Anda mungkin tidak pernah mendengar kalimat "Adil Ka' Talino, Bacuramin Ka' Saruga, Basengat Ka' Jubata". Itu adalah semboyan dan salam Suku Dayak. Orang Dayak adalah orang yang sangat menjunjung tinggi adat dan budaya. Bagi mereka adat istiadat adalah harta yang tidak ternilai.Â
Orang Dayak adalah masyarakat yang guyub (suka bermasyarakat) dan religius. Sikap itu tercermin dari semboyan Adil Ka' Talino berarti adil kepada sesama manusia.
Manusia yang tidak adil merupakan aib bagi orang dayak sehingga jika terjadi permasalahan orang Dayak akan menyelesaikan melalui musywarah dan mufakat adat. Sidang peradilan adat adalah jalan untuk menyelesaikan semua persoalan secara adil.
Setiap desa di Kalimantan Barat sebagian besar mempunyai Timanggong (Tumenggung) adat yang dipilih karena memiliki pengetahuan tentang hukum adat dan mempunyai pandangan yang luas serta tidak memiliki cacat moral dan selalu bersikap adil.Â
Bacuramin Ka Saruga secara harfiah berarti bercermin ke Surga. Tetapi makna lebih mendalam adalah manusia harus selalu memandang Tuhan dalam setiap, sikap, ucapan dan tindakan. Manusia tidak bisa sembarangan dalam melakukan sesuatu karena ada hukum Tuhan yang mengatur.
Basengat Ka Jubata secara harfiah berarti menyembah kepada Tuhan. Mengandung makna kita harus selalu mendekatkan diri kepada Tuhan karena manusia adalah hamba Tuhan.
Aspek vertikal dan horisontal kehidupan sebagai manusia tercermin semboyan Dayak, gambaran orang Dayak yang penuh kasih dan religius sangat terwakili pada semboyan itu. Sebagai balasan dari semboyan itu kita harus menyambutnya dengan kata arus, arus, arus yang artinya iya atau amin.Â
Kata-kata itu sendiri berasal dari Bahasa Dayak Kanayatn, salah satu sub suku dayak. Bahasa Kanayatn adalah bahasa Melayu Kuno yang diyakini menjadi akar dari bahasa Indonesia. Sehingga Semboyan Dayak mudah di mengerti oleh orang banyak.Â
Sebelum di tetapkan menjadi semboyan suku Dayak secara umum, kalimat ini sejak lama menjadi falsafah hidup orang Dayak dan mulai sudah sering dipakai  sebagai kalimat pembuka dalam acara atau rapat dewan adat sekitar tahun 1975.
Kemudian di tetapkan secara formal pada tanggal 26 Mei 1985 pada rapat yang diadakan di SMPN I Anjungan yang bertepatan dengan acara Gawai Naik Dango pertama kabupaten Pontianak.