Maju tak gentar membela yang bayar!, Sebuah idiom untuk seorang advokat, yang membabi buta dalam  membela klien yang membayarnya.  Advokat adalah profesi mulia (Officium Nobel) dan menurut Undang Undang Advokat Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat, pasal 5 ayat (1) disebutkan antara lain bahwa, advokat adalah salah satu penegak hukum.
Sebagai penegak hukum, advokat memiliki kedudukan  yang setara dengan penegak hukum lainnya, seperti Polisi, Jaksa dan Hakim. Kedudukan advokat ini sangat strategis dalam memberantas Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) di Indonesia, mengingat advokat sebagai jembatan antara klien dan penegak hukum lainnya. Namun profesi advokat yang terhormat ini, justru dapat dirusak oleh oknum oknum advokat dengan berbagai modus.
1. Â Sumpah advokat.
Seperti penegak hukum lainnya, sebelum menjalankan fungsi sebagai advokat, maka advokat juga disumpah yang intinya antara lain, untuk tidak melakukan KKN dan harus menyampaikan kebenaran. Seberapa efektifkah sumpah advokat ini dalam memberantas KKN?.Â
Para koruptor yang telah di vonis bersalah, baik dari kalangan penegak hukum, pejabat pemerintah, pejabat BUMN, umumnya telah berulang kali disumpah yaitu dari pertama kali diangkat  hingga setiap adanya moment promosi jabatan.
Meskipun pelanggaran sumpah dapat dipidana, dan menjadi salah satu alat bukti dalam hukum acara, namun sumpah dinilai masih belum efektif berdasarkan kasus kasus yang terjadi selama ini.Â
Kasus terakhir yang berhasil diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah kasus yang melibatkan oknum advokat dan penegak hukum lainnya yaitu kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) dalam operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah  Jakarta dan Semarang.
2. Â Dugaan adanya KKN atas sebuah putusan.
Dalam perkara (Perdata/Hubungan Industrial), umumnya seorang advokat pernah mengalami kekecewaan  atas sebuah putusan yang ditangani. Advokat merasa yakin bahwa berdasarkan bukti bukti kuat yang dimiliki maka dapat dipastikan bahwa putusan akan berpihak padanya, namun hakim memutuskan lain. Sehingga muncul indikasi adanya dugaan KKN dalam putusan tersebut. Â
Inisiatif untuk melakukan KKN guna mempengaruhi sebuah putusan, dapat berasal dari pihak pihak yang terkait dalam penanganan sebuah kasus, yaitu ; klien, advokat, hakim maupun panitera. Namun, advokat memiliki peran utama karena sebagai perantara antara klien dan Hakim.Â
Dengan kondisi seperti ini, umumnya teman sejawat advokat memiliki prinsip bahwa  jalur non litigasi adalah yang terbaik, seiring dengan kode etik advokat pasal 4 butir a,  yang menyebutkan bahwa, advokat harus mengutamakan penyelesaian dengan cara damai.
3. Â Penyesatan kepada klien.
Dalam penanganan sebuah kasus (Perdata/Hubungan Industrial) biasanya sudah diketahui siapa pihak yang melakukan kesalahan, pihak yang benar atau hitam putihnya sebuah kasus. Â Advokat terkadang memperoleh kasus dengan posisi hitam artinya advokat sudah mengetahui bahwa dalam kasus yang sedang ditangani, pihaknya yang telah melakukan kesalahan.Â
Akan tetapi advokat juga tidak akan menghilangkan momen penanganan kasus. Setiap kasus memiliki nilai. Idealnya, kasus kasus seperti ini, seorang advokat dapat menjelaskan kepada klien bahwa memang pihaknya yang bersalah dan harus menempuh jalan damai/non litigasi.
Modus penyesatan lainnya, advokat sudah mengetahui kasus yang ditangani adalah salah namun terus mendorong klien untuk tetap diselesaikan melalui jalur Pengadilan. Advokat tersebut memiliki pemikiran bahwa, meskipun  nanti pihaknya yang kalah hingga kasasi tetapi pihaknya masih tetap dapat menguasai objek sengketa hingga beberapa tahun kedepan atau hingga adanya putusan pengadilan yang in kracht, mengingat putusan pengadilan hingga MA membutuhkan waktu yang relatif lama.  Atau modus penyesatan oknum advokat lainnya adalah, menyarankan sebuah kasus untuk dibawa ke ranah pidana, dengan harapan akan tetap mendapat bayaran bukan hanya perdatanya akan tetapi juga pidananya. Kasus yang seharusnya sederhana menjadi rumit, melebar  hingga mengkaitkan ke semua pihak yang seharusnya tidak perlu.
4. Mencari popularitas.
Dalam kode etik advokat pasal 8 butir f, disebutkan antara lain bahwa advokat tidak dibenarkan melalui media massa mencari publisitas bagi dirinya dan atau untuk menarik perhatian masyarakat.Â
Saat ini lagi tren, banyak cara yang dilakukan oknum advokat untuk mengiklankan diri, seperti dengan sengaja mengundang media massa atau dengan sengaja bersedia diundang untuk memberikan keterangan terhadap kasus kasus besar yang sedang di tangani atau kasus kasus yang melibatkan orang orang terkenal seperti pejabat atau artis.Â
Atau membuat pernyataan pernyataan yang kontroversial di media massa dengan maksud menarik perhatian masyarakat. Bahkan, oknum advokat bersedia untuk tidak dibayar asalkan mendapatkan popularitas. Sehingga muncul adagium seorang advokat yang suka manggung, advokat yang ingin jadi artis.Â
Kita setuju bahwa, menjadi advokat harus dikenal di masyarakat, namun harus dilakukan dengan cara tidak melanggar kode etik seperti dengan sengaja menjual diri, mencari publisitas. Perlu kiranya organisasi advokat melakukan tindakan tegas kepada para oknum advokat yang sengaja mencari publisitas.
5. Bermain di dua kaki.
Baru baru ini, seorang pengusaha menceritakan tentang penipuan yang dilakukan oleh seorang advokatnya yang ternyata bermain mata dengan advokat lawan sehingga merasa dirugikan. Sesama teman sejawat advokat telah terjalin hubungan yang baik, namun advokat juga perlu menjunjung tinggi etika dan profesionalisme sehingga tidak merugikan klien.Â
Tindakan oknum advokat seperti ini telah jelas melanggar kode etik. Hanya saja, saat ini terdapat beberapa organisasi advokat. Seorang advokat yang dikenakan sanksi dan dikeluarkan dari keanggotaan sebuah organisasi advokat, dengan mudahnya berpindah ke organisasi advokat lainnya, atau bahkan mendirikan organisasi advokat yang baru, jika sekiranya tidak ada organisasi advokat yang mau menerimanya.
Bukankah ini sesuatu hal yang konyol?. Untuk itu, diperlukan pembenahan dan komitmen dari semua pihak, baik dari Pemerintah c.q Menkumham dan seluruh organisasi advokat, terkait dengan oknum oknum advokat yang telah melanggar kode etik.
6. Mencurangi tim.
Penanganan sebuah kasus, biasanya dilakukan bersama tim atau rekan advokat lainnya. Terkadang seorang oknum advokat bertindak tidak jujur, seperti melakukan kesepakatan kesepakatan tertentu dengan klien tanpa sepengetahuan anggota tim lainnya.
7. Â Persaingan tidak sehat
Oknum advokat, biasanya juga berusaha mendapatkan klien dengan cara cara yang tidak sehat. Seperti mempengaruhi klien untuk membatalkan surat kuasa kepada advokat tertentu dengan informasi informasi yang menyesatkan sehingga oknum advokat tersebut mendapatkan kasus, yang tentunya dengan cara yang tidak benar.Â
Tindakan advokat yang merebut klien seperti ini, melanggar kode etik advokat pasal 5 butir d, sehingga harus dikenakan sanksi.
8. Berpindah klien
Klien pihak lawan dapat juga memberikan iming iming bayaran yang besar agar advokat lawan bersedia berpindah ke pihaknya. Oknum advokat yang memiliki integritas rendah akan mudah menerima bujuk rayu tersebut. Ini adalah sebuah penghianatan kepada klien mengingat advokat tersebut telah mengetahui rahasia rahasia klien sebelumnya.Â
Penerapan kode etik yang tegas sangat diperlukan untuk memberikan sanksi sanksi kepada oknum oknum advokat hitam ini.
Tulisan ini dimaksudkan antara lain sebagai introspeksi kepada teman sejawat advokat dan juga kepada masyarakat luas dalam menentukan pilihan advokat. Dalam praktik, sangat disesalkan jika ada  orang, institusi atau perusahaan yang  dengan sengaja mencari advokat advokat hitam, demi untuk memenangkan kasusnya dengan cara apapun dan dengan biaya berapun.Â