Fenomena berita bohong, berita palsu (hoax) merebak di tanah air sejak beberapa tahun belakangan seiring dengan penggunaan internet yang terus mengalami peningkatan. Di Indonesia, hoax lebih banyak digunakan sebagai sarana dalam meraih simpati, membelah dukungan dan menjatuhkan lawan politik.Â
Kekuatan berita palsu berpengaruh terhadap berbagai sendi kehidupan manusia, termasuk berbangsa. Dalam sejarah peradaban manusia, hoax sudah digunakan lebih dari 5.100 Â tahun lalu dengan tujuan untuk meraih kemenangan dalam perang Mahbhrata. Tulisan ini akan menyajikan bagaimana logika dan diskursus filsafat serta budaya literasi akan sangat berpengaruh terhadap penanggulangan hoax.
Berita palsu atau berita bohong (hoax) sudah digunakan sejak lama dengan berbagai tujuan. Namun, masifnya penggunaan internet dalam beberapa tahun seolah memberikan energi yang amat besar dan memberikan dampak yang sangat dahsyat. Berita bohong lebih banyak digunakan untuk pembentukan opini publik, terkait dengan politik dan tujuan kekuasaan. Selain itu, media massa juga memuat agenda setting yang dapat memperkuat keberadaan berita palsu.
Para pengamat media dan komunikasi mengatakan, kekuatan hoax sudah digunakan secara terorganisir. Terbongkarnya sindikat Saracen yang aktif menyebarkan berita bohong bernuansa SARA menjadi bukti bahwa ada pihak-pihak tertentu yang menggunakan kekuatan ini.Â
Selain itu, sejumlah pemberitaan menyebutkan, Saracen Cyber Army menggalang lebih dari 800.000 akun untuk menyebarkan narasi yang dibuat. Selain itu, masih ada Muslim Cyber Army yang diduga kuat memiliki peran yang sangat besar dalam penyebaran konten-konten bermuatan SARA atau kebencian terhadap pemerintah.
Mewabah dan merebaknya berita palsu dengan penggunaan sosial media, bukan saja mengganggu kehidupan sosial masyarakat, tetapi juga memiliki implikasi terhadap kehidupan politik, bahkan mengancam keutuhan bangsa. Interkoneksi dan interrelasi masyarakat kerap terbelah ketika informasi yang disampaikan ternyata hasil pabrikasi berita dan digunakan untuk tujuan syahwat kekuasaan.Â
Kerap berbagai berita palsu disampaikan melalui saluran komunikasi berupa media sosial seperti facebook, twitter, instagram, WhatsApp serta kanal berita abal-abal. Masyarakat terkadang tidak melakukan klarifikasi akan kebenaran berita dan langsung ikut menyebarkan. Sejumlah ahli menganalisis bahwa masyarakat dengan tingkat  literasi rendah akhirnya dengan mudah termakan berita  palsu.Â
Perdebatan di dunia maya seolah tak terkendali, Â pertarungan pendapat yang tidak berujung pangkal, tidak menggunakan akal dan penggunaan kata-kata kasar kian diluar nalar. Seolah bangsa Indonesia yang memiliki etika ketimuran telah kehilangan jati dirinya. Sayangnya, karena kepentingan kekuasaan, banyak politisi membela masyarakat atau siapapun yang ditangkap aparat keamanan karena menyebarkan berita palsu, dengan tuduhan kriminalisasi dan dikaitkan dengan agama mayoritas yakni Islam atas rezim yang dianggap memusuhinya.Â
Citra ini tampaknya sengaja dibuat dengan tujuan memelihara dan memperbesar massa untuk tujuan politis tanpa memikirkan dampaknya bagi keutuhan bangsa. Politisi hitam rendah moral ini bahkan disanjung sebagai pejuang umat.
Pengamatan yang dilakukan sejumlah pihak, penyebaran bahkan produksi berita palsu, tidak hanya dilakukan oleh masyarakat yang diduga rendah tingkat literasinya, bahkan juga dilakukan oleh oknum dosen, dokter bahkan sejumlah profesi yang mengindikasikan sebagai orang terpelajar.
Penggunaan berita palsu terdokumentasi dalam epos yang sangat termasyur, Mahbhrata. Berita palsu ini sesungguhnya digunakan oleh kedua belah pihak di medan perang. Namun berita palsu yang palng terkenal justru dilakukan oleh yudhihira, yang terkenal sebagai Dharmarja atau Dharmaputra.Â