Mohon tunggu...
Anton Surya
Anton Surya Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengelana

Pengelana

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Dayak Djongkang: The Real Headhunters

9 Januari 2013   04:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:21 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1357705082789969496

Cover Depan

Dayak bagi sebagian orang Indonesia masih menjadi misteri. Djongkang atau yang lebih dikenal dengan Jangkang bagi sebagian orang Dayak masih misteri. Sehingga saat saya menyatakan hendak menikah dengan gadis Jangkang membuat beberapa orang teman yang juga orang Dayak, selalu berpesan “hati-hati dengan kepala koko” hehehe.

Kejam. Sadis. Berani. Hebat. ini beberapa komen tentang orang Jangkang (Djongkang) yang saya dengar langsung. Stereotif ini tidak sepenuhnya benar. Memang sejak dahulu daerah Jangkang terkenal sebagai untouchable termasuk oleh penjajah Belanda dan Jepang karena mereka terkenal berani jika bertempur. Sebut saja Macan Gaink, kemudian digantikan oleh Macan Luar dan Macan Natos adalah ksatria Jangkang yang terkenal sakti dan berani. Julukan macan itu bukan diberikan kepada sembarang orang. Hanya pemimpin yang sudah mumpuni yang bisa menyandangnya. Salah satunya adalah kakek istri.

Sejarah dan perkembangan orang Jangkang yang sebagian besar berdasarkan sumber lisan sudah tercatat dalam buku. Jangkang sendiri tidak pernah lepas kaitannya dengan Kerajaan Sanggau yang saat ini menjadi salah satu kabupaten di Kalimantan Barat. Walau tidak secara telak tercatat Karl Helbig, penulis Jerman, mencatat subsuku dayak di kerajaan Sanggau yang terkenal gagah berani dalam peperangan adalah Jangkang. Merekalah headhunting yang sebenarnya.

Headhunting atau berburu kepala atau yang lebih dikenal sebagai pengayauan. Ngayau berasal dari kata kayau yang berarti musuh. Mengayau adalah perbuatan dan tindak budaya mencari kepala musuh. Perlu diberikan catatan pada apa yang dimaksud dengan tindak budaya. Kedengaran aneh bagi telinga masyarkat modern sekarang ini. Tetapi jika kita mendalami budaya Dayak akan segera mafhum dengan tradisi ini. Prinsip pengayauan atau pemburuan kepala manusia yang harus dijunjung, jika prinsip ini dilanggar bisa berakibat fatal. Macan Gaink yang terkenal sakti sendiri tewas secara tragis karena melanggar adat pengayauan.

Tradisi Jangkang menyimpan sebuah keluhuran dalam menjaga budaya dan alam yang dimiliki. Adat sangat dijaga oleh orang Jangkang termasuk dalam menjaga kerukunan. Prinsip dompu-somang (bersaudara) dengan etnis Melayu sangat dipegang hingga kini.

Beberapa wilayah dianggap “angker” bukan sebagai alat menakuti tapi juga sebagai sebuah peringatan terhadap manusia untuk menghargai alam. Orang Jangkang sangat menghargai alam karena ini perintah tertinggi dari Penompa. Penompa adalah pencipta dari segala yang ada. Ditengah berbagai macam gempuran terhadap alam, Jangkang berusaha teguh untuk bereksistensi dengan alam yang asli.   Hutan keramat di daerah Gunung Bengkawan tetap dijaga supaya lestari.

Pada bagian akhir penulis menggambarkan pertemuan yang indah antara agama Jangkang dengan katolik membuat orang Jangkang mengenal kasih Tuhan dan siap menghadapi persaingan dunia modern.

Ditengah sedikitnya literatur tentang Dayak, secara khusus tentang Jangkang, membuat penulis menggabungkan antara hasil penelitian lisan dan study literatur. Sebagai salah satu subsuku Dayak, Jangkang adalah entitas yang tidak bisa diabaikan begitu saja dalam dunia Dayak. Jangkang memiliki warna dan mewarnai Dayak Indonesia. Sebenarnya masih banyak aspek tentang Jangkang yang perlu dikaji, tapi Masri Sareb sebagai penulis telah mengungkap banyak aspek kehidupan Dayak Jangkang. Selain sebagai orang Jangkang asli dia mempunyai pengalaman dalam bidang jurnalistik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun