Â
Suara ribut dan berisik di ruangan ini seolah tak menghalangi kita berkomunikasi satu sama lain. Aku dapat mendengar suara mu dengan baik, bersih dan sangat jelas. Seolah kita hanya berdua di tengah ruangan besar yang berisi ratusan orang ini. Suara MC yang sedari tadi berbicara seperti radio rusak diiringi dengan musik yang menghentak malah tak terdengar jelas. Ya, telinga dan kepalaku lebih focus padamu yang sedang duduk di hadapanku.
“Sori, klo aku bikin kamu malu.. “katamu pelan, sambil menunduk, menutupi ekspresi wajahnmu yang mungkin terlihat tak karuan.
Aku hanya menatapmu tenang. Malu, mungkin itu yang saat ini kau rasakan, tapi tidak bagiku. Sedikitpun aku tak merasa malu padamu, pekerjaan mu, atau apapun yang barusan kau lakukan hingga kau merasa telah membuatku malu. Bagiku, apa yang barusan kau lakukan menunjukkan kalau kau lebih tangguh dari yang kubayangkan. Bukan murahan seperti yang mungkin kebanyakan orang pandang. Paling tidak ada sebuah alasan yang masuk akal bagiku sampai kamu melakukan hal bodoh ini.
10 menit lalu aku hanya bisa terdiam, menahan nafas di pojok ruangan besar ini. Aku hampir tak percaya dengan apa yang kulihat dalam ruangan gelap dengan hanya beberapa lampu sorot kecil yang menyala. Pemandangan yang tak lazim dan tak pernah ingin kulihat, bahkan untuk kubayangkan saja tidak. Aku marah, ketika melihat tubuhmu meliuk, menari dengan luwesnya di depan seorang tua yang terlihat tertawa dengan wajah mesumnya, tangannya beberapa kali terlihat nakal ingin memegang tubuhmu dan selalu kau tepis dengan sambil tertawa, entah apa yang lucu bagimu dari adegan itu sehingga membuatmu tertawa. Beberapa teman dari laki laki tua dan mesum itu mulai mengerubuni mu, suasana remang dan gelap dalam ruangan seolah membuat mereka merasa bebas untuk memegangmu, hingga tawamu tak cukup utuk menutupi wajah risihmu
Kamu tunanganku, seorang yang selalu aku bawa dalam setiap pernikahan teman kantorku. Bahkan aku yakin, beberapa orang dari ruangan ini mengenali mu dan mengetahui bahwa kamu adalah orang yang selalu ku ceritakan dan kubanggakan. Seorang temanku mendekatiku, melihat ekspresiku, seolah memastikan dirinya sendiri bahwa ia juga melihat orang yang sama. Ia lalu memegang pundakku, dengan maksud menenangkan ku, seolah mengerti apa yang kurasakan saat ini.
Walaupun kamu terlihat samar, tertutup gelap dan remang yang menutupi ruangan ini, tapi aku tahu itu kamu, aku tunangan mu, dan aku hafal betul lekuk wajahmu.
Beberapa menit berlalu, aku hanya bisa menunggumu selesai berkeliling dari meja ke meja, satu satunya cara yang kau lakukan untuk bisa menghindar dari para bandot tua dan laki laki kurang ajar yang ingin memegangmu. Dalam gelap dan suasana remang itu aku melihat wajah kesalmu, serta wajah risih yang kau tunjukkan setiap kali kamu berjalan dari satu meja ke meja lainnya.
Tap..
Lampu ruangan ini menyala dengan terang. Ada Sembilan 9 wanita berdiri di tengah ruangan ini, dengan hanya menggunakan bra sport serta celana pendek, dimana kamu salah satunya. Berbaris rapih ke samping setelah sedari tadi kalian berkeliling dari satu meja ke meja lainnya.
Tak ada yang kunantikan sedari tadi selain lampu yang menyala terang, melihat ekspresimu ketika tahu bahwa sedari tadi ada aku. Kamu terkejut, terlihat gelagapan, terlihat risih dan salah tingkah, dan mulai memandang sekitar, mungkin menghitung ada berapa orang di ruangan ini yang mengenalimu, ya mengenalimu sebagai tunanganku.