Sampai  saat ini, dunia sedang dilanda pandemi COVID-19 yang terus-menerus datang secara bergelombang. Di berbagai negara Jumlah COVID19 sudah mencapai gelombang ketiga. Jumlah penderta yang terpapar  COVID19 di seluruh dunia hampir 260 juta  dan 5,2 juta lebih meninggal dunia. Di Indonesia secara  kmlatif tercatat sekitar 4,2 juta orang terpapar COVID19, 4 juta sembuh, dan 140.000 meninggal dunia. Penyebaran virus ini sangat cepat sehingga negara-negara di dunia tidak siap menghadapinya. Bermunculannya mutasi-mutasi baru silih berganti membuat manusia seolah-olah tidak berdaya. Di awal merebaknya pandemi, terasa ada kepanikan. Namun  dengan adanya usaha-usaha pemerintah Indonesia yang begitu kuat, sungguh-sungguh dan konsisten serta didukung oleh masyarakat  yang mulai mengerti dan menerapkan  protokol kesehatan mulai terlihat berbuah manis di mana-mana. Hal ini telihat dari mulai melandainya insiden COVID19, penurunan angka kesakitan dan kematian akibat COVID19.  Dengan ada perkembangan yang signifikan ini barulah terasa ada keyakinan bahwa COVID-19 ini akan dapat di atasi. Namun disisi lain masih terdapat kelompok paling berdampak dan rentan terhadap COVID19  yaitu  balita dan anak-anak. Anak-anak merupakan salah satu kelompok yang tidak kita sadari merupakan kelompok yang termarjinalkan. Selalu luput dari perhatian dan prioritias kita di Masa Pandemi COVID19. Pertama karena anak-anak sangat bergantung pada orang dewasa atau orang tua sehingga didalam mencari pengobatan anak menjadi sangat tergantung kepada keputusan dari orang tua atau walinya. Kedua anak-anak memiliki sistim imun yang rendah dan sampai saat ini belum masuk kategori yang bisa divaksinasi, terutama anak-anak usia di bawah 12 tahun, setidaknya sampai saat ini belum ada petunjuk tenis untuk itu dari pemerintah atau pengambil kebijakkan. Fakta menunjukkan bahwa angka kesakitan dan kematian COVID19 pada anak mulai meningkat terutama dengan adanya mutasi atau varian baru virus COVID19. Situasi ini bisa lebih buruk apabila tidak dilakukan pastoral dengan baik pada keluarga dan lingkungannya. Segala upaya harus dilakukan untuk menekan angka kesakitan, kematian serta dampak langsung dan tidak langsung terutama pada anak. Misi pelayanan pastoral melalui aksi medis dan non medis menjadi sangat penting di masa pandemic COVID19 seperti sekarang ini. Pelayanan pastoral medis bisa dilakukan tenaga kesehatan seperti dokter, perawat dan tenaga kesehatn lainnya. Pelayanan pastoral non medis dilakukan oleh Gereja dan umat TUHAN.
Pelayanan pastoral terhadap orang sakit dikatagorikan sebagai jenis pelayanan yang memperlengkapi pelayanan yang selama ini telah dilakukan oleh para tenaga kesehatan kesehatan dan tenaga lainnya atau dikenal sebagai complementary therapy. Misi pelayanan pastoral berbeda dengan pelayanan lainnya secara umum, karena pelayanan ini bukan hanya menekankan pada penyembuhan secara fisik saja tetapi pelayanan yang meyentuh seluruh aspek kehidupan manusia, baik secara fisik, jiwa, maupun spiritualnya. Pelayanan ini menekankan pada pelayanan agar manusia saat mengalami sakit dapat memahami rencana Allah dalam hidupnya, bahkan dapat menerima rasa sakit sebagai alat bagi perubahan paradigma dan mampu memperbaiki perilaku mereka agar mereka menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih sehat.
Istilah Pastoral berasal dari kata "Pastor" atau "Pastorate" berarti pelayan yang ditahbiskan. Pastoral dalam Bahasa Indonesia Kontemporer diterjemahkan sebagai gembala. Pelayanan pastoral disebut sebagai "penggembalaan" yang merupakan ekspresi dari penjagaan atau pemeliharaan Allah yang penuh kasih. Misi pelayanan pastoral adalah suatu pelayanan yang dilakukan oleh seorang gembala atau pastor dan bagi anak dapat pula  sebagai guru pengajar bagi anak-anak.  Sehingga seorang pastor atau gembala dengan tugas seorang guru dalam konteks ini adalah untuk membimbing dan mendidik anak-anak pada pengajaran Firman Allah  supaya anak-anak tersebut dapat bertumbuh menjadi anak yang takut Tuhan dan berkepribadian yang kuat.
Pada saat pandemi COVID-19, ketika seseorang  termasuk anak-anak di dalamnya apabila terkena COVID-19, maka mereka harus ditempatkan di dalam ruang isolasi. Saat itu  mereka hanya  akan bertemu dengan tenaga kesehatan seperti dokter, perawat,  atau tenaga kesehatan lainnya. Memang ada pengecualian pada balita atau anak masih kecil akan mendampat pendampingan dari salah satu orang tua atau wali. Namun tetap saja anak menjadi terpuruk karena  terpisah secara fisik dari sanak  keluarga lainnya, teman-teman sebaya termasuk pastor atau gembala mereka. Kanak-kanak bukanlah orang dewasa kecil. Karena  kanak-kanak bukan sekedar bertubuh kecil tetapi terdapat belum matangnya pertumbuhan secara jasmani dan fungsi-fungsi organ seperti pada orang dewasa, juga belum matangnya perkembangan baik secara motorik kasar, motorik halus maupun perkembangan mentalnya. Kondisi ini lebih terasa disaat awal pandemi COVID19, dimana terutama bayi lahir dari ibu COVID-19 harus terpisah lama dari keluarga bahkan ayanya sekalipun, karena alasan medis dan  masih terbatasnya alat diagnostik COVID19 berupa uji PCR yang terpusat di Ibu Kota Negara saja. Lagi-lagi disiini misi pelayanan pastora harus terus terus wajib dilaksanakan dengan memodifikasi bentuk pelayanan pastoral tersebut sesuai dengan kondisi dan kebijakan rumah sakit dimana anak tersebut dirawat.
Pendampingan pastoral yang dilakukan oleh representative Christian memiliki 4 fungsi, yaitu :
1.Penyembuhan (healing) merupakan fungsi pendampingan pastoral yang bertujuan untuk menuntun atau membimbing orang yang dalam kondisi kesehatan mental spiritual yang buruk dan memulihkannya pada kondisi yang baik seperti semula.
2.Penopangan (sustaining) yang bertujuan untuk menolong dengan memberi dukungan pada orang yang mengalami masalah yang mendalam, di mana orang tersebut tidak dapat segera keluar dari masalah tersebut, sehingga orang tersebut dapat dengan tekun menghadapi masalahnya.
3.Penuntunanatau membimbing (guiding) yang bertujuan untuk memberi bantuan kepada orang yang sedang dihadapkan pada beberapa alternatif pilihan yang harus diambil, sebagai keputusan yang penting dalam hidupnya. Pada anak ini sangat penting karena kebanyakan keputusan pada anak dibawah umur diambil oleh orang tuanya.
4.Rekonsiliasi (reconciling) merupakan fungsi pendampingan pastoral yang bertujuan untuk mendamaikan hubungan yang terputus atau konflik antara sesama manusia, atau hubungan antara manusia dengan Allah, sehingga terjadi hubungan yang harmonis kembali. Ketegangan-ketengangan ini akan lebih terasa berat pada saat pandemic COVID19, karena adanya stigma dari orang sekitar terhadap orang tua atau anak itu sendiri yang terkena COVID19. Tidak sedikit dikaitkan dengan adanya dosa atau kemarahan dari TUHAN. Ini akan memperburuk hubungan antar sesasama bahkan buruk  sangka dengan sang Pencipta. Misi pelayanan pastoral menjadi harus lebih giat dilaksanakan, lebih  dari biasanya atau memerlukan extraordinary effort.
Secara garis besar,  pelayanan pastoral kepada mereka yang sakit, terdiri pertama health pastoral care yaitu bantuan religius dan bantuan spiritual bagi pasien dan keluarganya, kedua sosio medis yaitu membantu pasien dan keluarganya secara sosial-ekonomis, misalnya cara mendapatkan layanan BPJS atau mengusahakan dana untuk mereka yang berkekurangan, ketiga konseling pastoral yaitu memberikan pendampingan psikologis dan peneguhan pasien dan keluarganya  didalam menghadapi penyakit. Tenaga kesehatan termasuk dokter anak  serta tenaga kesehatan lainnya pada saat pandemi COVID19 ini tentunya diharapkan dapat menggantikan pastor atau gembala dalam melakukan health pastoral care terutama di ruang isolasi dan pada saat pasien dalam keadaan kritis.
Selain pelayanan pastoral pada pasien COVID-19, kita tidak boleh melupakan pelayanan pastoral pada pasien non COVID-19 yang kena dampak di masa Pandemi COVID19 ini. Pasien-pasien non COVID-19 terutama anak menjadi seperti ditelantarkan oleh keluarga karena adanya rasa takut untuk membawa anak yang sakit tersebut ke rumah sakit. Tidak sedikit pasien anak yang terkena demam berdarah dengue misalnya, sudah dalam kondisi parah ketika dibawa ke rumah sakit. Bahkan ada anak dengan penyakit kritis yang meninggal setelah tiba di ruang gawat darurat rumah sakit. Untuk itu perlu pelayanan pastoral kepada keluarga pasien non COVID-19 dan juga bagi lingkungannya. Peran bermisi dari Gereja menjadi strategis sebagai perpanjangan tangan Allah untuk melawat umatNya, memberi nilai-nilai kristiani untuk perlu ditanamkan seperti nilai adil (Ulangan  6:4-9) dimana orang tua tidak boleh membedakan anak-anak tertentu dan harus menyadari anak itu adalah anugerah dari TUHAN. Nilai lainya yang tidak kalah pentinya adalah nilai lemah lembut (Efesus 6:4). Anak yang dimbimbing dengan lemah lembut akan mapu berkomunilasi baik dengan orang tuanya sehingga keputusan yang tepat dan proses pengobatan dan pemulihan atau rehabilitasi dapat terlaksana dengan baik.
Strategi pelayanan pastoral konseling pada pasien dengan COVID19 adalah dengarkan dengan simpati perasaan yang diucapkan.
Jangan menghakimi perasaan-perasaan yang diceritakan, walaupun terkadang diungkapkan dalam kemarahan, kasihan diri dan kepahitan. Jangan optimis berlebihan dan hindari dari ucapan-ucapan klise. Hindari menanamkan harapan semu tentang penyembuhan atau menyatakan semua penyakit berasal dari iblis. Allah bisa menyembuhkan tapi bisa juga tidak dilakukan tergantung kedaulatan Allah dan Kasih KaruniaNya. Jangan mencegah bila menyebut kematian. Kondisi ini pertanda adanya pikiran yang sehat terhadap hal yang tidak terelakan itu.
Salah satu modifikasi pelayanan pastoral adalah penggunaan audio visual. Selain pendampingan langsung kepada pasien anak dan keluarga, pelayanan pastoral dapat dilakukan lewat audio visual. Tentu ini menjadi efektif bila didukung komunikasi yang efektif dengan penyelenggara kesehatan.
Dampak jangka panjang dari COVID-19 terhadap anak  akibat kehilangan anggota keluarga terdekat, yaitu salah satu atau kedua orang tua,  tidak kalah buruknya. Adanya trauma jangka panjang yang akan dilalui oleh anak  sangat memerlukan peran misi gereja di dalamnya. Misi pelayanan pastoral gereja menjadi sangat berharga untuk menghadirkan kasih Allah dan menjadi terang di bumi ini. Misi Gereja dapat dilakukan melalui pelayanan medis lewat anggota gereja yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan dan non medis oleh anggota gereja yang terkait kompetensinya.
Akhirnya, Gereja bukanlah sekedar gedung yang megah nan mewah, yang isinya penuh kerlap kelip, bahkan ajang pentas "para artis" untuk unjuk kebolehan, tapi sejatinya gereja adalah orangnya, dimana kita harus sadar bahwa fokus dan esensi dari gereja seperti yang yang diteladankan Tuhan Yesus dimuka bumi yaitu bagaimana mengasihi Allah dan mengasihi sesasama manusia sebagai hukum yang utama dan terutama. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari kedua hukum ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H