Bungo satangkai tigo bagai,
Tumbuahnyo dalam Lauik Cino.
Kayu ranggeh di Pulau Jantan,
Tampak nan dari Kuraitaji,
Cincin ameh parmato intan,
Bari mamakai jari kami.
Dari kutipan di atas tampak bahwa dalam pantun muda Minangkabau kata ganti yang sering dipakai untuk orang yang ditaksir adalah Tolan, dan seberani-beraninya paling banter yang dipakai hanya kata sapaan Adiak dan Tuan. Kata cinta dalam arti denotatifnya jarang tersua; yang sering dipakai adalah kata dandam (ingat istilah dendam rindu). Sedangkan untuk si aku lirik dalam pantun-pantun itu, sering dipakai kata kami.
Dalam kebudayaan manapun asmara tak lepas dari kehidupan anak muda, sejak dahulu sampai kini. “Adaik mudo manangguang rindu, adaik tuo manangguang ragam” (adat orang muda menanggung rindu, nasib orang tua menanggung ragam [banyak masalah]), kata salah sebuah ungkapan Minangkabau. Dan jika berbicara mengenai asmara, tentu ada unsur erotismenya. Pantun-pantun muda Minangkabau juga mengandung unsur erotisme itu, tapi sangat bersifat simbolis, seperti dapat dikesan dalam kutipan berikut ini.
Kamuniang di tapi tabek,
Jatuah malayang sularonyo,
Putiah kuniang gigi barapek,