Selamat tinggal Atambua, tiga tahun disana banyak membawa kenangan indah. Saya masih ingat ketika akhir Desember 2012 , menerima surat keputusan yang mengharuskan pindah dari Semarang ke Pulau Timor tepatnya  ke kota perbatasan dengan negara RTL dan tanggal 18 Januari 2013 saya menginjakkan kaki pertama kali di kota Atambua.
Alhamdulillah setelah tiga tahun akrab dengan kondisi pulau Timor, tahun 2016 ini dipindahkan ke Bumi Banua di kota Barabai, kota yang luar biasa kehidupan keagamaannya dan kemandirian masyarakatnya. Dibutuhkan waktu sekitar 3 sampai 4 jam  dari Bandara Samsudin Noor Banjar Baru  untuk sampai ke Barabai, pemandangan berbeda akan kita temui dalam perjalanannya ke Atambua , kalau di Pulau Timor (Kota Kupang) ke Atambua dibutuhkan waktu sekitar 6 jam perjalanan menggunakan mobil travel atau bis, kita akan menemui daerah pegunungan dengan jalan berkelok-kelok terutama ketika akan sampai ke kota SOE, dan tentunya  ada beberapa hal yang tidak akan kita temui ketika ke  Barabai, misalnya sungai kering ketika musim kemarau, air berlimpah ketika musim hujan , juga keajaiban alam yang lain , dimana pohon gundul karena daunnya berguguran ketika kemarau dan ketika hujan turun  untuk pertama kalinya di awal musim hujan, dengan kuasa Allah SWT, pohon-pohon itu tiba-tiba menjadi cantik dan segar dengan tumbuhnya tunas-tunas baru. Tetapi ada yang mengagumkan ketika musim kemarau , ketika pohon lain daunnya berguguran, pohon satu ini menampilkan pemandangan elok dengan bunganya yang merah dan merata diseluruh dahannya dan dia adalah pohon Flamboyan , tentu kita akan ingat dengan  lagunya Laily Dimjatthy.https://youtu.be/6aVx4TwITzw
Beda sekali ketika pertama kali melakukan pertama ke kota Barabai, jalan lurus dan tidak banyak kelokan seperti di p Timor, selama perjalanan kita banyak menemui sungai dengan arusnya airnya yang kecoklatan dan  deras , seakan tidak ada putusnya. Dalam perjalanannya kita menemui  pohon dengan hijaunya daunnya, dan rapatnya rumah penduduk di sepanjang jalan ke kota Barabai. Kita akan melewati kota  Martapura, Tapin dan Kandangan, juga akan melihat pemandangan kemajuan pembangunan kota-kota di Provinsi Kalimantan Selatan yang luar biasa, kehidupan perekonomian perdagangan dan jasa di ketiga tersebut sangat mandiri dan pelakunya adalah masyarakat setempat dan masing2  daerah getol memajukan tujuan wisata andalan daerah masing-masing terutama kota Kandangan dengan kupat Kandangan dan Loksado dengan rafting bambunya.
Pada kesempatan lain akan saya ceritakan perkembangan pembangunan di tempat saya  bertugas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H