Mohon tunggu...
Suryani Amin
Suryani Amin Mohon Tunggu... -

Penyuka jalan jalan dan tulisan tentang perjalanan. Sosiolog, bekerja sebagai Konsultan untuk Adaptasi Perubahan Iklim di lembaga bantuan pembangunan Internasional di Jakarta. Menulis fiksi dan mendokumentasikan perjalanan adalah minatnya diluar pekerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Sepenggal Wajah Makassar di Paotere

18 Maret 2016   07:43 Diperbarui: 18 Maret 2016   07:59 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan tidak  melulu  tentang keindahan  obyek.   Sesekali , perlu  membenamkan diri  pada destinasi yang berbeda.  Jika tertarik   memahami  dinamika  keseharian penduduk  lokal,  pasar adalah tempat yang tepat untuk dieksplorasi.

Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Paotere   sejatinya seperti namanya,  adalah media  bertemu pedagang dan pembeli ikan.   Disini, transaksi  langsung dari tangan pertama – para nelayan tangkap  kepada konsumen. Pembeli utamanya para pagandeng alias pedagang ikan keliling. Biasanya kelompok ini   membeli dalam jumlah cukup banyak untuk dijual kembali.  Namun demikian,  tak kurang   pembeli eceran yang memilih datang langsung.  Daya tariknya,  harga yang miring dan kesegaran ikan.

TPI Paotere  adalah satu dari dua TPI utama di Kota Makassar. Lokasinya di utara Makassar,  mudah dijangkau dengan menyusur bibir Pantai Losari. Tepatnya di Jl. Sabutung Baru, Ujung Tanah.

Pagi masih teramat muda,   bongkar muatan  hasil tangkapan  berlangsung sejak matahari masih malu menunjukkan diri.   Jenis ikan yang jadi favorit pembeli seperti baronang, kerapu, kakap merah  terlihat dominan. Bersama jenis ikan yang berukuruan lebih kecil seperti kembung, layang  dan mairo. Yang disebut terakhir sejenis teri yang  banyak disukai.  Seorang kawan, menjadi saksi  sekawanan     hiu bayi  ikut  dijual disini. Dalam kondisi tanpa sirip. Mengenaskan!    Kami semakin   mahfum bagaimana kampanye penyelamatan species   terancam   tidak menemukan tempatnya. Jika dihadapkan dengan  kebutuhan mata pencaharian jangka pendek.

[caption caption=kapal nelayan bersandar dibawah langit mendung[/caption]

Suhu dingin disertai penanda alam akan turunnya  hujan, memang bukan waktu  terbaik  bagi pembeli.  Meringkuk dalam selimut hangat dalam kamar yang nyaman  mungkin  lebih menggoda  Namun   siklus hidup   harus terus berlangsung   bagi para nelayan tangkap dan pedagang keliling yang menggantungkan hidup  mereka ditempat ini,

Pemandangan pagi   diisi kapal-kapal kayu  yang   bersandar ke dermaga.   Lalu lalang nelayan   memindahkan muatan ikan  dari kapalnya   dari peti  pendingin  atau   keranjang bambu  ke lapak penjualan. Cuaca februari sedang tidak  cukup ramah.  Kabarnya, jika cuaca  bersahabat, jumlah kapal yang merapat  akan jauh lebih banyak. Bersama ikan tangkapan yang melimpah.  Pagi itu,  suasana hiruk pikuk pasar tidak tergambar lugas.  Kebanyakan bergerak  tanpa tergesa.   Memberi kami  ruang yang cukup leluasa menjelajahi sudut TPI yang tidak luas.

[caption caption="warna warni menawan dari aktivitas pagi "]

[/caption]

Kapal-kapal kayu  berukuran sedang berwarna dasar putih seperti berbaris rapi.   Menyatu dengan warna-warni peti wadah ikan.  Beberapa saat kemudian, hujan turun.   Nelayan dan pedagang sigap membalut tubuhnya dengan   mantel .  Sampai  air hujan tumpah semakin deras.   Semuanya bergegas  berlindung dibawah  naungan atap TPI yang tidak berdinding.    Tampias air hujan   terasa dihampir seluruh sisi.    Yang disebut TPI  adalah aula besar  terbuka   beratap tinggi. Dibangun tanpa jarak dengan bibir laut.   Fasilitas pendukungnya berupa dermaga   dan sentra pengisian bahan bakar kecil.

TPI ini memang bukan tujuan wisata yang umum. Wajar  kalau penghuninya tidak familiar dengan jepretan kamera. Jika hendak memotret, berusahalah  sesedikit mungkin menarik perhatian agar tidak  menimbulkan gangguan.  Sesekali perlu berhenti dan memberi jalan bagi para pedagang yang lewat.

[caption caption="bongkar muatan "]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun