meneruskan dari note FB "Indonesian Migrant Worker Union" di FB :
Marzuki Alie, tidak punya etika!
"PRT TKW itu membuat citra Indonesia buruk," Marzuki Alie, Ketua DPR –sumber detiknews.com (26/2)
Pernyataan Marzuki Alie tentang pekerja rumah tangga asal Indonesia telah mencoreng nama Indonesia, merupakan pernyataan “asal jeplak”, hal ini mencerminkan tingkat pengetahuan dan etika dari seorang Ketua DPR, Pun penyataan ini telah menyakiti perasaan 6 juta lebih buruh migran Indonesia diberbagai negeri penempatan dan anggota keluarganya, secara khusus 147 ribu BMI di Hong Kong yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga asing, demikian tanggapan Sringatin, Ketua Indonesian Migrant Workers Union (IMWU- Serikat TKI-Pekerja Rumah Tangga di Hong Kong)
“Kami sangat mengecam pernyataan sikap Marzuki Alie yang asal jeplak, hal ini sangat mencerminkan kualitas dan etika lembaga DPR, terutama partai yang berkuasa hari ini” kecam Sringatin (26/2)
Keterampilan BMI rendah
“Dia menilai, akar masalah rendahnya skill PRT Indonesia berada di dalam negeri. Seperti dinyatakan tidak cukup umur, lalu menggunakan calo. Belum punya skill, tapi tetapi ngotot berangkat.”-detiknews
Menurut IMWU, penilaian Marzuki Alie, justru bukan mencerminkan rendahnya skill para PRT asal Indonesia, melainkan cerminan dari bobroknya system penempatan buruh migrant Indonesia keluar negeri, dimana UU No 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri (PPTKILN) merupakan produk hukum yang berorientasi “jualan manusia”.
“Komentar Ketua DPR ini, sangat jelas sekali memperlihatkan betapa tidak tahunya DPR terhadap kondisi BMI dan aturan-aturannya, terutama UU PPTKILN, contoh yang dipaparkan Marzuki, itu adalah hasil dari produk hukum buatan DPR yang sarat dengan kepentingan PJTKI, maka itu kami BMI di Hong Kong menuntut UU itu dicabut dan diganti dengan UU perlindungan BMI” lanjut Ketua IMWU.
Indonesia penyalur buruh murah
"Mereka menilai Indonesia berdasarkan PRT, tapi tidak tahu betapa hebatnya bangsa Indonesia," cetus politikus Partai Demokrat ini.
IMWU memandang Ketua DPR, menolak melihat realita. Pasalnya karena memang sampai hari ini, andalan program keruk uang itu berasal dari bisnis “jualan” buruh murah. Hal ini sangat tercermin sekali dalam UU No 39 Tahun 2004 tentang PPTKILN dimana kewenangan PJTKI sangat besar, dan peran Negara sangat minim, kalau tidak dapat dikatakan lepas tangung jawab, termasuk rencana revisi terhadap UU itu yang akan semakin memperkuat posisi PJTKI dan para pembisnis yang mau buka usaha PJTKI, hal ini tercermin dalam Inpres no 3 Tahun 2006 tentang Percepatan Iklim Investasi dalam biadang ketenaga kerjaan.
“ Indonesia ini menjadi penyalur buruh murah karena, karena SBY-Boediono itu boneka pemilik modal asing terutama Amerika, dimana memang Indonesia diposisikan sebagai negeri yang ramah terhadap kepentingan mereka, lihat saja itu di Inpres no 6 itu, jelas kok” terang Sringatin, PRT asal Indonesia di Hong Kong.
Ketika diminta komentarnya tentang sikap Ketua DPR ini lebih lanjut, Sringatin mengatakan:
“Ketua DPR ini sepertinya punya penyakit diare mulut, karena komentar yang menyakiti perasaan rakyat ini buukan yang pertama kali, waktu saat kejadian gempa di tanah air waktu lalu dia juga melontarkan komentar yang sangat tidak beretika sebagai anggota DPR” ujarnya.
“Kalau malu sama rakyatnya sendiri yang menjual tenaganya di luar negeri, sebaiknya dia mundur saja dari DPR, karena gaji DPR juga dari devisa Negara, dimana devisa dari BMI sangat signifikan” tambahnya.
Sahkan UU PRT dan Dukung Konvensi ILO tentang PRT
Lebih jauh tentang aturan tentang PRT, IMWU juga menuntut Pemerintahan SBY-Boediono dan DPR untuk segera mengesahkan RUU tentang Pekerja Rumah Tangga dan mendukung Konvensi ILO tentang PRT.
"guna menyelesaikan cerita buruk soal PRT di luar negeri dan dalam negeri, pemerintah dan DPR seharusnya segera mengesahkan RUU PRT dan mendukung Konvensi ILO tentang PRT" kata Sring.
Terkait tentang Konvensi ILO tentang PRT, yang akan di voting pada Juni 2011 di sesi ke 100 International Labor Conference di Geneva, posisi Indonesia adalah tidak mendukung Konvensi ini, kata Sringatin yang hadir pada sesi ke 99 pada Juni 2010 di Geneva.
"kalau soal bikin malu, seharusnya pemerintah itu lebih memperhatikan sikap-sikapnya, tidak didukungnya standar internasional tentang PRT ini oleh Indonesia, justru telah memperlihatkan keterbelakangan sikap Indonesia terhadap pekerja rumah tangga, ketimbang negeri-negeri Asia dan negeri maju lainnya yang mengakui PRT sebagai pekerja" ungkap Sring.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H