Mohon tunggu...
Suryandika Hirawan
Suryandika Hirawan Mohon Tunggu... Lainnya - belum bekerja

hobi: menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pajak Senjata Inklusifitas Bagi Perekonomian

28 Juni 2023   08:00 Diperbarui: 28 Juni 2023   08:09 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Recover together recover stronger, kalimat singkat itu mengandung makna yang sangat mendalam berkenaan dengan inklusifitas, kalimat itu merupakan tagline  G20 forum meeting yang diselenggarakan di Indonesia 1 tahun silam. Inklusifitas sendiri berasal dari Bahasa Inggris inclusion yang artinya "mengajak masuk atau mengikutsertakan"

Dalam kehidupan bernegara inklusifitas berarti Negara wajib melindungi dan mendorong seluruh warga negaranya menuju pada keadilan dan kemakmuran sehingga kebahagiaan seluruh warga negara dapat terwujud. Hal ini bukanlah persoalan yang mudah terpecahkan, karena sudah menjadi hukum alam bahwa pada setiap Negara pasti ada sebagian masyarakatnya yang rentan tertinggal perkembangan zaman, dan salah satu kelompok masyarakat yang rentan tersebut adalah penyandang disabilitas.

Menurut UU No 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual,mental, dan atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan persamaan hak. Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa setiap penyandang disabilitas apapun jenisnya pastilah ia akan mengalami hambatan dalam berinteraksi dengan lingkungan, oleh sebab itu perlulah sarana atau fasilitas umum yang  khusus bagi teman disabilitas agar dapat meminimalisir hambatan itu.

Menurut data BPS RI tahun 2022, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia yang memasuki usia produktif berjumlah 17 juta jiwa, angka tersebut merupakan angka yang cukup besar. Dalam sisi yang lain, angka besar ini bisa menjadi peluang yang baik atau bisa menjadi ancaman. Yang dimaksud peluang disini ialah  angka yang besar itu bisa menjadi roda penggerak ekonomi negara, bila pemerintah mampu mengelola isu ini dengan baik. Untuk menjadikan angka besar ini menjadi peluang, pemerintah harus menciptakan suatu ekosistem berekonomi dan ekosistem sosial yang berfondasi inklusifitas. 

Ekosistem berekonomi yang inklusif, berarti suatu kondisi yang harus  diciptakan oleh  para stakeholder ekonomi yang memungkinkan semua pihak dapat mengakses fasilitas dan sarana ekonomi dengan baik. Contoh fasilitas ekonomi tersebut misalnya fasilitas pembiayaan perbankan, fasilitas bimbingan usaha yang meliputi penyuluhan dalam memulai usaha, bimbingan dalam pemasaran dan seterusnya. Untuk teman disabilitas yang berjiwa entrepreneur, menjadi pengusaha adalah jalan yang baik baginya dalam menjalani kehidupan. Namun perlu diingat jalan menjadi pengusaha bukan merupakan jalan yang mudah bagi semua orang terlebih lagi untuk disabilitas, oleh sebab itu para stakeholder khususnya pemerintah perlu menaruh perhatian yang penuh bagi penyandang disabilitas yang menempuh jalan ini.

Sedangkan ekosistem sosial inklusif adalah suatu  kondisi dalam suatu lingkungan sosial, baik itu di lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat hingga lingkungan kerja yang terbuka dan mendorong disabilitas dapat berinteraksi dan berkarya dengan baik. Dalam lingkungan keluarga, penyandang disabilitas harus dilepaskan dari stigma buruk, misalnya sebagai manusia cacat yang tidak bisa apa-apa, stigma ini perlu dilepaskan agar keluarga yang mempunyai anggota keluarga disabilitas justru dapat memberikan support kepada keluarganya agar dapat berkarya dengan baik. Sedang dalam lingkungan masyarakat yang inklusif pemerintah perlu membuat fasilitas-fasilitas umum yang ramah disabilitas misalnya guiding block (blok penunjuk jalan) untuk tuna netra di trotoar, stasiun dan tempat umum lainnya. misalnya juga penempatan lift prioritas yang diperuntukan bagi teman daksa, dan fasillitas-fasilitas khusus lainnya. Selain pembangunan infrastruktur ramah disabilitas, masyarakat umum juga perlu disadarkan tentang hak-hak penyandang disabilitas di tempat umum.

Sedangkan dalam lingkungan kerja agar kondisi inklusifitas dapat terwujud, pemerintah perlu membentuk regulasi yang jelas dan tegas mengenai hak-hak pekerja disabilitas. Sebab jika sudah ada regulasi yang jelas, maka perusahaan-perusahaan yang hendak memberi pekerjaan bagi disabilitas  sudah mengetahui apa saja yang perlu mereka siapkan untuk pekerjanya tersebut. Pemerintah sebagai regulator juga perlu memberi contoh pada swasta agar bersedia mempekerjakan teman disabilitas, hal ini penting untuk di lakukan agar pemerintah bisa dijadikan sebagai role model bagi perusahaan swasta dalam hal menciptakan kesempatan kerja yang inklusif bagi semua pihak.

Jika pemerintah berhasil menciptakan berbagai ekosistem kehidupan bernegara tersebut berdasarkan fondasi inklusifitas, tentu dampaknya akan positif, jumlah angkatan kerja penyandang disabilitas yang berjumlah belasan juta tersebut akan terserap dalam ekosistem ekonomi Negara. Para disabilitas yang acapkali di stigma kelompok marginal, justru dapat membuktikan dirinya sebagai subjek ekonomi yang berdikari bagi diri dan keluarganya.

Dengan demikian secara otomatis perekonomian Negara dapat tumbuh dengan lebih pesat, karena baik masyarakat umum dan masyarakat rentan termarginalkan dapat maju bersama seiring seirama dengan perkembangan zaman.

Namun jika pemerintah gagal mengelola isu inklusifitas ini dengan baik maka ancaman terhadap perekonomian negara  ada di depan mata, jumlah angkatan kerja disabilitas yang belasan juta tersebut berpotensi menjadi pengangguran. Dampak negatif bagi perekonomian negara bisa berupa perlambatan pertumbuhan ekonomi karena rendahnya pendapatan perkapita penduduk yang akan berdampak pada lesunya kegiatan ekonomi. Anggaran Negara yang seharusnya  bisa dialokasikan untuk program-program yang produktif akan dijadikan pemerintah sebagai program jaring pengaman sosial  untuk masyarakat miskin, dengan demikian APBN menjadi anggaran yang konsumtif dan cenderung menciptakan kondisi ekonomi yang stagnan.

Untuk mencegah kemungkinan hal-hal buruk itu terjadi, pemerintah mulai dari sekarang harus menentukan posisinya secara tegas mengenai isu inklusifitas ini. Pajak sebagai salah satu instrumen utama dalam Negara harus dimanfaatkan seoptimal mungkin, pajak yang merupakan sumber pendapatan utama Negara perlu di genjot kinerjanya untuk dapat mengisi pos pendapatan Negara. Dari hasil penerimaan Negara tersebut, pemerintah perlu mengalokasikan seoptimal mungkin untuk program inklusifitas ini, mulai dari pembangunan infrastruktur, pembentukan kurikulum pendidikan, pembentukan regulasi khususnya di bidang sosial ekonomi, dan seterusnya. Semuanya harus disandarkan pada asas inklusifitas agar dapat merangkul semua lapisan masyarakat. Tentu saja itu semua dilakukan seiring dengan perbaikan  tata kelola perpajakan sehingga dapat memberikan kepercayaan pada masyarakat yang telah menyerahkan uangnya secara sukarela pada Negara. Dalam hal ini pajak bisa dikatakan sebagai penjaga stabilitas ekonomi negara jangka panjang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun