Diam tak berkutik menikmati film yang saya tonton di layar lebar, itulah yang persis saya lakukan saat menonton Dune: Part Two, sungguh a lifetime cinema experience yang apik abis! Pada kesempatan kali ini, saya akan mencoba mengular film ini dengan segala kemewahannya dan juga mengulik sedikit bagaimana sosok pemimpin "Lisan Al-Gaib" untuk para kaum Fremen dihadirkan di film ini.
Obviously, SPOILER ALERT!!!
Penantian panjang saya untuk film ini terbayarkan dengan puas sekali. Ekspetasi saya cukup tinggi untuk Dune Part Two ini, dengan film pertamanya yang saya bisa bilang sukses memikat hati saya dengan fasenya yang lambat dan world buildingnya untuk dunia Dune.Â
Namun, di Dune Part Two ini sungguh berbeda dari film pertamanya, fasenya masih lambat tapi terasa cepat berkat storytelling nya yang apik, runtime nya yang berkisar di 2 jam 40 menitan terasa kurang lama untuk film semassive ini.
Pertama, saya akan membahas dialok dan storytelling film ini. Setiap percakapan di film ini terasa sangat exciting, khususnya saat Paul sudah membuka kekuatan penuhnya menjadi Lisan Al-Gaib/Mahdi/Kwisatz Haderach dan berpidato di seluruh suku Fremen, that scene gave me a fu**ing chill!! membuat saya merinding melihat Paul "Muad'dib" Atreides berpidato. Tidak ada pointless dialok di film ini, semua dialok memiliki tujuannya dan tidak terasa membosankan. Every Dialogue is written like poetry!
Berbagai eksposisi misteri-misteri di dunianya diceritakan secara apik, eksposisi-eksposisinya sebagian besar menggunakan visual yang mamanjakan mata, seperti saat Paul melihat potongan-potongan masa depan jika Ia pergi ke Selatan Arrakis, lalu bagaimana film ini menunjukan Feyd-Rautha sebagai seorang yang psikopat, dan masih banyak lagi. Sungguh, Greig Fraser memang a magician dalam bidang sinematografi.
Fase film ini masih bisa dibilang lambat, namun dengan berbagai aksi yang disajikan membuat film ini terasa cepat dan kurang lama. Setiap act di film ini dbuat secara konsisten dengan dialok yang apik dan aksi yang seru namun bermakna, setiap aksi yang dilancarkan oleh kaum Fremen bukan sebagai hiasan film ini agar menjadi seru namun punya impact tersendiri ke jalan cerita film ini.Â
Berbagai cgi yang hadir juga terbilang mulus bagus walaupun film ini hanya memiliki budget 190 juta dolar US, dibandingkan dengan Antman and The Wasp: Quantumania yang memiliki budget 275 juta dolar US, Thor: Love and Thunder dengan budget 250 juta dolar US, dan Black Widow dengan budget 288 juta dolar US, Dune Part Two ini jauh lebih baik tidak hanya dari aspek visual/cgi, tapi dari semua aspek filmnya.Â
Ini membutikkan bahwa film yang bagus tidak harus memiliki budget yang besar, memang sutradara Dune Part Two ini bukan kaleng-kaleng, yaitu Denis Villeneuve, yang menurut saya sendiri salah satu sutradara terbaik di era sekarang. Apalagi Godzilla Minus One, film yang memenangkan Oscar untuk kategori Best Visual Effect hanya dengan budget kurang lebih 15 juta dolar US saja.
Scoring Dune Part Two adalah sebuah mahakarya, sungguh sebuah scoring yang membuat saya merinding. Padahal untuk scoring Dune Part One saja sudah bagus, tapi di Dune Part Two malah semakin bagus lagi. Hans Zimmer memang mengambil keputusan yang tepat saat Beliau menolak tawaran bekerja dengan Christoper Nolan untuk mengscoring film Tenet. Coba aja deh kalian dengerin sendiri bagaimana epiknya scoring buatan Lord Hans Zimmer 🙌.