Mohon tunggu...
suryana asep
suryana asep Mohon Tunggu... -

nongkrng

Selanjutnya

Tutup

Politik

Setnov Bebas, Panja Basi

9 Februari 2016   14:41 Diperbarui: 9 Februari 2016   15:19 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pengusutan kasus “Papa Minta saham” sudah menginjak bulan ketiga, namun Kejagung masih belum mendapatkan bukti kuat untuk menjerat Setya Novanto dengan pasal pemufakatan jahat. Meskipun Setya Novanto berhasil didatangkan untuk menjalani pemeriksaan, Jaksa Agung masih belum bisa menemukan bukti lain selain dari keterangan Ma’roef Sjamsoeddin ( Eks Presdir Freeport).

Kegagalan Jaksa Agung menemukan bukti baru boleh dikata bahwa pengusutan Setya Novanto atas kasus “Papa Minta Saham” selesai. Sebab minimal harus ada dua alat bukti kuat untuk menjerat tersangka dengan pasal pemufakatan jahat.

Jika merujuk pada terminologi “pemufakatan jahat” sebagaimana disebutkan dalam Pasal 88 KUHP tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa suatu pemufakatan jahat dianggap telah terjadi setelah dua orang atau lebih mencapai suatu kesepakatan untuk melakukan kejahatan tersebut. Namun pada pusara kasus “Papa Minta Saham”,

Menurut Prof. Andi Hamzah, Pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Chaerul Huda menilai, Kejaksaan Agung tidak bersikap arif dan cenderung memaksakan kehendak dalam penanganan kasus “Papa Minta Saham”. Kasus ini bisa diaktegorikan sebagai Pemufakatan Jahat apabila telah terjadi kesepatakan antara kedua belah pihak. Sedangkan dalam kasus ini, kata dia, antara pihak Pertama (Maroef Sjamsoedin) dan pihak kedua (Setya Novanto dan Riza Chalid), tidak ada unsur yang disepakati.

Sebagaimana ditegaskan oleh Prof. Andi Hamzah, pasal pemufakatan jahat tidak bisa digunakan untuk menjerat Setya Novanto, lalu tidak adanya bukti kuat untuk mendukung Jaksa Agung tersangkakan Setya Novanto berarti kasus ini sudah tidak lagi relevan. Lebih baik pemerintah fokus ke agenda yang lebih besar, renegosiasi Freeport.

Sejak Jaksa Agung ngotot usut kasus ini, pemerintah terpecah fokus. DPR yang tadinya selaras dengan pemerintah hantam asing di renegosiasi kontrak karya Freeport kini terlihat sibuk dengan agenda masing-masing. Komisi III DPR pecah kongsi dengan hanya fokus kawal Setya Novanto dengan cara membentuk Panja yang Cuma fokus di kasus Papa Minta Saham. Fadli Zon sebagai motor penggerak utama pembentukan Pansus lebih memilih menyelamatkan Setya Novanto ketimbang meneruskan pemebentukan Pansus.

Kini, jika melihat perkembangan kasus yang menjerat Setya Novanto saat ini, sebenarnya tidak perlu lagi DPR membahas Panja guna menyelamatkan Setya Novanto, toh kasus yang menjerat Setya Novanto minim alat bukti, jadi masih kecil kemungkinan untuk menjerat Novanto menjadi tersangka apalagi menjadi terdakwa. Saat ini status Setya Novanto masih saksi, dan prosesnya pun masih dalam tahap penyelidikan. Tahap penyelidikan saja sudah sulit mencari alat bukti, jadi akan makin sulit untuk ke tahap selanjutnya yaitu penyidikan. Hal yang akan terjadi justru malah kasus ini ditutup karena sudah melewati batas waktu penyelidikan.

Jadi lebih baik DPR kembali ke jalan yang seharusnya, merampungkan pembentukan Pansus guna mensukseskan agenda pemerintah menasionalisasi Freeport.

Source : http://nasional.kontan.co.id/news/periksa-novanto-kejagung-belum-dapat-barang-bukti

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun