Mohon tunggu...
Ahmad Suryani
Ahmad Suryani Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Bebaskan Pikiran Merdekakan Hak Anda

12 Desember 2016   01:20 Diperbarui: 12 Desember 2016   02:25 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Saat nya kita bangun, saat nya saling membahu untuk meneruskan para pahlawan kita yang gugur dalam memperjuangkan Kemerdekaan, yang memperjuangkan NKRI seutuhnya, tanpa harus membedakan bedakan siapa saya, kamu , dan kalian.  mengambil kata perbedaan dan menjadikan rasa syukur dalam mengimplementasikan pada kehidupan bermasyarakat dalam saling mengisi pembangunan sosial dan pemerataan pada lingkungan maupun Indonesia sepenuhnya.

Menerawang kehidupan dahulu, dimana nilai sebuah BBM masih di bawah Rp 1000,- . kendaraan yang masih dapat di hitung dengan sebuah jari pada lingkungan kita tinggal,  dan begitu beratnya pilihan antara membangun sebuah rumah idaman atau membeli beras untuk bertahan hidup.  pada masa itu jelas terlihat sebuah kesenjangan ,dimana sang pemilik harta berlebih bak penguasa pada saat itu, dan dimana si miskin bak hidup dalam belas kasih fana. 

Sekat sekat antara penguasa di pagari dengan materi melimpah , dan kecendrungan mendekati pada kekuasaan otoriter , penekanan pada kaum minoritas yang di jadikan bantalan untuk mencari sela dalam memuluskan sebuah transaksional usaha , dan terciptalah yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.  pagar pembatas untuk menerobos berkehidupan sosial semakin tinggi hingga terbentuknya kelompok dan pengelompokan dalam berkehidupan.

Terjajah dari sisi ilmu pengetahuan, begitu kompleksnya permasalahan hidup hingga yang ada kemampuan bertahan, bergerak dengan kebodohan ruang lingkup pun terbatas , jadi siapa bilang enak jaman ku dulu ,  aman , nyaman dan tentram  itu bahasa kuno dan mengada ada.  siapa yang bisa merasakan kebahagiaan utuh di saat terhimpit dengan pilihan  pilihan yang harus mempertahankan hidup,  siapa yang dapat mampu menahan kejengahan di saat hidup harus selalu berbenturan dengan aturan otoriter yang di sembunyikan dengan senyap, untuk membeli satu sak semen pun pada saat itu begitu sulitnya, duduk berkumpul bersama teman teman pada saat itu pun di awasi dan terus di awasi .

Begitu sulit menerobos pagar sosial berkehidupan hingga terciptalah yang namanya kelompok amoy dan acong. entong dan fatimah, juragan dan gembel. kelompok amoy dan acong membentengi dengan kelompoknya sendiri, sementara kelompok entong dan fatimah pun demikian, sementara sang juragan memanfaatkan keadaan ini untuk memuluskan jalan usaha nya. dan si gembel pun hanya mampu berteriak pada Tuhan. mengapa nasibku seperti ini.

Melewati waktu dan perubahan, saat ini semua sudah mulai terbuka, semua sekat dan pagar tinggi habis terpangkas dengan kematangan berfikir serta berkembangnya kemajuan tekhnologi yang tidak dapat membendung tanggul otoriter, sudah tidak ada amoy, entong atau juragan,  yang tersisa saat ini adalah kekuatan Uang, yang dapat memutar balikan baik dan buruk. sempat mendapati kata Hidup itu perlu Uang, jika tidak ada uang setan pun tidak akan mau mendekat . miris saya mendengar hal itu, jika kembali pada dasarnya seorang manusia terlahir ke bumi dengan telanjang dan tidak memiliki apa apa, bahkan kelak kita kembali pun hanya bermodal kain kafan yang membungkus untuk di kebumikan tanpa harus membawa apapun yang kita kejar di muka bumi ini.

Kepercayaan yang di landasi keikhlasan tanpa embel embel ambisi sebuah hubungan akan tercipta dengan baik, peroses menuju jalannya kebenaran akan terlihat pada kebertahananan hubungan tersebut.  bisa kita hubungkan dengan janji suci pernikahan pada pasangan hidup untuk se iya dan se kata dalam mengarungi bahtera kehidupan. di mana letak perjuangannya untuk menghancurkan pagar dan bisa masuk menembus kepercayaan,  pandanga pertama dan itu merupakan sebuah anugrah terindah yang Tuhan berikan pada umat manusia agar dapat merasakan dan untuk meneruskan sampai di mana hubungan itu berkelanjutan.

Ambisi melekat pada sebuah keinginan besar dan lebih cendrung mendekati pada hal yang negatif, dan lebih menuju arah nafsu yang berlebihan. jika tersampaikan maka kepuasan di luar batas rasa syukur akan selalu melekat  terus dan terus kita akan mengejarnya, jika gagal dalam mencapainya  maka di situ akan timbul sebuah kekecewaan yang mendalam atau keluarlah sifat buruk dari seorang manusia. 

Kembali satu bagian utuh untuk saling membahu , untuk saling mengisi diiringi sebuah ke ikhlasan, maka hal hal yang membentengi pikiran kita sebagai manusia biasa akan berjalan dengan norma dan alam pun ikut mendukung. keseimbangan dan keselarasan akanrsinergy tanpa terlihat ada nya perbedaan. berfikir untuk masa depan bangsa , masa depan generasi penerus bangsa , dengan meninggalkan ambisi leburkan dalam ke ikhlasan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun