Agama, Kejahatan dan Kebencian
Semua orang akan setuju, bahwa agama mengajarkan kebaikan (setidaknya dalam teori), tapi faktanya, berapa banyak pertumpahan darah yang diakibatkan oleh sentimen agama ? Berapa banyak kebencian, ujaran kebencian yang telah terlontar yang bahkan dilakukan oleh orang yang memiliki gelar terhormat dalam agama tertentu ?Â
Pertanyaan terbesar yang sering diajukan adalah, Apakah  orang beragama sudah pasti tidak berbuat kejahatan ? Jika jawabannya iya, kita dapat memeriksa penjara di Indonesia dan menanyakan kepada penghuni penjara, apakah mereka tidak beragama ? Jawabannya nyaris pasti bawa semua orang di Indonesia beragama. Tetapi mengapa penjara sampai overload ?Â
Bagaimana dengan orang yang tidak menganut agama tertentu, apakah sudah pasti berbuat kejahatan ? Mari kita cek negara-negara yang warganya tidak membawa agama ke ruang publik, Belanda misalnya, negara ini banyak menutup penjaranya karena kekurangan narapidana karena terjadi penurunan kejahatan dan berbagai alasan lainnya. Jadi ada karakter pribadi yang bermain dalam urusan kejahatan dan kebajikan. Secara jujur kita menemukan orang baik dimana-mana dan orang jahat pada semua agama.Â
Indonesia dibangun dengan landasan kuno "Bhineka Tunggal Ika" ( Bhinnka tunggal ika tan hana dharma mangrwa), berbeda tetapi tunggal, tidak ada kebenaran yang mendua. Apa yang dipesankan oleh dasar negara ini adalah apa yang menjadi inti dari filsafat perenial, merupakan filsafat agama yang meyakini bahwa setiap agama memiliki kebenaran tunggal dan universal. Filsafat ini dikenal juga dengan istilah philosophia perennis et universalis. Dalam kalimat sederhana, berbagai hal dalam ajaran agama mungkin berbeda, tetapi hakikat kebenarannya tetap satu dan universal.Â
Agama (harusnya) Mempromosikan Kerjasama
Sebagai akademisi yang mempelajari Teks Veda secara serius dan berbagai teks keagamaan lainnya (walau dengan tidak dalam), saya berkesimpulan bahwa :  Agama mestinya membangun Jembatan, Bukan Tembok.  Saya masih meyakini, bila seorang agamawan matang secara keilmuan, dia pasti akan mempromosikan hal yang sama. Agama seharusnya tidak menjadi pemisah, melainkan jembatan. Jembatan apa ? Jembatan kerjasama, jembatan kolaborasi untuk membangun kebaikan.Â
Sejumlah permasalahan yang 'tidak beragama": Kemiskinan, kebodohan, sakit, bencana, kejahatan sampai tingkat literasi yang rendah. Hal-hal ini mestinya menjadi Karya Bersama antar umat beragama. Tempat ibadah, tata cara, pemimpin ibadah pastilah berbeda, tetapi kita dapat selalu bekerjasama untuk mengatasi kemiskinan, penderitaan dan kesulitan akibat dari bencana alam, membantu  mereka yang sakit, membantu mereka untuk mendapat pendidikan yang layak dan mengejar cita-citanya sampai upaya meningkatkan tingkat literasi Indonesia yang belum mengalami peningkatan dalam sepuluh tahun belakangan, masih setia di angka 0,001 %.  Agama mestinya membangun Jembatan, bukan tembok. Jembatan kasih sayang sebagaimana nilai dari setiap agama. Bangun iman yang kuat tanpa membenci umat lain
Dan untuk para penceramah, apakah sangat sulit meningkatkan keimanan umat, kecintaan pada agama dengan tanpa menghina, menghujat dan mengobarkan kebencian kepada umat lain ? Apa kepuasan yang diperoleh dengan menghina agama lain ? Apakah materi ceramah begitu kurang sehingga harus membahas ajaran agama lain dengan "tafsir" sendiri ?Â
Mari kita bangun kedewasaan beragama dan sekaligus membangun negara kita yang kuat