Mohon tunggu...
Surtinya Tejo
Surtinya Tejo Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Warga Negara Indonesia yang beragama Katolik

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Ini Budi, Ayah, Ibu, Kakak dan Adik Budi

22 Agustus 2012   22:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:26 2191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13456914671754747459

[caption id="attachment_208217" align="alignleft" width="300" caption="Foto Sumber: Google Images"][/caption] Keluarga Budi adalah yang pertama kali saya kenal saat memasuki sekolah dasar. Membaca keluarga Budi melalui buku paket pelajaran Bahasa Indonesia adalah hal yang paling saya suka. Bukan karena saya lancar membaca, saya hanya lebih 'pintar' dari murid lain. Penyebabnya adalah karena buku yang saya gunakan, sebelumnya juga digunakan oleh kakak kedua saya dan saya tidak bosan-bosan selalu minta dibacakan oleh kakak saya cerita dalam buku itu. Ketika waktunya tiba saya menggunakan buku tersebut, saya sudah hapal di luar kepala bacaan yang tertera di buku itu. Bisa ditebak, saya terdengar lancar membaca tanpa merasa bersalah, padahal saya hanya menggunakan ingatan saya untuk membaca buku tersebut. Buku pelajaran Bahasa Indonesia bersampul warna biru tua dengan gambar tiga orang anak, Budi, Wati dan Iwan yang sedang asik belajar, adalah buku yang harus saya gunakan ketika mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia pada kelas satu sekolah dasar. Bermodalkan buku itulah saya mengenal Budi, ayah, ibu, kakak serta adik Budi lengkap dengan gambar aktivitas mereka, berkebun atau berlibur. Buku ini menjadi sangat berjasa karena bisa digunakan tiga generasi, kakak, saya dan adik saya. Dari buku itu juga saya senang membaca (menghapal) tulisan di dalamnya, sampai akhirnya saya harus mengeja dan membaca dengan benar karena kakak saya tidak mau membacakannya untuk saya lagi. Ajaibnya, ketika saya bisa membaca sendiri saya bangga luar biasa. Saya selalu menunjukkan kemampuan saya pada adik saya yang usianya hanya terpaut dua tahun. Jika ada tulisan dimana saja dengan bangga akan saya bacakan untuknya. Termasuk tulisan acara di televisi. Kegemaran saya membaca saat sekolah dasar berlanjut sampai saya duduk di bangku SMP. Saat itu, jika ada cerita dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia entah mengapa guru saya selalu meminta saya membacakan dengan suara keras agar didengar oleh teman-teman satu kelas, yang berisi 30 murid. Saya hanya menebak jawaban atas pertanyaan mengapa saya selalu mendapat kesempatan membaca. Apakah mungkin karena saya tidak hanya membaca tulisan tapi juga memahami tanda baca? Karena pada masa itu banyak diantara teman saya jika mendapat giliran membaca tidak jelas letak koma dan titik. Saya ingat yang pertama kali mengajarkan saya membaca dengan tanda baca adalah kakak pertama saya, usianya jauh diatas saya. Ada pengalaman unik antara saya dan kakak pertama saya. Ketika saya menjadi murid SMP, kakak saya sekolah seminari di daerah Jogjakarta. Sehingga hubungan komunikasi kami saat itu hanya melalui surat, setiap surat yang saya tulis dengan tulisan tangan, akan dikembalikan oleh kakak saya beserta koreksi tanda bacanya. Hal ini terus membuat saya penasaran dan selalu ingin berkirim surat. Menunggu apakah surat saya akan dikembalikan dengan koreksi atau tidak. Hasilnya, surat saya selalu kembali meskipun sudah banyak yang benar, jika ada satu paragraf saja yang tertinggal tanda baca titik atau koma atau saya lupa membuat huruf besar setelah titik akan dilingkari dengan pena warna merah. Meski begitu saya bangga, terlebih jika kakak kedua saya yang juga sesekali berkirim surat mendapat lingkaran pena warna merah lebih banyak dari saya. Kebiasaan saya membandingkan tulisan saya dengan kakak kedua saya membuatnya marah dan selalu menyembunyikan balasan surat dari kakak pertama saya. Pelajaran kecil dari kakak pertama saya, selalu membuat saya berhati-hati menggunakan Bahasa Indonesia beserta tanda bacanya dan hal ini semakin membuat saya menyukai pelajaran Bahasa Indonesia. Di bangku SMU, saya semakin berani tampil memperlihatkan kemampuan saya berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia, dengan mengikuti Lomba Pidato menyemarakkan Hari Sumpah Pemuda. Saat itu saya berhasil meraih Juara II tingkat SMU untuk wilayah kecamatan. Tentu saja ini menjadi kebanggaan saya, karena kemampuan saya, membuat saya menjadi percaya diri. Sangat saya sadari, Bahasa Indonesia dianggap susah oleh teman-teman sepermainan saya, mereka agak kesulitan untuk fasih menggunakannya, karena di tempat saya bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa daerah Banjar lengkap dengan logatnya. Sehingga jika ada teman yang berusaha menggunakan Bahasa Indonesia tapi tidak bisa melepas logat kedaerahan, menjadi bahan tertawaan. Saya beruntung, bahasa yang digunakan sehari-hari di rumah adalah Bahasa Indonesia, karena ibu saya dari daerah Jawa, bapak saya berasal dari daerah Kalimantan Timur yang biasa menggunakan Bahasa Dayak. Perbedaan daerah asal kedua orangtua saya inilah yang membuat kami sekeluarga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang harus kami mengerti. Terkadang, kemampuan saya menggunakan Bahasa Indonesia membuat teman yang baru saya kenal agak kesulitan menebak daerah asal saya. Saat saya memasuki dunia kerja, saya kembali dituntut untuk menggunakan keahlian berbahasa Indonesia. Pasalnya, sebagai abdi negara yang ditempatkan pada bagian humas, saya mendapat tugas rutin membuat sambutan untuk kepala daerah tingkat kabupaten juga rilis berita untuk wartawan lokal di sana. Sangat nyata, bisa berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia, dulu, kemarin, sekarang dan akan datang, membuat kita menjadi semakin kaya ilmu. Meskipun kini, dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk murid sekolah dasar, kita sudah tidak bisa menemukan keluarga Budi yang terdiri dari ayah, ibu, Wati kakak Budi dan Iwan adik Budi. Semoga keluarga Budi yang tergantikan oleh keluarga lain pada buku pelajaran Bahasa Indonesia sekolah dasar, mampu menghasilkan generasi yang bangga dan menyintai bahasa persatuan yang menjadi identitas bangsa ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun