Reformasi yang dilakukan Mendikbud Nadiem Makariem dalam bidang pendidikan adalah dengan mengganti format Ujian Nasional (UN) dengan format baru bernama merdeka belajar yang salah satu pointnya adalah dengan Asesment Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang akan dilakukan tidak pada akhir jenjang pendidikan, tetapi justru di tengah jenjang pendidikan, yaitu kelas IV, VIII, dan XI sehingga para guru punya waktu setahun untuk mengevaluasi hasil Asesment tersebut.
Selama ini, keberadaan UN memang menjadi momok sendiri bagi para guru dan murid. Kemunculan pertama UN dengan penggunaan nilai minimum sebagai salah syarat kelulusan tentunya membuat streotipe negative dimana penentuan kelulusan seorang siswa hanya di tentukan dalam hitungan jam. Seolah sia-sialah sudah 3 sampai 6 tahun pendidikan yang selama ini mereka enyam jika mereka gagal dalam di hari H. Padahal kegagalan di hari H bisa di sebabkan banyak faktor, baik itu faktor internal seperti gugup sehingga lupa materi, materi yang dipelajari tidak keluar, hingga faktor eksternal seperti tidak terbacanya jawaban siswa di lembar jawaban computer yang dulu dilingkari dengan pensil 2B.
Setiap tahun, standar nilai minimum pun mulai dinaikkan perlahan dengan berbagai perubahan lain tentunya, menyesuaikan keadaan dan situasi di lapangan agar bisa mencapai titik yang idel dan berkeadilan baik bagi siswa dan guru di seluruh pelosok Indonesia.
Dalam tulisannya pada kompas jumat 20 Desember 2019, mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Moh Jusuf Kalla mengatakan UN adalah cara untuk memperbaiki mutu dan pemerataan pendidikan di seluruh Indonesia agar Indonesia memiliki standar pendidikan yang sama. Dengan UN, siswa tentunya akan di tuntut dan di dorong untuk belajar lebih keras agar bisa lulus dan melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Arti Pendidikan
Saya disini bukan sebagai pakar pendidikan. Tapi ketika membaca artikel tersebut saya mulai bertanya dan menelaah, apa sebenarnya arti dan goal dari sebuah pendidikan.
Apakah pendidikan hanya soal angka yang di tulis dengan pulpen berwarna merah atau hitam diatas buku rapot ??
Apakah pendidikan hanya mengenai lulus dan tidak lulus, nilai minimum, dan deretan angka di atas kertas atau buku rapot ?
Bagi mereka yang pernah merasakan system caturwulan, mungkin tidak asing dengan pelajaran PPKN hingga PLKJ. Ketika saya seolah dulu, saya ingat ada soal-soal teori yang seperti menekankan pada kehidupan kita secara social dan moral.
Misalnya gambar seorang nenek yang hendak menyebrang, lalu pertanyaannya "apa yang akan anda lakukan jika melihat hal tersebut ?" atau "Apa yang akan kita lakukan jika menemukan sebuah dompet di jalan?"