Saya sepakat dengan pernyataan Forum Guru Besar Anti Korupsi yang menilai langkah Pansus Angket KPK salah besar dengan mengunjungi para terpidana korupsi di LP Kelas I Sukamiskin Bandung.
Dan yang lebih memprihatinkan adalah pernyataan Ketua Pansus Hak Angket KPK, Agun Gunandjar Sudarsa seusai bertemu dengan para napi itu. "Banyak sekali. Ada yang menyatakan sewenang wenang, ada yang mengatakan pemeriksaan penuh ancaman, penuh dengan intimidasi"
Membaca komentar itu diharian Media Indonesia hari ini, saya prihatin dengan kualitas komentar tsb, itu mencerminkan kualitas yang sangat rendah dibidang hukum sangat rendah, begitu pula moralitas berpolitiknya.
Mari kita simak dengan akal sehat yang paling sederhana. Siapa sih sebenarnya yang menjatuhkan hukuman kepada para terpidana koruptor itu? Apakah KPK atau Hakim. Anak SD pasti dengan gamblang akan menjawab "Hakim".Â
Kemudian, walaupun ditekan, diancam oleh penyidik ketika pemeriksaan, bila dia tidak bersalah, pasti akan dibebaskan hakim. Dan apabila mereka itu bisa membuktikan ancamannya, maka mereka bisa melakukan gugatan, melaporkan penyidik ke polisi, dan penyidik bisa dibawa kemeja hijau. Kalau terbukti melakukan ancaman, penyiksaan, sampai yang mengerikan, penyidikpun bisa dihukum.
Ada beberapa kasus korupsi yang divonis bebas oleh hakim, artinya kewenangan menjatuhkan hukuman adalah hakim, walaupun jaksa KPK menuntutnya dengan penuh keyakinan, tapi kalau hakim menilai lain, ya tidak akan dihukum.
Semestinya semua orang yang berpendidikan cukup tinggi, yaitu minimum strata 1, memahami hal ini. Termasuk pula anggota pansus Hak Angket thd KPK. Maka akan sangat memprihatinkan, bila seorang anggota DPR tidak paham proses hukum di Indonesia spt ini.
Kalau paham, tentu tidak akan ada salah fokus. Seperti judul berita diharian kompas tanggal 7 Juli 2017, "PANITIA ANGKET HILANG FOKUS" Dimana ditulis dalam berita tersebut bahwa 'Kerja Panitia Angket DPR terhadap KPK terlihat tidak fokus dan makin jelas hanya bertujuan untuk melemahkan atau bahkan membubarkan komisi antirasuah itu. Terkait hal ini, ketegasan Presiden Joko Widodo untuk menjaga eksistensi KPK sangat dibutuhkan......'
Saya yakin anggota DPR pasti paham dengan proses hukum di Indonesia. Saya yakin pula bahwa mereka juga tahu kalau mereka tidak fokus lagi, karena mereka juga menyadari bahwa legitimasi pansus hak angket thd KPK adalah tidak jelas. Kalau dibaca dasar hukum yang mereka pakai, yaitu UU MD3, maka mereka sebenarnya tahu kalau hak angket thd KPK itu salah sasaran.
Tapi, kembali lagi masalah moral. Masalah keterkaitan dengan kasus mega korupsi e KTP. Kalau memang tidak terkait, walaupun disebut sebut dalam persidangan, seharusnya tidak panik, tidak mengeluarkan jurus dewa mabuk. Karena bila tidak ikut terkait, maka tidak mungkin akan bisa dijadikan tersangka, apalagi terpidana.Â
Kasus korupsi adalah kasus yang perlu pembuktian yang pasti dan itu hitam putih, beda dengan kasus penistaan agama, suatu kasus yang tidak hitam putih alias bisa ditarik kesana kemari.