"Mereka menilai Indonesia berdasarkan PRT, tapi tidak tahu betapa hebatnya bangsa Indonesia," cetus politikus Partai Demokrat ini.
IMWU memandang Ketua DPR, menolak melihat realita. Pasalnya karena memang sampai hari ini, andalan program keruk uang itu berasal dari bisnis “jualan” buruh murah. Hal ini sangat tercermin sekali dalam UU No 39 Tahun 2004 tentang PPTKILN dimana kewenangan PJTKI sangat besar, dan peran Negara sangat minim, kalau tidak dapat dikatakan lepas tangung jawab, termasuk rencana revisi terhadap UU itu yang akan semakin memperkuat posisi PJTKI dan para pembisnis yang mau buka usaha PJTKI, hal ini tercermin dalam Inpres no 3 Tahun 2006 tentang Percepatan Iklim Investasi dalam biadang ketenaga kerjaan.
“ Indonesia ini menjadi penyalur buruh murah karena, karena SBY-Boediono itu boneka pemilik modal asing terutama Amerika, dimana memang Indonesia diposisikan sebagai negeri yang ramah terhadap kepentingan mereka, lihat saja itu di Inpres no 6 itu, jelas kok” terang Sringatin, PRT asal Indonesia di Hong Kong.
Ketika diminta komentarnya tentang sikap Ketua DPR ini lebih lanjut, Sringatin mengatakan:
“Ketua DPR ini sepertinya punya penyakit diare mulut, karena komentar yang menyakiti perasaan rakyat ini buukan yang pertama kali, waktu saat kejadian gempa di tanah air waktu lalu dia juga melontarkan komentar yang sangat tidak beretika sebagai anggota DPR” ujarnya.
“Kalau malu sama rakyatnya sendiri yang menjual tenaganya di luar negeri, sebaiknya dia mundur saja dari DPR, karena gaji DPR juga dari devisa Negara, dimana devisa dari BMI sangat signifikan” tambahnya.
Sahkan UU PRT dan Dukung Konvensi ILO tentang PRT
Lebih jauh tentang aturan tentang PRT, IMWU juga menuntut Pemerintahan SBY-Boediono dan DPR untuk segera mengesahkan RUU tentang Pekerja Rumah Tangga dan mendukung Konvensi ILO tentang PRT.
"guna menyelesaikan cerita buruk soal PRT di luar negeri dan dalam negeri, pemerintah dan DPR seharusnya segera mengesahkan RUU PRT dan mendukung Konvensi ILO tentang PRT" kata Sring.
Terkait tentang Konvensi ILO tentang PRT, yang akan di voting pada Juni 2011 di sesi ke 100 International Labor Conference di Geneva, posisi Indonesia adalah tidak mendukung Konvensi ini, kata Sringatin yang hadir pada sesi ke 99 pada Juni 2010 di Geneva.
"kalau soal bikin malu, seharusnya pemerintah itu lebih memperhatikan sikap-sikapnya, tidak didukungnya standar internasional tentang PRT ini oleh Indonesia, justru telah memperlihatkan keterbelakangan sikap Indonesia terhadap pekerja rumah tangga, ketimbang negeri-negeri Asia dan negeri maju lainnya yang mengakui PRT sebagai pekerja" ungkap Sring.