Untuk Anggita, Arifa, Rahmalia, Rahma, Rani, Afril, Echa, Yayuk, Verika, Fatma, Farah, Junita, Fuade, Maul, Syahrul, Faras, Jane, dan Ayak
Terbatasnya waktu membuatku tak mengenal secara baik setiap orang dari kalian. Namun aku selalu meyakini bahwa kalianlah 18 petarung yang paling tangguh itu. Kalianlah 18 petarung yang terpilih karena kuatnya tekad dan semangat
Terbatasnya waktu membuatku tak bisa menemani setiap tahapan petarungan yang kalian siapkan. Aku hampir selalu tak bisa menemani kalian melewati puluhan dialog tak ringan di ruang meeting virtual yang itu pasti sangat melelahkan. Aku tak bisa menemani kalian melewati puluhan jam tidur yang terlewat atau bahkan jam makan yang tidak tepat. Aku tidak selalu bisa memberi jawaban atau sekadar menenangkan saat kepala kalian riuh sesak dengan pertanyaan atau bahkan kegamangan
Bulan-bulan lalu, aku bahkan tak punya kesempatan untuk menemani kalian menengok pulau yang kata orang kaya raya itu. Aku tak punya kesempatan menemani kalian menyusuri jalanan Pangkal Pinang, mencoba mie bangka ter enaknya, menikmati pempek atau otak-otak legend nya, atau bahkan untuk duduk sejenak menyaksikan keindahan lautnya. Aku tak punya kesempatan menemani kalian menyiapkan banyak hal,bertemu banyak orang, atau bahkan menganalisis banyak kesulitan.Â
Ya, aku hampir selalu tak bisa hadir menemani kalian menyiapkan banyak hal di setiap tahapan pertarungan ini secara fisik. Namun, aku selalu mengikuti setiap potong cerita kegiatan yang kalian telah lakukan. Tentang kalian petarung terbaik yang selalu menjadi contoh dari banyak petarung lainnya. Tentang kalian yang berhasil mendorong banyak orang itu melakukan banyak hal baik untuk lingkungan maupun masyarakat rentan. Memang tak selalu mulus dan jauh dari kata sempurna. Namun sama seperti semesta, aku menyaksikan bahwa kalian tumbuh menjadi 18 petarung yang paling tangguh.
Meski tak selalu pandai menyampaikan, aku sungguh bangga memiliki kalian
Hari ini aku menangis di depan kalian. Hari ini, aku menyaksikan kalian pun menangis. Hari ini kita menangisi hal yang sama. Tentang kita yang harus mengakui kalah bahkan jauh sebelum pertarungan berlangsung. Tentang kita yang dipaksa menjadi pecundang tanpa sempat mengeluarkan kemampuan dan persiapan terbaiknya. Kecewa, marah, sedih, atau kita bahkan tidak tahu perasaan apa yang sedang kita punya. Kita hanya tahu setiap masing-masing dari kita sedang tidak baik-baik saja.
Mungkin masing-masing dari kita sedang mempertanyakan tentang hasil yang tidak akan mengkhianati usaha. Mungkin masing-masing dari kita sedang mempertanyakan tentang keadilan langit yang katanya berjuta bentuknya.
Ya, keadilan langit memang berjuta bentuknya.Â
Sang bijak berkata, bila yang terjadi bukan sesuai yang kita mau, bukan berarti itu tidak adil. Bila yang terjadi bukan sesuai yang kita inginkan, bukan berarti itu tidak baik bukan?Â
Manusia seperti kita memang terbiasa mengkotak kotakkan banyak hal menjadi sempitnya. Manusia seperti kita memang terbiasa membuat definisi-definisi sendiri. Tidak bahagia bila yang terjadi bukan sesuai keinginan kita. Tidak sukses bila hasil yang kita peroleh tidak sesuai mau kita. Padahal kotak-kotak di hidup ini bahkan sebanyak jumlah manusia itu sendiri.Â