Jika kita mengunjungi Kalimantan Barat, maka kita akan menemukan masjid peninggalan kesultanan yang pernah berkuasa di Kalimantan Barat. Masjid-masjid tersebut  memiliki sejarah panjang di Kalimantan Barat. Arsitektur masjid tidak seperti masjid kebanyakan yang mempunyai kubah bulat tetapi berakulturasi dengan budaya lokal berupa tempayan terbalik.Â
Tempayan terbalik sebagai simbol pertobatan karena tempayan adalah tempat menyimpan tuak yang digunakan untuk mabuk. Masjid-masjid tersebut terletak bersebelahan dengan keraton sebagai sarana syiar Islam. Hingga kini masjid-masjid tersebut masih dipakai sebagai sarana ibadah dan syiar Islam.Â
1. Masjid Jami' Pontianak
Masjid ini dikenal sebagai Masjid Sultan Syarif Abdurrahman berdiri sejak tahun 1771. Berdirinya masjid ini bersamaan dengan berdirinya Keraton kesultanan Kadariah Pontianak sekaligus berdirinya kota Pontianak. Terletak di muara Sungai Landak menuju Sungai Kapuas. Mempunyai kubah berbentuk tempayan terbalik dan semua banguna termasuk atap terbuat dari kayu Belian (Ulin).Â
2. Masjid Sultan Ayub Sanggau
Kta beralih 200 kilometer dari Pontianak terdapat masjid tertua di Kabupaten Sanggau yaitu Masjid Sultan Ayub. Terletak tidak jauh dari Keraton Suryanegara Sanggau. Terletak di muara Sungai Sekayam. Masjid ini berdiri taun 1825-1830, Masa lima tahun tersebut merupakan waktu pemerintah Sultan Haji Abang Muhhammd Ayub Paku Negarabin Abang Usman bin Abang Tabrani bin Abang Saka Bin AbangMuhammad Jamaludin.Â
Suasana indah Sungai Kapuas membuat masjid menjadi tempat yang pas untuk Ngabuburit. Kubah Masjid berbentuk persegi dengan ujung berbentuk tempayan terbalik. Bangunan masjid memiliki 4 tiang dari kayu Belian (Ulin). Â Atap terbuat dari potongan Kayu belian (Ulin).Â
3. Masji Jami' At-taqwa Sekadau
50 Kilometer dari Kota Sanggau kita akan menjumpai Masjid Jami' At-Taqwa Sekadau yang berdiri sejak 1804. Masjid ini diidirikan oleh Sultan Anum dari kesultanan Sekadau. Bangunan masjid berukuran 15,5M X 14,5M. Di dalam masjid terdapat empat pilar yang terbuat dari Kayu Ulin (Belian) yang melambangkan empat suku (Dayak, Tionghoa, Jawa dan Melayu), sehingga nama-nama pada empat tiang tersebut masing-masing, Hanan, Burhan, Manan dan Dayan.