"Pak nanti kita nonton striptise yukk.. Nanti ada thu yang kaya L** " (menyebut nama seorang rekan kerja, menunjuknya dan berjoget joget layaknya seorang penari striptise).
Percakapan diatas baru saja terjadi di depan muka saya, yang hanya di response dengan tawa dan senyum beberapa rekan kerja lainnya, kecuali saya. Percakapan seronok yang biasa di perbincangkan para laki laki sebenarnya mungkin merupakan hal yang biasa yang sudah saya dengar. Hanya saja, bagi saya percakapan yang saya tulis di atas lebih ke arah pelecehan seksual.
Iya pelecehan yang mungkin tak langsung menyerang dan menyentuh fisik, seperti meraba atau mencolek, tapi pelecehan yang di lakukan melalui ucapan dan gerakan yang tak pantas. Objeknya jelas adalah rekan kerja saya sendiri. Secara tak langsung, orang yang mengatakan kata kata di atas seperti membayangkan rekan kerja saya bergoyang striptise dengan mengatakan "ada yang kaya L** " yang kemudian diikuti dengan gerakan menunjuk dan  begoyang tak karuan. Â
Entah sudah dianggap biasa atau mungkin malas menanggapi dan malas ribut, seorang yang menjadi objek pelecehan sexual non verbal tersebut biasanya hanya bisa diam sambil menelan ludah,-entah sadar atau tidak kalau ia sudah menjadi korban pelecehan sexual- Â sementara si pelaku tertawa lebar atau malah merasa bangga.
Patut di garis bawahi, bahwa pelecehan sexual tak harus selalu yang berhubungan dengan hal hal yang bersentuhan secara fisik, namun ucapan dan tindakan pun bisa di sebut sebagai pelecehan seksual. Dalam sebuah blog yang pernah saya baca, seorang wanita menceritakan bagaimana ia menjadi objek pelecehan ketika ia sedang menaiki tangga dan laki laki yang berada tepat di bawah tangga tersebut sengaja mendongak ke atas, yang pastinya dengan maksud melihat dalaman wanita tersebut.
Sadar atau tidak, masyarakat kita sebenarnya sangat dekat dengan pelecehan sexual, dan yang saya kuatirkan malah sudah menganggap hal tersebut adalah hal yang biasa dengan alasan bercanda. Mencolek bagian bagian seperti pinggul atau mungkin ketiak --yang notabene dekat dengan payudara- sudah menjadi pemandangan yang biasa dan sering terlihat. Ya, kalau memang maksudnya benar benar bercanda, tapi apa iya bercanda?
Sebagai seorang yang hanya bisa geleng geleng melihat hal tersebut, saya hanya menyarankan agar para pelaku 'bercanda ' tersebut tidak didiamkan. Toh, biasanya para pelaku setelah melakukan hal tersebut langsung tertawa, padahal sejujurnya tidak ada yang lucu dari hal tersebut. Tidak perlu teriak jika memang merasa si pelaku masih teman/rekan kerja, marahi di depan umum harusnya cukup untuk membuat urat malunya kembali tersambung.
Mendiamkan dan hanya menahan napas ketika menjadi objek pelecehan hanya akan membuat si pelaku menjadi kebiasaan, dan menganggap si korban murah dan bisa di ajak ngamar. Jangan jadikan bercanda yang menjurus ke arah pelecehan menjadi sebuah kebiasaan. Jika terus didiamkan dan menjadi kebiasaan, jangan tanya apa yang terjadi selanjutnya. Besok besok tentunya si pelaku akan semakin asik dan merasa aman dengan apa yang di lakukannya. Gak mau kan di anggap murahan dan biasa di ajak ke ranjang ??
Note : Silahkan anggap saya lebay..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H