Sebagai pengguna media sosial yang aktif, kita kerap kali dihadapkan pada berbagai informasi, mulai dari yang menghibur hingga yang menyayat hati. Salah satu kejadian yang paling membekas di ingatan adalah saat saya menyaksikan video viral penemuan seorang bayi yang dibuang di depan rumah hingga disemuti. Bayi yang malang itu tampak begitu kecil dan tak berdaya berada diantara bahan-bahan material bekas renovasi rumah.
Tindakan keji ini bukan hanya kejahatan terhadap nyawa manusia, tetapi juga menjadi contoh buruk bagi generasi muda. Kita tidak bisa membiarkan hal ini menjadi wajar dimata generasi muda. Perlu langkah nyata dari semua pihak, mulai dari keluarga, sekolah, hingga pemerintah, untuk memberika pendidikan yang tepat tentang nilai-nilai kemanusiaan dan tanggung jawab.
Pada video tersebut terlihat beberapa warga tengah mengevakuasi bayi yang tidak diungkapkan jenis kelaminnya tersebut. Beruntungnya, bayi tersebut masih dalam keadaan hidup. Namun keadaannya begitu miris lantaran tidak mengenakan pakaian. Perempuan dalam video lantas menggendongnya dan memberikan handuk pada bayi itu dan membawanya. Hingga video beredar, belum ada keterangan dimana Lokasi kejadian dan siapa orang yang telah tega membuang bayi tersebut.
Video tersebut dapat viral karena algoritma media sosial. Konten yang bersifat emosional, seperti kasus bayi yang dibuang ini, cenderung mendapatkan banyak interaksi seperti like, komentar, dan share. Ketika suatu isu menjadi viral, orang cenderung ikut-ikutan membagikan informasi tersebut tanpa melakukan verifikasi terlebih dahulu. Hal ini mempercepat penyebaran informasi dan memperbesar jangkauan berita. Berita-berita yang bersifat sensasional dan menyentuh emosi seringkali lebih menarik perhatian dibandingkan berita yang bersifat netral. Kasus bayi yang dibuang ini memenuhi kriteria ini, sehingga mudah viral.
Fenomena penemuan bayi seperti ini merupakan isu sosial yang kompleks dan menyedihkan. Tindakan membuang atau menelantarkan bayi merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang serius dan seringkali dipicu oleh berbagi faktor kompleks. Banyak faktor yang menyebabkan hal ini dapat terjadi. Salah satunya merupakan faktor psikologis, seperti depresi, ketakutan, kecemasan berlebih, gangguan mental, atau trauma masa lalu dapat memengaruhi seseorang untuk mengambil keputusan yang tidak rasional. Depresi dapat menyebabkan seseorang merasa kehilangan harapan dan motivasi, sehingga sulit untuk melihat solusi lain selain menelantarkan bayinya. Ketakutan akan stigma sosial, ketidakmampuan merawat bayi, atau masa depan yang tidak pasti juga dapat memicu perasaan putus asa. Kecemasan yang berlebih terkait peran sebagai orang tua juga dapat membuat seseorang merasa tidak siap atau tidak mampu menghadapi tanggung jawab tersebut.
Banyak orang merasa marah dan geram terhadap orang tua yang tega membuang bayinya. Tindakan ini dianggap keji dan tidak manusiawi. Melihat bayi yang tidak berdaya dan terlantar seringkali menimbulkan rasa sedih dan empati pada banyak orang. Masyarakat juga pasti penasaran dengan alas an dibalik tindakan tersebut, identitas pelaku, dan kondisi bayi setelah ditemukan. Banyak orang merasa prihatin terhadap nasib bayi yang ditemukan dan ingin memberikan bantuan berupa donasi untuk membantu bayi yang ditemukan atau keluarga yang merawatnya. Beberapa ada yang memilih untuk mengadopsi bayi yang ditemukan sebagai bentuk kasih sayang dan kepedulian serta banyak yang memberi dukungan kepada keluarga angkat yang mau mengadopsinya. Beberapa individu atau kelompok masyarakat lain melakukan advokasi untuk memperjuangkan hak-hak anak dan perlindungan terhadap anak-anak yang terlantar.
Stigma sosial seringkali melekat pada kasus penemuan bayi. Kasus penemuan bayi dapat meningkatkan stigma terhadap Perempuan yang hamil di luar nikah dan memicu diskriminasi. Ibu yang membuang bayinya seringkali dicap sebagai orang yang jahat, tidak bertanggung jawab, dan tidak layak menjadi seorang ibu. Bayi yang ditemukan seringkali dianggap sebagai anak yang "bermasalah" atau membawa sial. Keluarga dari ibu yang membuang bayi juga seringkali mendapatkan stigma yang negatif. Kepercayaan masyarakat terhadap sesame dapat terkikis akibat tindakan keji seperti ini. Kasus ini memperkuat stigma terhadap perempuan yang hamil di luar nikah, remaja, dan kelompok marginal lainnya. Mereka seringkali dicap sebagai penyebab masalah dan mendapatkan perlakuan diskriminatif.
Kasus pembuangan bayi memiliki dampak yang signifikan terhadap persepsi publik. Tindakan keji ini memicu beregam reaksi, baik secara emosional maupun intelektual, yang membentuk pandangan masyarakat terhadap berbagai isu sosial. Kasus ini dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap sesame manusia, terutama terhadap orang tua. Pertanyaan seperti "Sampai mana batas kekejaman manusia?" seringkali muncul memicu perasaan tidak aman. Di sisi lain, kasus ini juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap masalah sosial yang lebih luas, seperti kemiskinan, kurangnya pendidikan tentang seks, dan stigma sosial terhadap kehamilan di luar nikah. Kasus pembuangan bayi seringkali mendorong pemerintah dan Lembaga terkait untuk membuat kebijakan baru  atau memperkuat kebijakan yang sudah ada terkait perlindungan anak, kesehatan reproduksi, dan kesejahteraan keluarga. Media massa memiliki peran penting dalam membentuk persepsi publik. Cara media memberitakan kasus ini dapat memengaruhi cara masyarakat berpikir dan bertindak.
Berdasarkan teori imitasi, sebuah konsep dalam psikologi yang menyatakan bahwa menusia belajar dan mengembangkan prilaku melalui proses meniru atau mengadopsi Tindakan, sikap, dan karakteristik orang lain. Kit seringkali tanpa sadar meniru orang tua, guru, teman, atau tokoh public yang kita kagumi.
Kasus pembuangan bayi yang marak terjadi di berbagai wilayah tentu menimbulkan kekhawatiran akan potensi peniruan. Fenomena ini patut menjadi perhatian serius karena dapat memicu tindakan serupa dan memperparah masalah sosial yang sudah ada. Adapun beberapa faktor yang dapat mendorong sesorang untuk meniru tindakan pembuangan bayi ini yaitu publisitas media, kurangnya dukungan sosial, stigma sosial, kurangnya akses informasi, pengaruh teman sebaya, dan gangguan mental.
Kasus pembuangan bayi adalah masalah yang membutuhkan perhatian serius dari semua pihak. Dengan memahami faktor-faktor yang mendorong peniruan dan menerapkan langkah-langkah pencegahan yang tepat, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung  bagi anak-anak. Penting untuk diingat bahwa setiap kasus memiliki konteks yang berbeda. Oleh karena itu, pendekatan yang holistic dan berfokus pada akar masalah sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini secara efektif.