Mohon tunggu...
Suro Arang
Suro Arang Mohon Tunggu... -

Hormatilah orang lain bukan karena hartanya, kekayaannya, kedudukannya atau apapun yang berbau dunia. Hormatilah karena siapa yang menciptanya dan ingatlah kejadian saat Para Malaikat diminta sujud dihadapan Adam AS. Mereka melakukannya. Bukan karena Adam AS, tapi karena, "La illa ha Ilallah.."

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Isi adalah Kosong

5 November 2012   21:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:56 6244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kosong adalah isi dan isi adalah kosong.“ Pernahkah anda mendengar istilah tersebut? Jika dulu anda gemar menyaksikan serial kera sakti, anda akan cukup sering atau minimal pernah mendengar istilah tersebut.

Istilah tersebut sering digunakan oleh Biksu Tong saat mengajar kera sakti. Jujur saat saya pertama mendengar istilah tersebut, tak pernah mengerti makna yang terkandung di dalamnya. Buat saya saat itu, kosong adalah kosong, gk mungkin ada isinya dan isi adalah isi tidak mungkin dkatakan kosong karena akan ada materi di dalamnya.

Baru kemudian saya sadari bahwa makna dari istilah tersebut mengacu ditujukan pada objek atau peruntukan tertentu. Objeknya adalah pikiran dan esensi Illahiah.

Banyak orang mengasah pikirannya sekuat tenaga untuk mengejar dan memahami esensi Illahiah. Namun semakin mereka berusaha mengasah malah makin jauh dari esensi Illahiah. Hal ini dikarenakan yang mereka gunakan bukanlah berasal dari esensi Illahiah.

Inti dari menemukan esensi Illahiah melalui jalan: kosong adalah berisi dan isi adalah kosong. Kosong berarti mengkosongkan hal-hal atau pikiran dari yang selain Allah. Bahkan tanpa berusaha memasukkan pikiran tentang Allah. Benar-benar mengkosongkan khususnya dari hal-hal negatif yang mengotori pikiran seperti niat jahat, iri, dengki, sombong dan sebagainya. Jika pikiran kosong atau kembali murni maka kita akan semakin mudah memahami esensi Illahiah. Hal ini dikarenakan jendela yang digunakan untuk melihat sudah jernih untuk memahami. Pikiran yang digunakan untuk mencerna sudah kosong. Secara otomatis dan khususnya jika diniatkan dari awal untuk mencari Allah maka pikiran yang kosong tersebut akan lebih mudah diisi esensi Illahiah.

Namun sebaliknya, jika pikiran sudah dipenuhi oleh hal-hal lain, khususnya yang selain Allah padahal hal tersebut mungkin ditujukan untuk mencari Allah bisa jadi kita malah akan semakin susah untuk menemukanNya. Ibarat sebuah gelas yang sudah berisi teh penuh, tidak mungkin akan diisi minuman lain tanpa mengkosongkannya terlebih dahulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun