Mohon tunggu...
Anton Surya
Anton Surya Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengelana

Pengelana

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tapera Lembaga Politik?

1 Juni 2024   09:34 Diperbarui: 1 Juni 2024   09:34 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pungutan iuran Tapera begitu menghebohkan karena menyangkut pungutan yang dikenakan ke hampir semua pekerja di semua sektor di negeri ini. Beban pikiran belum usai setelaha gonjang-ganjing naiknya UKT yang tinggi, PPN yang naik, dan kemungkinan naik harga kebutuhan.  

Kita yang lahir sebagai Generasi X pernah dengar yang namanya Bapertarum yang menurut penuturan kolega saya yang menjadi pegawai negeri di era Orde Baru yang diwajibkan untuk membayar iuran melalui potongan gaji, ternyata tidak membuatnya memiliki rumah melalui skema Bapertarum. Ruman yang dimiliki oleh sang teman merupakan hasil usaha sendiri meski uang yang dibayarkan kepada Bapertarum dikembalikan senilai 6 jutaan. "Bapertrum hanya menyisakan baper beneran, karena tidak sesuai janji yang akan mendapatkan rumah buat peserta." kata beliau sambil terkekeh,   

Saat kuliah saya memiliki seorang teman memiliki proyek di Bapertarum. Karena kampus saya dekat kawasan Blok M, saya sering ditraktir beliau untuk sekedar menemani ngopi di sekitaran Melawai. Menurutnya ada banyak proyek yang sedang di kerjakan di Bapertarum yang nilainya cukup besar, ini tentu mengunakan dana dari pembayar iuran.

Tapera pasti adalah sebuah lembaga yang dididirikan pemerintah yang mana untuk membentuknya dan biaya operasional memerlukan biaya besar. Sebuah lembaga yang membawahi jutaan pekerja tentu memerlukan sumber daya manusia dan sarana pendukung yang tidak sediki. Ini semua pasti dibebankan kepada peserta, sekalipun ada ada bantuan pemerintah, belum lagi operasinalnya yang bertahun-tahun tetap akan membebani peserta. 

Bagaimana dengan skema investasi yang menggunakan dana Tapera yang konon katanya bisa mendapatkan imbal hasil yang besar. sekali lagi kita belajar dari pengalaman di Asabri yang mana bidang investasinya hanya sekedar ada dan akhirnya bisa terjatuh oleh permainan trader kawakan yang sudah malang melintang di dunia Investasi. Saham yang dibeli adalah saham-saham gorengan yang merugikan lembaga. Nilai kerugian sangat besar.

Kita juga tahu bahwa Indonesia masih menjadi negera yang korupsinya tinggi sehingga tidak ada jaminan bahwa Lembaga Tapera akan bebas dari korupsi. Managemen Tapera tidak dijamin akan bebas dari kepentingan politik pragmatis yang akan mengambil keuntungan sekalipun dilabeli "Profesional". 

Jaminan dari seorang Moeldoko tidak bisa dijadikan pegangan karena dia hanya menjabat temporer mengikuti masa jabatan, sehingga sewaktu-waktu bisa turun jabatan dan tidak memiliki kekuasaan lagi, demikian juga dengan jaminan dari pejabat lain. Tapera nantinya adalah lembaga yang mengelola banyak uang sehingga tidak heran akan menarik orang terutama politisi untuk menguasainya. Sementara politik di Indonesia masih membutuhkan biaya besar sehingga para politikus adalah selalu mencari cara untuk mengembalikan modal. Tapera seperti gula yang akan mengundang banyak semut. 

Sebagai Lembaga besar dengan cakupan nasional, Tapera membutuhkan dana besar, dalam hal ini akan ada proyek dari lembaga yang nilainya tidak sedikit, kita bisa membayangkan akan ada banyak orang yang mempunyai kekuasaan tergoda untuk ikutan mengambil keuntungan. 

Jika memang pemerintah mampu dan tergerak membantu perumahan rakyat, mengapa tidak melakukan subsidi langsung, sedang untuk iuran bisa menggandeng bank-bank besar untuk membuat program tabungan perumahan dengan skema yang diatur daripada membuat lembaga besar yang hanya menambah biaya dan birokrasi ? Bank-bank BUMN maupun swasta terbukti mampu menjadi bank yang menguntungkan, selian dengan masuknya dana Tapera akan memperkuat permodalan bank nasional yang masih tergolong kecil dibandingkan bank dari negara tetangga yang notabene negara yang lebih kecil dari Indonesia. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun