[caption id="attachment_176033" align="alignnone" width="300" caption="Mananggar"][/caption]
Terus terang perjalanan saya menuju Mananggar dilandasi oleh rasa penasaran untuk mengetahui mistis yang dimilki oleh orang Dayak pedalaman. Ditambah lagi kata orang "Kalau belum lihat Mananggar belum ke Kalimantan". Mananggar (Banangar) adalah sebuah air terjun besar di hulu Sungai Landak.
Beberapa teman Dayakpun yang ingin mengetahui mengenai agama Dayak asli berminat datang ke Perbuak (kampung dimana Manangar berada). Karena mereka masih memilki Panyu’gu dan Pabanta’
[caption id="attachment_176036" align="alignnone" width="300" caption="Bannangar"][/caption]
Rute menuju Mananggar sangat sulit karena karena selain jauh dan tidak bisa dijangkau dengan kendaraan bermotor, medannya juga sulit. Dari Ngabang, Ibukota Kab. Landak, kita bisa menggunakan bis menuju Serimbu (54 KM). Tetapi inipun harus melalui jalan aspal yang berlubang seperti kubangan di beberapa tempat. Dari Serimbu kita menggunakan motor air atau yang oleh masyarakat setempat disebut pepet. Pepet Serimbu-Mananggar tidak punya jadwal tetap dan seringkali tidak jalan jika penumpang sedikit atau air sungai surut.
Seperti pengalaman saya, karena tidak kebagian pepet (saat itu semua pepet penuh, karena kampung Perbuak akan mengadakan pesta adat (gawai)). Akhirnya saya memutuskan jalan kaki. Beruntung saya punya teman yang mempunyai tujuan sama. Karena mereka bisa menjadi penunjuk jalan sekaligus guide. Jika tidak, jangan coba-coba melakukan perjalanan sendiri karena rute yang ditempuh harus melalui hutan rimba.
Setelah melakukan perjalan selama 6 jam, dari jarak beberapa kilo sudah terdengar deru air terjun Mananggar. Membuat saya memacu langkah saya supaya cepat tiba. tetapi langkah saya masih kalah dengan teman perjalanan saya yang sudah terbiasa berjalan. apalagi mereka sudah mengenal medan.akhirnya kami tiba di air terjun. Saya benar2 dibuat kaget dan kagum oleh tinggi & besarnya arus air terjun ini. Buihnya terasa dari jarak 100 meter. Saya sempat terbengong menyaksikannya. Terasa nilai magis ciptaan Tuhan. Saya terdiam sambil memandang kagum. Ternyata benar apa yang dikatakan orang selama ini. Dalam hati saya mengatakan ini layak dijuluki "Niagara dari Borneo".
Awal bulan Juli ini akan datang mengunjungi lagi, jika anda berminat japri aj…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H