Banyak dari studi atau kajian-kajian ilmu politik yang menyebutkan bahwa kebebasan berpendapat adalah pilar dalam demokrasi. Kebebasan berpendapat berperan sentral dalam menjaga kehidupan bernegara dan berdemokrasi. Mengutip dari pendapat John Stuart Mill, kebebasan berpendapat dan berekspresi adalah hak untuk mengungkapkan segala pemikiran dan pandangan tanpa ada paksaan atau hambatan dari pihak lain (Mill, 2022). Oleh karena itu, setiap individu harus diperbolehkan untuk mengutarakan pendapatnya dan menyampaikan pemikirannya tanpa harus dibayang-bayangi oleh ancaman ataupun paksaan dari pihak manapun. Namun, dalam realitanya kebebasan berpendapat atau berekspresi terkadang luput dari prioritas pemerintah.
Kacamata disiplin ilmu politik juga melihat bahwa kebebasan berpendapat memiliki kontribusi besar pada proses demokrasi. Kebebasan berpendapat akan memungkinkan warga negara untuk bisa terlibat dan berpartisipasi aktif dalam proses politik melalui penyampai ide dan kritik sehingga bisa menghasilkan kebijakan publik yang lebih inklusif. Pemerintah juga akan terdorong untuk menjaga akuntabilitasnya ketika masyarakat dan media mengawasi tindakan pemerintah. Dalam hal pengambilan keputusan, kebebasan berpendapat bisa memperkaya perspektif dan menawarkan solusi alternatif untuk pemerintah dalam menyelesaikan berbagai masalah sosial dan politik. Terakhir, sebenarnya masih banyak lagi, kebebasan berpendapat sebenarnya merupakan cerminan komitmen suatu negara demokrasi dalam melindungi dan menghargai hak-hak individu (Barendt, 2005).Â
Indonesia sendiri adalah negara yang tergolong sebagai negara demokrasi. Kebebasan berpendapat pun telah diamanatkan dalam UUD 1945 pada Pasal 28F. Namun dalam prakteknya, Indonesia pernah mengalami era ketika kebebasan berpendapat diredam oleh pemerintah, tepatnya di era Orde Baru. Di era reformasi, kebebasan berpendapat di Indonesia sudah kembali ditegakkan, tetapi akhir-akhir ini justru terdapat kecenderungan yang menunjukkan kebebasan berpendapat dan berekspresi mengalami kemunduran.Â
Salah satu tanda kemunduran demokrasi adalah naiknya pembahasan terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. RUU ini mencakup ketentuan tentang perizinan, konten, serta tanggung jawab penyiaran. Tujuan RUU ini ingin menciptakan sistem penyiaran yang adil dan melindungi kepentingan publik dalam bidang penyiaran. Namun, beberapa isi pasal RUU ini justru terkesan ingin membatasi kebebasan pers dan kebebasan berekspresi dan melemahkan demokrasi (DA, 2024). Kritikus berpendapat bahwa ketentuan-ketentuan ini dapat digunakan untuk mengekang kritik terhadap pemerintah dan membungkam suara-suara yang berbeda pendapat, sehingga melemahkan fungsi kontrol masyarakat dan media terhadap tindakan pemerintah (Detiknews, 2024).
Indikasi-indikasi kemunduran kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia juga bisa dilihat dari beberapa kasus yang ada akhir-akhir ini seperti kekerasan terhadap jurnalis, kriminalisasi opini atau pendapat berdasarkan UU ITE, represif aparat terhadap pembubaran aksi demo, hingga pembatasan kegiatan diskusi publik dan akademik (SETARA, 2023). Bentuk-bentuk ancaman terhadap kebebasan berekspresi juga terjadi secara digital melalui teror spam call, doxing, serangan hoaks, serangan buzzer, zoombombing, hingga hijacking atau peretasan akun media sosial (Komnas HAM, 2022). Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa kebebasan demokrasi di Indonesia saat ini tengah dibayang-bayangi oleh ancaman dan hukuman pidana.Â
Krisis kebebasan berpendapat dan kemunduran demokrasi di Indonesia ini ditunjukkan juga oleh hasil studi Setara Institute for Democracy and Peace dan International NGO Forum On Indonesia Development (INFID). Dalam Indeks HAM di tahun 2023, mereka menilai bahwa Indeks HAM Indonesia di tahun 2023 skornya sebesar 3,7 dari rentang 1 (paling buruk) hingga 7 (paling baik). Kecilnya skor ini salah satunya diakibatkan oleh pelanggaran-pelanggaran terhadap kebebasan berpendapat dan pasal karet yang bisa mengkriminalisasi pendapat atau opini publik yang ada pada UU ITE (SETARA, 2023). Hal ini bisa menjadi sinyal buruk bagi kesehatan demokrasi di Indonesia.
Bahaya kemunduran kebebasan berekspresi pada negara demokrasi adalah hilangnya kontrol masyarakat terhadap pemerintah yang dapat mengarah pada korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan penurunan kualitas kebijakan publik. Tanpa kebebasan berekspresi, masyarakat tidak dapat berpartisipasi secara efektif dalam proses politik, yang pada gilirannya melemahkan legitimasi pemerintahan dan merusak kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi. Selain itu, kemunduran ini juga dapat menghambat perkembangan sosial dan inovasi, karena ide-ide baru dan perspektif alternatif tidak dapat diutarakan secara bebas (Ramadlan & Masykuri, 2022).
Di tengah era digital saat ini, kebebasan berpendapat memang sering kali dikhawatirkan dapat menimbulkan penyebaran hoaks atau pernyataan yang tidak bertanggung jawab. Namun, kekhawatiran ini tidak seharusnya menjadi alasan untuk menghilangkan hak kebebasan berpendapat dari masyarakat. Sebaliknya, tindakan yang tepat adalah merumuskan kebijakan yang mendorong agar pendapat dan opini yang disampaikan di media lebih bertanggung jawab, tanpa mengurangi esensi dari kebebasan berpendapat itu sendiri. Kebijakan semacam ini dapat mencakup pendidikan literasi digital yang lebih baik, penguatan mekanisme fact-checking, serta penegakan hukum yang adil dan transparan terhadap penyebaran informasi palsu. Dengan demikian, kebebasan berpendapat tetap terjaga, sementara kualitas informasi yang beredar di masyarakat meningkat, menciptakan ekosistem digital yang sehat dan demokratis.
Indonesia bisa belajar pada negara-negara dengan demokrasi yang mapan dalam menjaga kebebasan berekspresi. Misalnya, negara-negara seperti Norwegia, Swedia, dan Finlandia yang memiliki perlindungan kuat terhadap kebebasan berpendapat dan pers, serta kebijakan yang mendukung transparansi dan akuntabilitas pemerintah (Kenyon, dkk., 2022). Negara-negara ini menunjukkan bahwa kebebasan berekspresi yang dilindungi dengan baik tidak hanya memperkuat demokrasi tetapi juga mendorong masyarakat yang lebih adil dan makmur.
Kebebasan berpendapat merupakan elemen fundamental dalam demokrasi yang tidak hanya memungkinkan partisipasi publik dalam proses politik, tetapi juga menjaga akuntabilitas pemerintah dan memperkaya kualitas pengambilan keputusan. Kemunduran kebebasan berekspresi mengancam fondasi demokrasi dan dapat mengarah pada penyalahgunaan kekuasaan serta stagnasi sosial. Oleh karena itu, sebagai negara demokrasi, Indonesia seharusnya menguatkan kebijakan yang melindungi kebebasan berpendapat dan berekspresi.Â
Referensi