Melihat kesalahan sepele tetapi menimbulkan efek domino. Seperti tulisan Sitty Hikmawatty, banyak dikomentari oleh berbagai media Internasional. Kemudian juga dengan latar belakang pendidikan Musni Umar kita juga patut mempertanyakan kepakaran yang dia miliki. Sebagian orang mungkin herna mengapa seorang yang berpendidikan tinggi bisa mengeluarkan pernyataan yang tidak "ilmiah" atau tepatnya tidak akurat.
Ada sebuah buku yang berjudul Matinya Kepakaran ditulis oleh Tom Nichols. Tom Mengatakan bahwa: "Knowledge for some extent is personal"
Saya sendiri tidak untuk membahas kedua tokoh tersebut tetapi lebih kepada analisa kepada seseorang yang disebut pakar seringkali offside dalam berpendapat. seperti juga pernyataan seorang mentri yang mengeluarkan pendapat bahwa orang kaya harus menikah dengan orang miskin untuk mengurangi angka kemiskinan.
Unsur emosional dan latar belakang seorang pakar sangat mempengaruhi pemikiranya sehingga kemungkinan membuat pernyataan yang tidak sesuai gelar akademik yang disandangnya menjadi sangat terbuka.Â
Era digital membuat kita bisa langsung membaca pernyataan seorang pakar melalui dunia maya. Â Semuanya menjadi terbuka.Â
Unsur ketidak sukaan dan janji akan materi akan menutup seseorang yang disebut pakar untuk mengemukakan pendapat sesuai dengan emosi yang dimiliki. Kepuasan emosional akhirnya terpenuhi meski pendapatanya diluar jalur ilmu pengetahuan
Lanjut Nichols bahwa kepakaran itu tidak selalu bersifat obyektif tetapi juga bisa bersifat politik dan subyektif. Tidak ada jaminan seseorang dengan gelar akademik yang tinggi bakal melakukan sesuatu yang logis.Â
Mereka bisa saja melakukan sesuatu yang tidak logis. Sebagai seorang pakar tentu mereka mendapat panggung dan pemirsa yang luas untuk mengemukakan pendapat. Sebagian pemirsanya bisa saja membenarkan pendapatnya.
Menurut Budiman Sujatmiko, dalam sebuah video Youtube, bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang tidak percaya data dan logika. Masyarakat seperti ini akan membentuk masyarakat yang mistis.Â
Saya perlu tambahkan masyarakat masyarakat seperti ini akan membentuk masyarakat yang cenderung emosional. Kedekatan emosional akan selalu menjadi referensi dalam menentukan apa yang dipilih dan dipercayai.Â
Seorang pembicara (entah pakar, pendeta, ustad atau motivator) yang mampu menyentuh emosi seseorang akan lebih banyak pengikut dibanding pembicara dengan profesi yang sama tapi tidak menyentuh emosi hadirin meski secara keilmuan mereka benar. Unsur emosional menjadi pegangan.. sehingga tidak heran seorang pakar bernama Quraish Shihab kalah dalam menarik pemirsa dibanding seorang ustad Youtube dalam keilmuannya masih dipertanyakan.Â