Setiap hari, sang nenek sudah bangun dari jam 3 untuk menyiapkan lontong yang harus diantarkan pada penjual tahu. Sedangkan Andi sibuk membantu dengan mengambilkan air dari sumur yang masih ditimba. Kegiatan tersebut berlangsung sampai jam 6.30. Karena pada jam tersebut harus berangkat ke sekolah. 

Perjalanan yang jauh harus ditempuh Andi untuk sampai di sekolah, menaiki bukit dan menuruni lembah jadi petualangan tersendiri setiap hari, hanya demi sekolah. Menjadi tentara merupakan cita-cita yang impikan Andi, menurutnya dengan menjadi tentara dapat menjaga kedaulatan negara dan mencari ayahnya yang hilang. 

Ruang kelas yang sudah kusam catnya menjadi tampilan sekolah terpencil. Setiap tahunnya siswa yang mendaftar hanya 20 orang. Padahal sekolahnya berada di kecamatan. Keseharian Andi di sekolah, hanya di ruang kelas untuk belajar dan lapang sepakbola saja untuk olahraga. Keterbatasan guru dan sarana menjadi tantangan tersendiri bagi sekolah.

Karena tidak ada kiriman guru yang mau ditempatkan di sekolah tersebut.

Tepat pukul 11.00 bunyi lonceng pulang terdengar sampai kelas. Para murid bergegas merapikan bukunya agar segera pulang ke rumah. Tidak biasanya bel berbunyi. Ternyata pada waktu itu, cuaca buruk sudah mau turun hujan. 

Setengah berlari, Andi menuju rumahnya. Angin kencang disertai petir menyambar saling bersahutan seolah-olah diatas kepala. Sesampainya dirumah, 

"emaak-emaak", tanya Andi.

Semua penjuru rumah didatangi oleh Andi untuk mencari emaknya. Tidak juga ditemukan. Menjelang maghrib, salah seorang warga yang mencari kayu datang ke rumah Andi untuk memberikan kabar, bahwa emaknya dibawa ke puskesmas karena terjatuh saat mengantarkan lontong dan nyawanya tidak tertolong. Saat itu, Andi terkulai lemas tanpa berdaya. Nenek yang sangat disayanginya telah tiada. Semangatnya hancur luluh lantah. 

Menjalani hari-hari berikutnya setelah kepergian neneknya, Andi mogok sekolah. Wali kelasnya sampai mendatangi ke rumah Andi. sang guru menuntun Andi agar semangat belajarnya kembali membara. Akhirnya dengan bujukan dari sekolah, Andi mau sekolah lagi. Pihak sekolah memfasilitasi Andi untuk menginap di sekolah. Dengan semangat membara demi cita-cita dan tuntunan dari para guru.  Akhirnya Andi dapat menamatkan sekolah sampai SMA dan keterima jadi 

tentara. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun