[caption id="attachment_162449" align="alignleft" width="400" caption="Foto : dailymail.co.uk"][/caption] Terkejut saya saat tahu bahwa pemeran film Born to be Wild seorang pelestari orang utan di Kalimantan adalah seorang bule kelahiran Kanada yang sudah menjadi warga negara Indonesia (WNI). Jadi kemana saja kita, 250 juta orang Indonesia asli saat salah satu habitatnya, orang utan terancam punah. Hingga orang Kanada harus rela jauh-jauh ke Kalimantan. Nama dokter itu Birute Mary Galdikas. Wanita berambut pirang ini sudah fasih berbahasa Indonesia. Sudah 40 tahun ia menghibahkan dirinya untuk melestarikan hewan langka khas Kalimantan itu. Lalu di mana orang Indonesia asli? Sibuk korupsi, sibuk mengurusi perut masing-masing, atau sibuk berkelahi satu sama lain, dan sibuk memikirkan pemilihan umum 2014. Ciih. Maaf kalau harus menyebut nama. Kemana Jusuf Kalla yang sukses mengantar komodo jadi keajaiban dunia. Pernah dengan bangga dia berfoto dan beriklan untuk komodo. Apakah berbuat sesuatu yang berguna untuk bangsa, bagi Hari Tanoe Sudibjo (Ceo MNC Group) hanya bisa dilakukannya dengan masuk Nasdem. Bukankah lebih elok jika media yang dimilikinya dipakai untuk menyelipkan kampanye "Selamatkan orang utan". Kemana kita? Kemana orang-orang kaya yang masuk dalam daftar majalah Forbes sebagai orang paling kaya. Saya kira, naturalisasi selama ini hanya ada di dunia sepakbola, saat PSSI kesulitan mencari warga negara kita yang bisa bermain bola dengan baik. Sehingga bule-bule berdarah Indonesia yang tidak bisa berbahasa Indonesia, tidak bisa menyanyikan lagu Indonesia Raya, bahkan (mungkin) tidak tahu ada sebuah negara bernama Indonesia, dibawa pulang untuk bermain bola di Stadiun Utama Bung Karno. Tidak jauh dari pusat Indonesia, di Kebun Binatang Ragunan tepatnya ada kebun binatang lagi dalam ragunan. Primata Center tepatnya. Saat fasilitas di Ragunan mulai tak terurusi, Primata Center yang kabarnya dikelola Perancis (maaf kalau saya salah) ini tetap terjaga. Ada beberapa bagian di dalam Primata Center ini yang mulai rusak. Pelakunya tak lain adalah pengunjung yang merupakan orang Indonesia. Padahal orang asing membuat Primata Center dengan biaya yang tak murah itu untuk melindungi hewan langka milik kita, Indonesia. Dengan muak saya pernah melihat pengunjung-pengunjung orang Indonesia itu seenaknya pacaran di dalamnya atau dan bertingkah tidak menghormati karya orang luar untuk Indonesia itu. Maka pantas saja dan kita tidak perlu marah-marah jika orang luar masih memandang kita sebagai warga dunia kelas dua atau bahkan kelas tiga. Warga dunia yang tidak bisa menghargai dirinya sendiri dan menghargai miliknya sehingga harus ditolong. Warga dunia yang (maaf) tidak beradab. Maaf jika terpaksa saya harus menggenalisir. Semoga tidak sampai kejadian kita harus menaturalisasi bule untuk menjadi presiden dan menteri-menteri kita. Amin..!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H