“Ibu kamu.. ?? “
“Iya..” aku mengangguk pelan dan pasrah. Ya, kamu orang yang paling tahu se protective apa ibuku padaku, dan mungkin kamu adalah orang yang paling beruntung di muka bumi yang diizinkan ibu untuk bertemu denganku, masuk ke kamarku, hingga dibuatkan kunci rumahku agar kamu bisa bebas bertemu denganku sampai kita dewasa seperi ini. Iya, ibuku sangat mempercayaimu, lebih dariku. Entah karena nama panggilan kita yang memang hampir sama, atau memang karena kau anak tetangga sebelah. Aku bahkan yakin ia akan percaya dan kemudian pingsan jika saja kau iseng menelponnya dan mengatakan kalau aku sedang keliling komplek untuk berjualan koran
“Mau coba.. “ ujarmu sambil menyodorkan selembar kertas origami
“Enggak seribu… “
“Aku bantuin.. “
“Enggak.. “
“Satu… ?? “
Aku mengangguk pelan, setuju dengan kata satu yang kau ucapkan. Iya, hanya satu burung bangau kertas dengan sebuah permintaan kecil agar ibu bisa menghilang sesaat, keluar kota, meeting keluar negri, atau apapun itu. Karena jika hari itu tiba, aku ingin keluar dari tanah berukuran 5X11 yang biasa ku sebut rumah ini.
Hanya butuh empat tahun bagi Tuhan untuk menjawab keinginanku di bangau merah yang kugantung di kamarku bersama dengan satu satunya pesawat kertas buatanku yang tak kan pernah dibuang oleh ibu. Ibu pergi sesuai dengan permintaanku, hanya saja Tuhan menjawab keinginanku dengan memberi lebih dan berpesan bahwa ibu takkan kembali. Iya, ibu meninggal karena sakit yang tak pernah aku tahu, penyakit yang di rahasiakan ibu dari aku, yang katanya satu satunya orang yang dia punya.
**
“Lempar pesawat kertas itu ke bawah, ditulis dalamnya, biar aku tahu kamu butuh apa.. “ begitu katamu dihari pertama ibu tak ada ketika kamu akan pergi melamar kerja.