Jakarta 12 mei 1998
Pagi itu saya berangkat kerja seperti biasa, dari tempat kost di kawasan Tanjung Duren Timur ke Sunter (kantor). Sebagai karyawan yang belum genap satu bulan bekerja, walaupun dengan kemeja tetapi saya masih menenteng tas ransel yang sama seperti saat kuliah. Pagi itu biasa-biasa saja, tidak ada kejadian yang luar biasa.
 Saat itu saya menunggu bus (no bus saya lupa) dari bawah jembatan penyeberangan samping Untar (Universitas Tarumanegara),  Jl. S. Parman,  menuju Senen, kemudian dilanjutkan dengan Metromini Tujuan Senen-Semper. Berhenti di depan Kampus Ibii (Institut Bisnis Indonesiaa). Demi menghemat karena belum terima gaji, saya jalan kaki menuju kantor.
 Sore, saat pulang kerja, saya menelpon teman saya, sebenarnya wanita yang saya taksir untuk dijadikan pacar, yang kebetulan kuliah di Untar. Dia mengatakan jika di Trisakti sedang terjadi rusuh. Tetapi dia tidak tahu sedang  terjadi apa. Wah gawat pikir saya, gimana saya bisa pulang? Saya sempat memberitahukan kepada atasan saya supaya menghindari sekitar kampus Trisakti.
 Akhirnya saya memutuskan pulang dengan rute sedikit berubah. Setelah naik Metromini Senen-Semper, turun di perempatan Coca-Cola, dilanjutkan dengan naik Primajasa P6 (PuloGadung- Kalideres). Bus padat seperti biasa setiap pulang kerja, tetapi yang agak berbeda adalah banyak penumpang yang memaksa naik. Menjelang perempatan jalan Biak, jalan macet Total tidak seperti biasa. Menjelang Trisakti banyak orang berseragam militer dengan pentungan dan perisai ( tidak tidak memperhatikan dengan jelas apakah polisi atau tentara). Jalan S. Parman ditutup. Saya turun di perempatan S. Parman mau menuju kearah Untar dari samping Trisakti. Saya melihat di atas jembatan layang banyak orang berseragam militer. Karena saya menenteng tas ransel seperti Mahasiswa, menjelang kampus Untar (tujuan saya adalah jembatan penyeberangan Walikota Jakarta Barat) saya di usir oleh seorang Polisi dengan pentungan dan perisai, saya berlari kearah Daan Mogot. Batu-batu seukuran kepalan tangan dan lebih besar lagi banyak berserakan di Jalan S Parman. Sampai saat itu saya belum menyadari apa yang sedang terjadi.
 Akhirnya saya naik Mikrolet 45 untuk menuju Pasar Kopro. Dari Kopro saya memakai ojek menuju Tanjung Duren Timur. Dari penuturan tukang ojek itulah saya tahu jika telah terjadi Demontrasi mahasiswa di Trisakti, menurutnya sempat terdengar suara tembakan, tetapi dia tidak tahu adanya korban jiwa. Dia berpesan jika kamu terlibat demontrasi tolong perhatikan nasib kami. Sesampainya di tempat kost, mama saya sudah tiba dari Kampung karena besok adalah hari wisuda saya.
Â
Jakarta, 13 Mei 1998
Dari tempat kost menuju JCC (Jakarat Convention Center) kami menggunakan taksi. Jalanan sepi, walaupun tidak sangat sepi. Seremoni wisuda berjalan lancar, seperti tidak terjadi apa-apa. Saat tiba waktunya perwakilan mahasiswa menyampaikan sambutan, dia sempat berkata "Kita perlu menyampaikan belasungkawa kepada rekan mahasiswa Trisakti yang menjadi korban kemarin, hidup mahasiswa!" dan spontan mendapat balasan dari kami semua, "Hidup!"
Setelah seremoni wisuda, pembawa acara pengingatkan agar berhati-hati dalam perjalanan menuju pulang. Acara foto-fotopun berlangsung, baik dengan kamera pribadi maupun kamera photographer yang biasa mencari nafkah disekitar acara wisuda, tetapi dengan suasana mencekam.
Akhirnya saya pulang dengan menggunakan taksi ke kost. Menjelang Taman Anggrek saya melihat asap mengepul dari arah utara. Sebelum memasuki Tanjung Duren saya sempat melihat asap mengepul dari arah Trisakti. Saya tidak tahu asal dan penyebab asap dan darimana tepatnya. Menurut supir taksi, hari itu jalanan sangat sepi. Kami tiba dengan selamat di tempat Kost, tetapi hati seorang ibu belum tenang karena kakak saya belum pulang dari tempat kerja. Akhirnya dis pulang juga dari tempat kerja di sekitar Kuningan sekitar pukul 13.00. Dia mengatakan telah terjadi pembakaran beberapa ruko dan pemukulan. Hari itu kami habiskan waktu dikost sambil mendengarkan berita dari radio Sonora bahwa ada kumpulan massa di jalan A, B, Dst, dan pendengar supaya menghindarinya jalan tersebut.