Semua sepakat, Pers harus bebas atau independen. Tapi kebebasan yang dimiliki bukan berarti pers bebas semaunya dalam tindakan wartawannya.
Ada yang salah atau mungkin ada yang menggangu hingga harus keluar aturan dari DPR. Menolak aturan yang akan dibuat oleh DPR itu tidak salah dan hak wartawan. Namun ada baiknya pers dalam hal ini wartawan di lapangan mengoreksi diri, kenapa sampai ada usulan pasal tersebut.
Pers bukan lembaga kebal hukum yang bisa menerabas atuaran. Dalam aktivitas peliputannya, wartawan diatur oleh kode etik yang ada.
Jujur saya merasa risih saat melihat wartawan dengan seenaknya duduk menghalangi jalan. Di beberapa hotel berbintang jika ada acara tak jarang saya melihat wartawan duduk di lantai, berkerumun menunggu narasumbernya.
Meliput saat acara sidang berlangsung jelas menggangu sidang DPR. Ada baiknya menunggu hingga sidang usai atau mencegat narasumber yang ada di luar ruangan.
Di dalam ruangan rapat, wartawan juga harus tunduk pada aturan yang berlaku. Ponsel harus dimatikan. Jangan egois hanya untuk kepentingan pekerjaan semata tapi mengganggu jalannya rapat.
Terkait penghasilan karyawan, memang itu urusan dapur wartawan dengan perusahaan yang menaunginya, Tapi jangan lupa, sudah jadi rahasia umum, ada gaji sampingan wartawan yang mau atau bahkan mencari amplop. DPR adalah salah satu lahan subur karena banyaknya kasus di rumah rakyat tersebut.
Koruptor di DPR itu tentu tidak segan-segan menggelontorkan uang untuk menyumpal mulut wartawan supaya tak bersuara melalui berita.
Pers harus bebas, tapi kebebasan yang menaati aturan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H