Miris sekali, posisi seorang guru yang berniat untuk menegakkan kedisiplinan pada muridnya berakhir pelaporan oleh wali murid. Seperti yang dialami oleh Pak Akbar, guru honorer di SMKN 1 Taliwang, Nusa Tenggara Barat. Dalam berita online dituliskan kronologis kejadiannya. Berawal dari Pak Akbar yang menyuruh murid-muridnya untuk melaksanakan shalat dzuhur berjamaah, saat itu mereka sedang berkumpul di dekat gerbang sekolah sambil menggendong tas. Karena ajakan Pak Akbar tidak digubris, akhirnya Pak Akbar membawa sebatang bambu yang tujuannya untuk menakuti murid yang tidak mau shalat berjamaah. Akan tetapi, bukannya takut, salah seorang murid berinisial A, malah melotot seolah-olah menantang Pak Akbar. Tanpa berpikir lama, Pak Akbar langsung mencolek tangan A dan punggungnya. Menurut keterangan saksi, murid berinisial A ikut shalat. Tetapi setelah selesai shalat, langsung pulang.
Tidak ada informasi, apa yang dilaporkan A ke wali muridnya. Pak Akbar dilaporkan ke kepolisian dan dituntut Rp50.000.000. Tuntutan tersebut tidak di penuhi Pak Akbar, sebenarnya sudah ada mediasi antara keduanya, tetapi mendapat jalan buntu. Karena wali murid bersikeras menuntut Rp50. 000.000. Sedangkan Pak Akbar hanya bersedia Rp10.000.000. Akhirnya, Pak Akbar tetap menjalani persidangan dan statusnya sebagai tahanan kota. Tuntutannya bertambah menjadi berhenti mengajar dan membayar ganti ruginya.
Banyak pro dan kontra terkait masalah ini. Dilema etika menjadi landasan dalam pengambilan keputusan Pak Akbar. Satu sisi dapat dibenarkan, karena tujuannya mendisiplinkan murid. Satu sisi lainnya disalahkan, karena terlalu cepat mengambil keputusan yang tergolong tindak kekerasan. Semoga ada bantuan hukum dari organisasi profesi, baik itu PGRI, IGI, maupun orprof lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H