Mohon tunggu...
Surya Ganda Syah putra
Surya Ganda Syah putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris, Universitas Airlangga

Hai Kompasianer! 😉 Saya adalah seorang penulis pemula. Di samping membuat karya tulis, saya adalah pencipta konten (content creator) khususnya di instagram dan TikTok.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Squid Game 2: Mengapa Kita Masih Menyukai Kekerasan dalam Hiburan?

31 Desember 2024   00:30 Diperbarui: 31 Desember 2024   00:30 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Squid Game 2 (Sumber gambar: iStock) 

Saat Squid Game pertama kali ditayangkan pada September 2021, dunia terpesona. Serial Korea Selatan yang menampilkan adegan kekerasan ekstrem ini menjadi fenomena global, memecahkan rekor sebagai serial Netflix yang paling banyak ditonton. Kini, dengan Squid Game 2 yang sudah di depan mata, kita dihadapkan pada pertanyaan mendasar: Mengapa kita, sebagai penonton, tetap terpikat oleh konten kekerasan?

Daya Tarik Kekerasan dalam Hiburan

Kekerasan dalam hiburan bukanlah hal baru. Dari gladiator Romawi kuno hingga film laga masa kini, manusia telah terpesona dengan tontonan kekerasan. Namun, Squid Game mendorong konsep tersebut lebih jauh dengan memadukan permainan anak-anak yang tidak berbahaya dengan akibat yang mematikan.
Ada sejumlah alasan yang mungkin menjelaskan ketertarikan kita yang berkelanjutan dengan materi semacam ini:

  • Penyaluran Emosi yang Aman: Menonton kekerasan dapat berfungsi sebagai penyaluran emosi kita, cara yang aman untuk merasakan ketegangan, kemarahan, atau ketakutan tanpa harus berada dalam situasi tersebut.
  • Kebutuhan akan Sensasi: Bagi banyak dari kita yang menjalani kehidupan yang monoton, konten seperti Squid Game menyajikan sensasi nyata dan lonjakan adrenalin.
  • Sisi Gelap Kemanusiaan: Konten ini menawarkan kesempatan untuk mengetahui sisi gelap sifat manusia dari jarak yang aman dan memaksa kita untuk merenungkan moralitas dan etika.
  • Kritik Sosial: Squid Game menggunakan kekerasan sebagai metafora untuk kritik sosial yang tajam yang menarik bagi pemirsa yang mencari sesuatu yang lebih dari sekadar hiburan.
  • Efek Desensitisasi: Jumlah kekerasan yang berlebihan di media dapat membuat kita terbiasa dengannya sehingga bahkan mungkin meminta sesuatu yang lebih ekstrem untuk menciptakan efek yang sama.

Dampak Psikologis pada Penonton

Meskipun menarik, konten kekerasan seperti Squid Game dapat memberikan dampak psikologis yang signifikan pada penontonnya:

  • Kecemasan dan Stres: Hal ini dapat meningkatkan kecemasan atau stres pada beberapa penonton setelah menonton beberapa adegan yang intens.
  • Desensitisasi terhadap Kekerasan: Paparan kekerasan yang berulang-ulang membuat kita tidak peka terhadap terjadinya tindakan kekerasan di dunia nyata.
  • Persepsi Realitas yang Berubah: Konten yang sangat dramatis terkadang berpotensi mengubah persepsi tentang dunia nyata; konten tersebut dapat membuat seseorang merasa bahwa dunia sebenarnya adalah tempat yang lebih berbahaya.
  • Efek Meniru: Ada kemungkinan, terutama bagi penonton yang lebih muda atau rentan, adanya efek meniru terkait apa yang dilihat di layar.
  • Katarsis Emosional: Di sisi positifnya, beberapa penonton mungkin mengalami katarsis emosional, rasa lega atau pencerahan setelah menonton.

Refleksi Masyarakat

Popularitas Squid Game juga merupakan cerminan bagi masyarakat kita. Serial ini membahas banyak isu: kesenjangan ekonomi, kapitalisme yang kejam, dan keputusasaan manusia---semuanya sangat relevan di dunia saat ini. Semua kekerasan dalam serial ini mungkin merupakan metafora yang kuat untuk "kekerasan" sistem sosial-ekonomi yang kita alami setiap hari.

Tanggung Jawab Pembuat Konten dan Penonton

Dengan Squid Game 2 yang diharapkan akan menghabiskan waktu menonton, ada tanggung jawab yang dipikul oleh pembuat konten tersebut dan mereka yang menontonnya:

  • Pembuat Konten: Mereka harus menyeimbangkan antara kreativitas artistik dan tanggung jawab atas konsekuensi materi tersebut terhadap penonton; mereka harus memberikan peringatan konten yang ketat dan menetapkan batasan usia.
  • Penonton: Perlu ada pengembangan literasi media yang kritis, memilah fiksi dari kenyataan, dan memahami pesan di balik penggambaran kekerasan.
  • Orang Tua dan Pendidik: Ada rasa tanggung jawab untuk membimbing penonton muda dalam memahami dan memahami konten yang mereka ikuti.

Squid Game 2 kemungkinan akan kembali memicu perdebatan tentang kekerasan dalam media. Namun, alih-alih sekadar mengutuk atau memuji, kita perlu memahami fenomena ini secara lebih mendalam. Ketertarikan kita pada konten kekerasan mungkin mencerminkan kebutuhan yang lebih dalam - untuk memahami sisi gelap kemanusiaan, untuk merasakan emosi yang intens, atau untuk mengkritik ketidakadilan sosial.

Sebagai konsumen media, kita perlu menjadi penonton yang cerdas dan kritis. Kita harus mampu mengapresiasi nilai artistik dan pesan sosial dari konten seperti Squid Game, sambil tetap waspada terhadap dampak potensialnya. Pada akhirnya, cara kita menanggapi dan memproses konten semacam ini bisa menjadi cerminan dari siapa kita sebagai individu dan sebagai masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun