Mohon tunggu...
Surya Anom
Surya Anom Mohon Tunggu... -

Lahir di Amlapura Bali, tumbuh sampai remaja SMA di Bali dan setelah selesai SMA melanjutkan ke ITS. Selesai kuliah, kerja di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Gaya Komunikasi Gubernur DKI Jaya, Basuki Tjahaja Purnama (BTP) yang Menjadi Sorotan DPRD DKI Jaya (DPRD)

5 April 2015   20:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:30 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Petikan Tulisan Dari Media

Prof DR Tjipta Lesmana, mantan anggota Komisi Konstitusi diminta oleh Panitia Hak Angket DPRD DKI untuk memberikan pandangan tentang komunikasi politik Gubernur DKI Jaya.

Sesuai dengan tulisan beliau di Koran Rakyat Merdeka, Sabtu, 28 Maret 2015. Mula2 beliau memberikan penjelasan mengenai komunikasi secara umum. Saat masuk ke topik komunikasi yang efektif bagi seorang pemimpin politik, atau penyelenggara Negara, beliau memaparkan tentang bagaimana seharusnya seorang pemimpin berkomunikasi, baik itu berhadapan langsung dengan lawan bicara yang setara, bawahan, masyarakat umum, begitu pula di media.

Saya memetik beberapa poin dari tulisan tersebut :

Pertama, dari perspektif komunikasi politik, BTP dikatagorikan pemimpin yang jelek.

Kedua, ketika sedang marah, sadar tidak sadar, BTP kerap memuntahkan kata-kata kasar, bahkan amat tidak patut.

Ketiga, pemimpin yang baik selalu berupaya merangkul sebanyak mungkin pihak, teman ataupun juga lawan.

Keempat, pemimpin pantang memarahi anak buah didepan orang banyak, apalagi didepan koleganya sekantor.

Kelima, beliau juga mengatakan diforum tersebut bahwa perseteruan antara Gubernur dan Dewan, kemungkinan besar, karena dilatar belakangi oleh kejengkelan dan kemarahan para Anggota Dewan yang sering dituding macam-macam, sehingga rasa sakit hati itu semakin menumpuk dan akhirnya terjadilah “communication breakdown”, putus total tali komunikasi tersebut.

Ada pertanyaan dari pihak DPRD, “apakah peringai komunikasi BTP yang begitu buruk dan menyakitkan kami dapat dipakai sebagai senjata untuk menjatuhkan Gubernur?”  Beliau menjawab secara tegas : “tidak bisa”. “Tapi tingkah laku Gubernur kita sudah keterlaluan, Pak. Masak kita diam saja? Upaya apa yang bisa menjatuhkan Gubernur?” sergah seorang anggota Dewan.

Kemudian beliau memberikan jawaban pamungkas yang membuat anggota Dewan diam dan merenung, sbb :

“Bapak ibu harus ekstra hati2 untuk memakzulkan BTP. Kalau memang landasan hukumnya kuat, silahkan saja. Tapi, jangan lupa diluar gedung Dewan ada “people power” yang dahsyat, terutama kekuatan media social. Dalam sistim demokrasi, kedaulatan ada ditangan rakyat. Memang bapak bapak ini adalah wakil rakyat. Tapi, bagaimana kalau pandangan dan aspirasi anda berbeda  dengan pandangan aspirasi rakyat, pemegang asli kedaulatan itu?

Membuka Lembaran DKI Jaya

Saya merenungi apa yang ditulis Prof. DR. Tjipta Lesmana, terutama pesan pamungkas sang Professor diakhir tulisannya. Ini seharusnya menjadi poin untuk DPRD sadar sesadar sadarnya. Bila tidak sadar, berarti mereka itu tidak peka, atau bahkan sudah susah untuk melakukan perbaikan diri. Kenapa penulis berpendapat seperti itu? Karena penulis dapat memetik makna dari pesan tersebut.

Makna pesan yang sederhana tersebut setelah uraian yang panjang lebar adalah bahwa dibalik perseteruan ini ada hal yang paling hakiki yang harus diselesaikan, yaitu adanya kesadaran yang dilandasi niat yang baik, bukan justru niat untuk pemakzulan. Apalagi pemakzulan terhadap seorang Gubernur yang punya reputasi bersih. Dimana Prof. Tjipta mewanti wanti, bahwa kekuatan rakyat yang sebenarnya yang ada dibelakang orang dengan integritas yang baik.

Ada tiga Gubernur DKI yang punya reputasi bersih, jujur dan tegas yang dirasakan oleh sebagian besar masyarakat, yaitu Ali Sadikin, yang popular dengan panggilan Bang Ali. Beliau ini memimpin DKI Jaya di era Orde Baru, di era dimana kekuasaan eksekutif sangat kuat dan dominan. Boleh dikatakan DPRD pada saat itu tidak lebih dari sekedar formalitas pelaksanaan demokrasi. Didalam sepak terjang kepemimpinan beliau pada saat itu, betul-betul hanya ditunjukkan untuk membangun ibu kota sebagai tempat yang aman, dengan kwalitas lingkungan yang baik dan penduduknya tertata rapi dengan kesejahteraan yang baik.

Pada saat itu, terjadi pula penggusuran penggusuran, penertiban penertiban serta penataan kota untuk menghindari banjir, karena secara geografis, Jakarta terletak disuatu lembah delta berbagai sungai besar yang berhulu dikawasan pegunungan di Jawa Barat. Saat itu, untuk mengetahui batas Ibu Kota dengan daerah daerah Jawa Barat yang mengelilingi adalah dari mulusnya jalan. Semua jalan di DKI sangat mulus, dan bila begitu merasakan jalan yang bergelombang atau ada lubang-lubang, sudah pasti kita sudah keluar dari Ibu Kota.

Setelah Bang Ali, tidak ada lagi Gubernur yang melanjutkan secara utuh apa yang dirintisnya. Selanjutnya, puluhan tahun pembangunan Ibu Kota, tapi tidak menjadikan kota yang aman dan nyaman. Begitu pula tidak lagi bisa dibedakan dari jalan jalan yang ada, apakah ini masih diwilayah Jakarta atau sudah diluar Jakarta. Semua mirip, bergelombang, sering ditemui lubang-lubang, malahan ada yang nyaris jadi kumbangan. Lebih parah lagi, banjir makin lama makin menjadi jadi. Tidak hanya karena kiriman dari sungai-sungai yang berhulu di Jawa Barat, tapi juga karena selokan-selokan yang buruk dan juga sistem pembuangan dari jalan keselokan yang tidak ada salurannya. Pembangunan kota Jakarta, mirip perlombaan antara daerah kumuh, perumahan elit, gedung-gedung megah bertingkat dan jalan tol. Semua berlomba dan dimenangkan oleh semuanya sekalian. Daerah kumuh menang, pembangunan perumahan elit menang, gedung-gedung tinggi bermunculan sebagai pemenang pula, begitu pula jalan tol berkembang pesat, juga sebagai pemenang. Jadilah Jakarta yang banjir, kumuh dan macet, termasuk di jalan tol yang dibangun sebagai jalan bebas hambatan, menjadi jalan yang tidak terhindar dari kemacetan pula. Yang teragis lagi adalah daerah elit dan kawasan dengan gedung-gedung tinggi juga tidak terhindar dari banjir.

Setelah beberapa kali pergantian Gubernur, pada era Joko Widodo (Joko Wi), Jakarta mulai digeliatkan dengan pembangunan kearah keamanan, ketertiban, kenyamanan dan lingkungan.

Kondisi politik, masyarakat dan lingkungan di era Joko Wi sangatlah berbeda dengan apa yang ada disaat pemerintahan Bang Ali. Saat ini Jakarta sudah penuh sesak, lingkungan sudah rusak parah dan masyarakat terbagi dengan berbagai lapisan, kelompok politik serta kelompok kepentingan. Pekerjaan yang sama yang dilakukan oleh Joko Wi, akan menemui tantangan yang jauh lebih berat dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh Bang Ali. Kondisi politik, dimana kekuatan legislatif saat ini yang cukup kuat, tidak seperti apa yang ditemukan dizaman orde baru, cukup membuat Joko Wi harus ekstra bekerja lebih keras. Dan hasil yang dicapai juga tidak bisa secepat apa yang bisa dicapai ketika itu dilakukan di zaman Bang Ali. Namun masih banyak orang yang tidak menyadari hal tersebut. Sehingga banyak penilaian negatif yang dilontarkan untuk kerja keras, kejujuran dan kebersihannya. Lebih parah lagi, prilaku kepentingan politik yang sesungguhnya lebih banyak tidak memihak rakyat, yang memprovokasi masyarakat dengan berbagai argumentasi dan legitimasi.

Namun,  karena kepentingan politik dan kesempatan yang ada, Joko Wi tidak sampai menyelesaikan satu periode sebagai Gubernur. Dan apa yang sudah dikerjakan belum sempat merubah secara total kondisi DKI. Karena memang tidak secepat itu bisa memperbaiki kondisi yang ada. Tapi Joko Wi sudah menanamkan apa yang seharusnya ditanamkan oleh seorang Gubernur yang jujur, bersih dan bekerja untuk rakyat semata.

Setelah Joko Wi, giliran BTP yang sebelumnya adalah wakil Gubernur DKI yang menggantikannya. Kebetulan kedua anak manusia ini punya catatan masalalu yang sama bagusnya, hanya saja berbeda gaya. Dan style BTP ini dipakai senjata oleh beberapa orang termasuk anggota DPRD untuk menempatkan BTP sebagai Gubernur yang jelek. Padahal bila memang semua betul-betul bekerja untuk membenahi DKI menjadi lebih baik, gaya BTP tidak akan menjadi masalah sama sekali.

Bang Ali mungkin akan mengeluarkan kata-kata yang senada bila menghadapi kondisi yang sudah kelewat batas seperti sekarang ini. Tapi saat itu, Gubernur sangat powerful dan tidak ada seorangpun, baik masyarakat, pejabat dan pelaku politik yang berani bertentangan secara frontal dengan pemerintah.

Mari Dukung BTP Melakukan Perbaikan

Saya melihat dengan gamblang, kenapa BTP marah, kenapa BTP mengeluarkan kata-kata yang tidak patut itu, kenapa juga marah kepada banyak bawahannya. Dan kalau saya sebagai orang yang dimarahi tersebut, saya bisa maklum dan bisa menerimanya.  Karena sejujurnya saya tahu, begitu pula masyarakat luas tahu akar permasalahan di pemerintahan DKI, DPRD dan begitupula masyarakat lainnya.

Kalau saja semua mau introspeksi diri, menghentikan perbuatan perbuatan yang tidak patut, pasti tidak akan mendengar kata-kata BTP seperti itu. Dan pasti tidak akan ada “communication breakdown”.

Sudah terlalu lama orang orang dinina bobokan dengan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji. Orang-orang sudah terlalu menikmati hasil-hasil sampingan yang sebenarnya melanggar hukum. Giliran, ada seorang kepala pemerintahan yang menghentikan semua ini, dan beliau ini betul-betul tidak mau kompromi dengan segala bentuk prilaku yang menyimpang dari hukum. Maka semua kaget, terkejut, merasa terancam dan belum mau menyadari bahwa ini adalah tonggak sejarah yang sangat baik untuk keluar dari kemelut kehidupan ibu kota yang tidak aman dan tidak nyaman ini.

Mari semua lapisan masyarakat di Ibu Kota untuk bangkit dan memberi dukungan penuh untuk perbaikan ini. Jangan sampai kesempatan seperti ini hilang begitu saja. Karena dari semua Gubernur yang pernah dimiliki DKI, hanya tiga yang punya kwalitas dan integritas yang kita harapkan bekerja untuk perbaikan dan untuk rakyat. Basuki Tjahaja Purnama salah satu dari ketiganya itu. Dan beliau ini yang saat ini sedang melakukan gebrakan yang kita harapkan.

Saya sering melamun, menikmati kenyamanan MRT seperti di Singapura, melihat lancarnya tol seperti free way di Perth dan menikmati hijaunya taman2 ibu kota yang bertebaran di ibu kota tercinta ini, seperti taman2 sakura di Tokyo.

Pasti bisa! Itu kata hati saya. Kita sudah menemukan dan mendapatkan orangnya. Kasi kesempatan BTP untuk bekerja, kasi kesempatan untuk memimpin DKI selama dua periode, karena perbaikan ini butuh waktu yang cukup untuk bisa melihat hasilnya yang nyata.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun