Melestarikan Kekayaan Budaya Indonesia Melalui Sanggar Seni Reak Kuda Lumping sebagai Destinasi Wisata Budaya
Indonesia memiliki keberagaman budaya yang unik dan menarik sehingga wisata budaya Indonesia memiliki potensi yang bersinar. Perlu diketahui wisata budaya adalah jenis kegiatan wisata yang mengutamakan dan memanfaatkan kebudayaan sebagai daya tarik utamanya. Dengan keberagaman budaya yang terdapat di Indonesia dapat menarik minat wisatawan lokal maupun mancanegara. Berbagai tradisi, tempat bersejarah, bahkan pemandangan yang indah dapat ditemukan di wisata budaya yang ada di Indonesia. Saat ini wisata budaya menjadi salah satu jenis kegiatan wisata yang memiliki minat kunjungan yang tinggi. Hal tersebut karena wisata ini akan memberikan kita pengalaman baru dengan mempelajari budaya daerah yang kita kunjungi.
Demi menjaga budaya lokal perlu adanya upaya pelestarian. Salah satu upaya pelestarian itu adalah dengan memaksimalkan peran pariwisata sebagai ajang promosi kebudayaan. Wisata budaya perlu dikembangkan supaya kebudayaan akan terus terlestarikan dan tidak hilang seiring perkembangan zaman. Wisata budaya dapat memberikan berbagai manfaat, seperti meningkatan perekonomian masyarakat lokal,dan juga dapat membantu dalam pembangungan atau konservasi budaya yang lebih baik lagi. Masyarakat lokal harus dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dari kegiatan wisata budaya ini supaya dapat mencapai tujuan yang maksimal.
Salah satu wisata budaya yang dapat dikunjungi oleh wisatawan adalah Sanggar Seni Reak Kuda Lumping Tibelat yang terletak di kec.Cibiru, kota Bandung, Jawa Barat. Sanggar seni ini telah berdiri sejak tahun 2006 oleh seorang pegiat Seni Reak yaitu Abah Enjum (Enjang Dimyati). Sanggar ini menjadikan seni kuda lumping sebagai daya tarik utamanya. Kuda Lumping adalah seni tradisional dimainkan oleh sekelompok pemuda yang mengenakan pakaian khas dan menunggangi kuda kayu yang dipercaya sebagai media untuk berkomunikasi dengan makhluk spiritual. Seni ini biasanya dipertunjukkan dalam sebuh acara yang disebut dengan istilah 'reak' atau berkeliling dari satu rumah ke rumah lainnya di desa. Dalam pertunjukkan ini, para penari menampilkan gerakan -- gerakan yang indah dan atraktif.
Sanggar Seni Reak Kuda Lumping Tibelat tidak hanya berfungsi sebagai tempat pelatihan seni, tetapi juga sebagai tempat wisata budaya. Sanggar seni ini menawarkan wisatawan sebuah pengalaman yang tak terlupakan, yaitu menonton pertunjukan Kuda Lumping yang dipentaskan oleh para penari terlatih bahkan wisatawan dapat ikut berpartisipasi dalam pertunjukkan ini. Selain itu, wisatawan juga dapat melihat proses pembuatan dan perawatan Kuda Lumping di sanggar seni ini.
Tentu tidak mudah dalam mempertahankan sebuah tradisi dan budaya lokal. Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh sanggar seni ini adalah minimnya dukungan dari pemerintah setempat untuk mempromosikan dan mengembangkan wisata budaya di desa Tibelat. Hal ini mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan dan pendapatan yang dihasilkan oleh sanggar seni ini. Selain itu, kurangnya pemahaman tentang wisata budaya juga menjadi kendala dalam menarik minat wisatawan. Meskipun Kuda Lumping merupakan salah satu seni tradisional yang terkenal di Indonesia, masih banyak wisatawan yang belum mengenal seni ini.
Sanggar seni merupakan tempat untuk mempelajari, mengembangkan, dan mempertahankan seni dan budaya. Dengan segala manfaat yang didapatkan, tidak menuntup kemugkinan bahwa, sanggar seni juga dapat memiliki dampak negatif pada kelestarian budaya, seperti terjadinya komersialisasi dan perubahan budaya. Dampak negatif yang dapat terjadi akibat sanggar seni adalah sebagai berikut:
1.Hilangnya nilai-nilai tradisional: Sanggar seni dapat mengajarkan nilai-nilai budaya yang sesuai dengan zaman, sehingga nilai-nilai tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi dapat terlupakan.
2. Perubahan gaya hidup: Sanggar seni dapat mempengaruhi cara hidup dan gaya hidup masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan perubahan perilaku dan cara pandang masyarakat terhadap budaya mereka sendiri.
3. Terjadinya homogenisasi budaya: Sanggar seni dapat mempengaruhi kebudayaan yang berbeda-beda menjadi seragam dan sama. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya keunikan dan kekhasan budaya yang berbeda.